Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Artikel Saya Akhirnya Kena Batunya

12 November 2021   23:40 Diperbarui: 12 November 2021   23:56 670
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar ; Tangkapan layar dari Kompasiana

Sepandai-pandainya maling teriak maling, akhirnya kemalingan juga. (Peb)


Ini pengalaman kedua saya. Tapi sedikit beda dan cukup aneh dibanding yang pertama beberapa waktu lalu. 

Pengalaman pertama berupa tulisan politik. Ketika sudah diposting,  tidak muncul di halaman Kompasiana. 

Menurut para ahli "karantika artikel"  yang sudah memiliki banyak pengalaman, yakni Kompasianer Susy Haryawan, tulisan saya kena karantina admin. Kalau lolos butuh, pit en proper tes dan tes kesehatan artikel maka beberapa jam kemudian akan ditayangkan admin. 

Hal itu terbukti, sekitar 2 jam kemudian artikel politik saya tertayang.

Pada pengalaman kedua,  artikel saya bukan tentang politik, melainkan "humor". Judulnya "Demi Keadilan, Agenda Kompasiana Awards Dihapus Saja". Tangkapan layarnya terpampang sebelum kalimat pembuka artikel ini.

Artikel itu saya posting tadi sore sekitar pukul 17an, dan muncul di halaman Kompasiana. Tetapi ketika diklik judulnya, isi artikelnya tidak muncul. Malahan mengarah ke halaman utama Kompasiana. Saya jadi heran.

Menurut para ahli karantina, walaupun bukan artikel politik, kemungkinan di dalam artikel humor itu ada kata-kata yang sensitif. Akibatnya dicekal atau dikarantina. Saya tidak tahu pasti.

Mengetahui informasi itu, saya ingin membaca ulang ulang artikel saya untuk direvisi. 

Cilakanya, artikel itu saya tulis di fitur "Nulis" Kompasiana. Jadi ketika kena "tsunami" maka hilang atau tidak bisa dilihat ulang tulisan aslinya untuk direvisi. Inilah resiko kalau nulis langsung di fitur "Nulis". 

sumber gambar ; IDN Times
sumber gambar ; IDN Times

Artikel " humor" itu ditulis secara spontan, tidak saya baca ulang sebelum diposting. Sehingga saya tidak tahu kalau ada bagian atau kata-kata yang sensitif. Bisa jadi juga karena faktor lain--bukan kata yang sensitif, tapi konten atau judul artikel itu bikin tak nyaman admin.

Belakangan ini saya memang malas membuat draft artikel di tempat lain, untuk kemudian dipindahkan (copy paste) ke fitur "Nulis" ketika sudah siap saji. Resikonya saya tahu. 

Artikel ini juga saya tulis spontan di fitur "Nulis". Namun sebelum diposting, saya baca ulang. Saya atur lagi tata kata dan kalimatnya. Semoga tidak ada kata yang sensitif. Kalau pun ada, apa boleh buat.

Saya merupakan penulis muda, penuh vitalitas, punya semangat menulis tinggi dan sedang lucu-lucunya. Saya berharap bisa meraih K.Rewards secara rutin dalam jumlah besar, dan bercita-cita kelak bisa menjadi admin.

Tapi kini saya malu besar, cita-cita saya hancur karena artikel milik bakal calon admin dicekal,  gagal tayang, atau dikarantina. Ini pukulan berat bagi saya, yang mungkin justru disukai pesaing politik saya dalam meraih kursi admin. 

Tapi hal itu tidak akan membuat saya meninggalkan Kompasiana. Kalau pun tidak bisa jadi admin, saya bisa bercita cita jadi COO Kompasiana, bukan?

Namun begitu kini saya hanya berharap, artikel yang tadi sore dikarantina, atau tidak lolos pit en proper tes admin bisa dikembalikan dengan memberikan catatan.  

Kalaupun harapan itu tidak terwujud, aku rapopo. Hidup memang harus berjalan, bukan?

----

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun