Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Rezim Orde Baru, Ambivalensi Prabowo dan Reforma Agraria Jokowi

24 Februari 2019   01:59 Diperbarui: 25 Februari 2019   09:00 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pembagian sertifikat tanah untuk rakyat oleh Jokowi. Sumber gambar : kompas.com

Coba anda membayangkan diri anda dilahirkan seperti keluarga Prabowo. Pejuang, Terpandang. Kaya. Menikmati sekolah di luar negeri. Masuk militer ditempa  patriotisme dan nasionalisme. Jadi jenderal korps elit yang disegani. Jadi menantu presiden yang berkuasa 32 tahun. Hidup dalam suasana politik Orde Baru yang mendukung karier dan eksistensi diri. Dengan latar belakang semua itu, apakah anda menolak memiliki lahan luas yang bisa didapatkan begitu mudahnya?

---

Pada Debat Capres Kedua Jokowi menjelaskan soal pemberian sertifikat tanah kepada rakyat. Hal itu mendapat tanggapan Prabowo. Dia mengkhawatirkan kelak tidak ada lagi tanah untuk generasi mendatang apabila pembagian tanah terus dilakukan.  Kemudian, tercetus perkataan Jokowi soal tanah ratusan ribu hektar di Kalimantan Timur dan Aceh yang "dimiliki" Prabowo.

Hal utama yang ingin Jokowi sampaikan bahwa pemerintahannya tidak membagikan tanah sedemikian luas kepada perorangan. Kebijakan Jokowi lebih fokus pada sertifikasi tanah rakyat, yang tentunya tidak berskala besar seperti milik Prabowo.

Usai debat Jokowi menyatakan kembali bahwa dia tidak mempermasalahkan lahan Prabowo legal atau tidak legal (tempo.co 20/02/2019). Jokowi tidak bermaksud mengungkit soal status tanah, cara mendapatkan tanah, dan lain sebagainya karena waktu Prabowo mendapatkan tanah itu bukan dalam lingkup kebijakan masa pemerintahannya.

Soal tanah Prabowo di panggung Debat Capres kemudian jadi polemik yang mengemuka di luar panggung debat antara pendukung Prabowo dan Jokowi. Substansi yang dibahas tidak lagi pada penyampaian Jokowi soal reforma agraria untuk rakyat, melainkan pada ketersinggungan Kubu Prabowo--seolah Jokowi menyerang masalah pribadi. Akhirnya melebar dan jauh menjadi "gorengan politik" yang renyah di media sosial dan media mainstream.

Kubu Prabowo "membuka file" bahwa orang-orang dekat di sekitar Jokowi juga memiliki tanah luas di luar Pulau Jawa. Sebaliknya, kubu Jokowi pun terus mengangkat hal yang sama, ditambah kritik tajam pada sejumlah pernyataan Prabowo terdahulu yang menuding bahwa tanah dan kekayaan alam Indonesia hanya dinikmati segelintir elite saja. Namun nyatanya, Prabowo lah salah satu dari elite tersebut.  Ini menjadi "Kemunafikan Politik" Prabowo.

Pembagian sertifikat tanah untuk rakyat oleh Jokowi. Sumber gambar : mediaindonesia
Pembagian sertifikat tanah untuk rakyat oleh Jokowi. Sumber gambar : mediaindonesia
Agresifnya tudingan kubu Prabowo bahwa Jokowi menyerang aspek pribadi tersebut menutupi "Kemunafikan Politik" Prabowo, dan juga sikap ambivalensi Prabowo di dalam entitas politiknya.

Soal penguasaan tanah berskala luas harus diakui dimiliki orang-orang di kubu Jokowi dan Prabowo saat ini. Kenapa bisa demikian? Karena kepemilikan itu sudah ada jauh hari, sebelum Jokowi jadi Presiden RI.

Bila kebijakan hak konsesi lahan berskala luas itu dilihat, umumnya para elite politik dan pengusaha mendapatkannya di masa Orde Baru hingga pemerintahan SBY. Dan bila melihat rentang masa pemerintahan yang panjang, maka pada masa pemerintahan Orde Baru lah yang paling banyak mengeluarkannya. Tentu saja hal itu tak lepas dari kepentingan ekonomi dan politik masa itu.

Pada masa lalu, khususnya era pemerintahan Orde Baru, rakyat kecil di daerah-daerah pedesaan, kampung dan pedalaman tak memiliki posisi tawar yang kuat di depan hukum soal tanah yang mereka "miliki" secara adat dan turun temurun. Demi pembangunan dan kesejahteraan rakyat banyak, tanah itu dikuasai negara, walau nyatanya demi keuntungan pemilik modal atau para elite kekuasaan Orde Baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun