Mohon tunggu...
Peb
Peb Mohon Tunggu... Arsitek - Pembaca yang khusyuk dan penulis picisan. Dulu bercita-cita jadi Spiderman, tapi tak dibolehkan emak

Bersukarialah dengan huruf, kata dan kalimat. Namun jangan ambil yang jadi milik Tuhan, dan berikanlah yang jadi hak kaisar.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Spirit Kegigihan Setnov di Antara Cecar Pengadilan Publik

3 Oktober 2017   03:46 Diperbarui: 3 Oktober 2017   14:50 1970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ketua DPR RI Setya Novanto meninggalkan Wisma Negara setelah menemui Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan, Jakarta, Kamis (15/1/2015).(DANY PERMANA)

Setnov fokus pada masalahnya dan penuh perhitungan. Dia adalah petarung yang profesional, dengan melibatkan anggota tim kerja yang cerdas, licin, menguasai taktik dan teknis pengadilan. Setiap hal kecil diperhitungkan secara cermat dan matang untuk dijadikan peluang pemenangan. Hal ini (sebenarnya) merupakan materi pelajaran yang seringkali terlewat oleh para Hakim Publik yang asyik dalam status quo-nya. Melihat Setnov secara "tendensius" akan membuat diri menjadi "ex officio" yang tak pernah maju.

Melihat beberapa kasus yang pernah melilitnya, Setnov ibarat masukan ke dalam sumur oli yang dalam. Dinding sumur itu sangat licin untuk bisa dipanjat. Setnov tidak lantas berteriak-teriak kepada loyalis dan publik untuk minta tolong ditarikkan ke atas.

Disana dia mengatur nafas, menghemat tenaga dan tak membuang energi yang tidak perlu. Dia sadar sedang berada dalam sumur oli tersebut dan tidak mau mati konyol di situ. Dia rasakan tingkat kekentalan oli yang berpotensi menenggelamkannya. Secara naluriah dia perkirakan atau ukur kedalaman sumur dimana kakinya masih melayang--dia berusaha terus mengambang. Dia amati sekeliling detail dinding sumur itu, mencari celah untuk dijadikan pegangan. Dirabanya permukaan dinding sumur untuk mengetahuai jenis teksturnya. Dia lihat waktu berjalan dan mengamati cuaca dan suhu yang memungkinkan kadar kekentalan dan  licin oli pada dinding berubah oleh iklim di atas maupun dalam sumur.  Dia perhitungkan semua secara cermat kemudian melakukan gerakan membebaskan diri secara tepat waktu--tak mau kehilangan momentum. Keputusan itu adalah momentum dirinya menyelamatkan diri.

Spirit Juang Setnov sebagai Universitas Kehidupan

Silahkan publik menjadi hakim ex officio di entitas ruang publik. Jalankan keputusan massal dengan cara pikir hukum massal, namun sebagai individu kiranya perlu juga meluangkan waktu dan ruang untuk melihat sisi lain seorang Setnov dalam spiritnya menghadapi berbagai "kasus hukum".

Segala rangkaian usaha-strategi-perjuangan dirinya dalam carut marut hukum dan politik sehingga menjadi Hot News dan "pemilik momentum" bisa jadi pembelajaran penting kita bersama. Bahwa segala sesuatu harus diperjuangkan dengan cara menghadapi masalah itu, selalu fokus, temukan dan lakukan strategi tepat, lihat segala hal sekecil apapun untuk dijadikan peluang pemenangan. Tak perlu perduli apa kata (hinaan) orang sejauh upaya dilakukan dalam jalur dan iklim bermain di ruang pertarungan-perjuangan itu. Kalau di pengadilan, maka lakukan perjuangan cerdas di jalur hukum itu. Bukan kabur sambil merengek-rengek kepada publik seolah menjadi korban.

Ditengah cecar pengadilan publik, Setnov adalah sosok universitas kehidupan. Jurusan dan metode pengajarannya langka, unik dan punya daya saing dalam menghadapi persaingan nasional dan global. Kenapa tidak? Bukankah era global ini butuh ketangguhan, cerdas, cermat, efektivitas dan manuver licin untuk memenangkan dunia?

Saya berharap suatu saat di lain waktu dan tempat, Setnov mau berbagi pengalamannya dalam bentuk sebuah buku pengalaman hidup yang bisa dibaca banyak orang untuk bahan belajar tentang kehidupan. Kata Mukidi---penasehat spiritual saya---Setiap orang punya sisi terang dan sisi gelap. Kita perlu pelajari keduanya agar jadi bijak.

Kita mungkin seorang yang ramah dan santun di pergaulan dunia nyata tapi di sisi lain merupakan orang nyinyir dan kejam di dunia maya-media sosial. Saya mungkin dianggap sebagai penulis aktif di Kompasiana, tapi disisi lain tidak aktif menulis pakai celana. Itulah hidup. Heu..heu..heu..!

---

Pebrianov3/10/2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun