Sebagian dari kita mungkin pernah mendengar istilah "Bonus Demografi", mengingat beberapa tahun mendatang kita akan merasakan hal ini. Bonus demografi sendiri merupakan suatu fenomena dimana struktur penduduk sangat menguntungkan dari sisi pembangunan karena jumlah penduduk usia produktif sangat besar, sedang proporsi usia muda sudah semakin kecil dan proporsi usia lanjut belum banyak.
Jika dilihat sekilas fenomena ini sangat menguntungkan bagi bangsa Indonesia, secara awam dapat disimpulkan bahwa dengan peningkatan jumlah penduduk produktif dan penurunan jumlah penduduk usia non-produktif akan mengurangi angka ketergantungan penduduk, karena beban  tenaga produktif terhadap  tenaga non produktif akan semakin kecil. Kondisi ini tentu akan memberikan dampak terhadap beban pemerintah dalam hal pendidikan, kesehatan, serta tunjangan-tunjangan yang harus diberikan pada masyarakat non produktif akan berkurang. Bagi masyarakat dengan adanya bonus demografi ini jumlah orang yang harus dibiayai tentu akan berkurang sehingga yang mereka dapatkan bisa disalurkan untuk hal yang lebih bermanfaat seperti bisnis dan investasi yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas masyarakat.
Namun, bagi bangsa Indonesia untuk mendapat keuntungan dari adanya bonus demografi ini bukan perkara mudah. Yang harus dipikirkan adalah bagimana memanfaatkan penduduk produktif yang banyak ini, sebab jika penduduk yang produktif ini miskin, menjadi pekerja kasar atau bahkan menganggur itu sama saja dengan penduduk non-produktif. Â Jika dilihat, dari 166,6 juta penduduk usia kerja tahun 2008, sebanyak 111,95 juta masuk angkatan kerja.Â
Dari jumlah ini, 102,55 juta berstatus bekerja, dengan angka pengangguran terbuka hanya 9,39 juta. Tetapi, jika kita cermati lagi, dari 102,55 juta yang bekerja, sebagian besar berstatus setengah menganggur. Sebanyak 33,26 persen hanya bekerja kurang dari 35 jam seminggu dan 59 persen kurang dari 45 jam seminggu. Sekitar 60-70 persen lebih yang bekerja terserap di sektor informal dengan upah minim tanpa jaminan sosial dan kesejahteraan. Mereka yang bekerja di sektor formal, seperti industri manufaktur pun umumnya hanya menjadi operator atau buruh kasar. Artinya, sebagian besar pekerja Indonesia masih tidak bisa lepas dari kemiskinan walaupun memiliki pekerjaan, karena pekerjaan yang mereka miliki tidak bisa meningkatkan kesejahteraan mereka. Hal ini terjadi karena rendahnya kualitas sumber daya manusia yang kita miliki karena sebagian besar angkatan kerja Indonesia hanya menempuh pendidikan formal setara SD dan SMP.
 Sehingga penduduk Indonesia yang tidak berkualitas menjadi beban pembangunan, bonus demografi yang terdiri dari manusia kurang bermutu akan menambah persoalan. Mengingat bonus demografi hanya akan terjadi kalau ada upaya rekayasa demografi yang dibarengi dengan peningkatan kualitas SDM (human capital deepening). Oleh karena itu, program utama pengembangan mutu SDM yang dimiliki Indonesia saat ini harus lebih fokus, sehingga penduduk usia produktif tidak menjadi beban tapi justru menjadi tulang punggung negara ini.