Mohon tunggu...
Oktavianus Daluamang Payong
Oktavianus Daluamang Payong Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Menulis adalah merawat ingatan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Demokrasi dalam Bayang-Bayang Patronase Ekonomi dan Oligarki Politik

20 Februari 2024   06:54 Diperbarui: 20 Februari 2024   06:54 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan hitam terkait penetapan Gibran sebagai calon wakil presiden yang secara terang-terangan melanggar kode etik dinilai hanya sebagai hal yang biasa. Keputusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi menyebut terjadi pelanggaran etik oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman dalam keputusan MK yang meloloskan keponakannya---yang juga putra Presiden Jokowi---Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres dari Prabowo Subianto. 

Pelanggaran etik dalam pelaksanaan pun semakin marak terjadi. Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu juga menyebutkan adanya pelanggaran etik berat oleh Ketua KPU Hasyim Asy'ari. 

Semua ini menujukan bahwa lembaga negara tidak serius dalam menerapkan pelaksanaan demokrasi yang jujur. Selian itu ada semacam terjadi pembiaran terhadap politik uang yang terjadi dalam pemilu. 

Melemahnya Fungsi Partai Politik

Semenjak era Reformasi, partai politik (parpol) menjadi institusi politik yang paling berpengaruh di Indonesia. Capres dan cawapres, sesuai UU Pemilu, harus didukung oleh parpol atau gabungan parpol dengan jumlah kursi DPR minimal 20 persen atau 25 persen dari jumlah suara dalam pemilihan anggota DPR nasional sebelumnya.  

Lembaga tinggi negara seperti MK, Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan diisi oleh mantan anggota DPR atau politisi senior parpol. Oleh karena itu, parpol secara de facto jadi alat mobilisasi sumber daya politik dan penempatan elite politik di jabatan strategis lembaga negara. Namun, fakta menunjukkan bahwa parpol telah menjadi wadah subur bagi tumbuhnya patronase ekonomi dan klientelisme politik (Sri Hartati,2024). 


Partai politik bukan lagi menjadi alat rekrutmen pemimpin atau elite politik yang berkualitas melainkan untuk merekrut orang yang hanya memiliki modal dana yang besar. Dengan demikian kader-kader partai yang mumpuni yang memiliki idealisme dan keahlian profesional namun kekurangan dana akan terpinggirkan. 

Tantangan Pemimpin Baru

Kemenangan Prabowo-Gibran yang secara kebetulan melanjutkan visi program dari Jokowi dihadapkan dengan tantangan yang cukup kompleks. 

Tantang yang dihadapi di antaranya membongkar praktik patronase ekonomi dan mengusut tuntas ASN, politikus, dan pengusaha yang terlibat dalam praktik korupsi harus dilakukan melalui proses hukum yang transparan dan akuntabel. Lebih dari itu, diperlukan perubahan pada tata kelola partai politik. 

Dengan melanjutkan visi misi dari Jokowi bukan berarti melanggengkan segala macam cara untuk kepentingan oligarkis. Dukungan mayoritas dari masyarakat harusnya menjadi alarm bagi pemerintah untuk mendahulukan kepentingan publik dibanding kepentingan pribadi atau golongan tertentu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun