Diperlukan refleksi sekaligus evaluasi tentang tindakan korupsi yang masih banyak  di negara kita. Ini merupakan momentum yang tepat karena pada tanggal 17 Desember 2020 diperingati sebagai Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) dan pada peringatan Hakordia 2020 Presiden Joko Widodo mengingatkan pentingnya budaya antikorupsi dan perlunya program pencegahan korupsi secara terus menerus (Kompas.com,17/12/2020).Â
Refleksi merujuk pada   peristiwa yang terjadi sebelumnya khususnya  beberapa  birokrat dan kepala daerah yang tertangkap tangan oleh KPK, sedangkan evaluasi digunakan untuk menilai apakah sistem yang dibangun untuk menciptakan budaya antikorupsi sudah berjalan efektif. Â
Saya sebagai orang awam bingung juga mengapa orang tidak mau belajar tentang  peristiwa yang berkaitan dengan tugasnya. Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara telah ditangkap dan dilakukan penahanan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena telah melakukan tindakan pidana korupsi.Â
Padahal belum genap  satu bulan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo  telah ditanggkap KPK  juga melakukan tindakan pidana korupsi. Pada umumnya begitu ada suatu peristiwa kita langsung melukan refleksi sekaligus evaluasi jangan sampai menimpa diri kita jika peristiwa tersebut bersifat negatif.Â
Begitu ada penangkapan salah satu menteri oleh KPK lazimnya semua menteri berupaya jangan sampai peristiwa tersebut menimpa mereka. Padahal sebelumnya Presiden Joko Widodo telah berpesan kepada menteri-menterinya agar jangan melakukan korupsi khususunya pada masa pandemi Covid-19.Â
Yang membuat kita sedih adalah bantuan sosial (bansos) yang diperuntukan bagi rakyat miskin yang betul-betul membutuhkan bantuan juga dikorupsi. Ternyata koruptor benar-benar tidak kenal kepentingan dana yang dikorupsi, bahkan beberapa tahun yang lalu dana yang akan digunakan untuk mencetak kitap suci Al Quran  saja juga dikorupsi.
Secara teori seseorang melakukan korupsi karena terpaksa atau kebutuhan (corruption by need), memaksa atau serakah (corruption by greedy) dan direkayasa dengan mengeluarkan regulasi (corruption by design).Â
Korupsi yang dilakukan oleh mantan Menteri Sosial (Mensoso) Juliari P Batubara bisa dikatakan korupsi karena serakah, Betapa tidak serakah? Mantan menteri sosial tersebut kekayaan bersihnya mencapai Rp 47 miliar lebih dan sebelumnya pernah menduduki pimpinan beberapa perusahaan. Apa dengan harta sebanyak itu masih kurang untuk hidup? Kalau untuk hidup sederhana saja harta sebanyak itu bisa untuk hidup tujuh turunan.Â
Demikian pula korupsi yang dilakukan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo merupakan korupsi dengan cara mengeluarkan regulasi yang tujuannya agar ada kesempatan untuk mendapat dana besar yang bisa dikorupsi. Meskipun ketika menerbitkan regulasi tentang izin export benur alasannya untuk menolong nelayan untuk meningkatkan penghasilannya.Â
Eh ternayata dibalik itu ada "udang di balik batu." Â Beda dengan korupsi karena kebutuhan yang biasanya mereka melakukan korupsi karena terpaksa akibat kebutuhan hidup atau kebetulan saudaranya sakit butuh biaya pengobatan bahkan bisa juga untuk biaya pendidikan anaknya.Â
Korupsi karena kebutuhan biasanya dilakukan oleh pegawai-pegawai kecil atau bendahara di instansi tertentu yang memang gajinya tidak mencukupi untuk hidup satu bulan.Â