Mohon tunggu...
Paulus Phoek
Paulus Phoek Mohon Tunggu... -

discovering me is a life time journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tari Pendet di Iklan Visit Malaysia... kenapa tidak?

24 Agustus 2009   13:09 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:48 1479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ketika membaca tentang tari Pendet di iklan pariwisata Malaysia, yang terlintas di benak adalah : 'Malaysia k*mp*ng*n! Rendah banget! Mosok ga malu mengakui budaya yang jelas-jelas semua orang tahu berasal dari Bali''

Tapi semalam saya tertegun…

Gak! Gak gitu! Gak gitu persisnya!... situasinya gak sesederhana itu!

Saya terbeliak melihat masalah ini dari sudut pandang yang berbeda.

Saya justru kagum dengan Malaysia!

Ini adalah era globalisasi, era perdagangan bebas, era informasi, dstnya; yang sangat mempengaruhi semua aspek kehidupan. Termasuk paradigma sosial, perdagangan, dan tentu saja pariwisata. Banyak hal sudah berubah.

Ibaratnya kalau jaman dulu kita datang ke sebuah warung hanya bertujuan untuk membeli suatu barang tertentu, saat ini kita ke ‘warung’ (supermarket) selain membeli, juga bisa menyewa sesuatu, cuci mata, hang out, dll dengan komoditi yang sangat beragam.

Komoditi juga sudah berubah, tidak hanya berbentuk barang nyata, tapi juga jasa, saham, dan lain-lain.

Demikian juga dengan paradigma pariwisata. Dijaman internet, penerbangan murah, dstnya; pariwisata tidak lagi hanya menjual obyek wisata dan budaya as is, tapi juga berbicara tentang kenyamanan, experience, aksesibilitas, sarana dan prasarana, image, dll.

Cara orang berwisata juga sudah berbeda dibanding bahkan 10 tahun yang lalu. Pariwisata tidak hanya melulu tentang ‘kelestarian’ budaya tapi juga perdagangan dan politik.

Ini yang sudah dipahami dengan baik oleh pemerintah dan pengusaha swasta Malaysia; serta menjadi konsep dasar slogan Malaysia Truly Asia.

Apakah Malaysia akan menampilan tarian pendet ? Kemungkinan besar tidak.

Malaysia cukup menjual aksesibiltas menikmati tarian pendet. Malaysia memberikan kemudahan bagi turis datang ke Denpasar menyaksikan tarian pendet.

Dengan menampilan tarian pendet di iklannya, seolah-olah Malaysia berkata: “Kami adalah Asia, datanglah ke Malaysia, maka anda dapat menyaksikan Pendet tarian Bali yang terkenal itu; dengan lebih murah dan mudah (naik AirAsia ke Bali), nyaman (ga usah diperas calo2 taksi Cengkareng), praktis (ga usah merasakan kekumuhan Jakarta), serta canggih (koneksibiltas penerbangan, aksesibilitas informasi, dll)"

Harus kita akui lebih mudah dan murah untuk ke Denpasar dari Kuala Lumpur dibanding dari Surabaya.

Saya tinggal di Solo dan sudah lama ingin pergi keBukit Tinggi dan Aceh. Bagaimana cara paling murah, nyaman dan cepat menuju dua tempat itu?...benar sekali!!!: naik AirAsia ke Kuala Lumpur dulu.

Di sisi lain, Malaysia ingin membangun dirinya menjadi terminal transportasi (transportation hub) di Asia.

Untuk mengalahkan Singapore yang sudah dikenal sebagai pintu masuk kawasan Asia, Malaysia kudu bekerja keras agar orang datang ke Malaysia; salah satunya adalah dengan paradigma pariwisata yang baru tersebut.

Dengan demikian, turis mau tidak mau mampir Malaysia, serta membelanjakan uangnya.

Sama seperti kasus-kasus yang lalu, saya melihat tujuan asli Malaysia bukan untuk mengklaim tarian pendet, lagu rasa sayange, reog, batik berasal “asli” dari Malaysia.

Kayaknya faktor ‘patent’ ini jadi nomer sekian.

Malaysia hanya ingi menjual dan mendapat devisa.

Sesuai analogi saya tentang supermarket yang menjual berbagai macam barang tanpa harus mengklaim “made by ourself

Lalu apa selanjutnya?

Salah satu strategi perang: kalau tidak bisa jadi lawan, jadilah teman agar kita memiliki kekuatan yang lebih baik.

Kalau kita cukup pandai, seharusnya kita justru memanfaatkan situasi ini. Biar Malaysia yang bayar mahal iklan di mana-mana, biar perusahaan swastaMalaysia yang berinvestasi dalam bidang penerbangan, hotel, dll

Kita benahi saja obyek wisata, agar turis international datang ke Bali, Padang, Aceh, Menado, menyaksikan bahwa Indonesia si pemilik budaya sejati,

Sebagaimana analogi saya diatas: sempurnakan kualitas, packaging ‘produk’ kita

biar Malaysia cuma ‘pedagang’ yang bayar iklannya.

Toh semua orang juga tahu yang bikin wajik Ny Week di Muntilan bukan Carefour, Hypermart, atau Hero.

Pada saat yang sama, benahi pula pola pikir, wawasan dan integritas bangsa agar kita tidak selalu kedodoran, tapi bisa bangkit dan bergerak untuk menyamai langkah negara-negara tetangga kita.

cuma sebuah pemikiran.....

p.phoek

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun