Mohon tunggu...
Paulus Tukan
Paulus Tukan Mohon Tunggu... Guru - Guru dan Pemerhati Pendidikan

Mengajar di SMA dan SMK Fransiskus 1 Jakarta Timur; Penulis buku pelajaran Bahasa Indonesia "Mahir Berbahasa Indonesia untuk SMA", Yudhistira.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Istri yang Cerewet, Mau Diapakan?

7 Mei 2020   17:19 Diperbarui: 7 Mei 2020   18:12 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bepergian ke luar rumah dengan mobil sendiri. Suami yang nyetir, sementara istri duduk di sampingnya. Sepanjang perjalanan istri tidak pernah diam. Ada saja hal yang dibicarakan istri seperti tidak pernah kehabisan perbendaharaan kata. Istri tidak sadar bahwa "ocehan" itu dapat menggangu konsentrasi suami sepanjang perjalanan. Belum lagi, tanpa sadar, istri bertindak sebagai seorang guru nyetir. "Awas, Pak!, Hati-hati, Pak!,  Pelan-pelan, Pak!, Belok kiri,Pak!, Rem sedikit, Pak!"  Semuanya itu jelas menimbulkan kekesalan suami sebagai seorang sopir.

Itu hanyalah satu contoh dari seorang istri yang cerewet. Perihal istri yang cerewet seringkali menjadi topik pembicaraan dalam kesempatan konsultasi, karena istri yang cerewet dipandang oleh suami sebagai biang persoalan dalam kehidupan  berumah tangga.

Cerewet artinya suka mencela (mengomel, mengata-ngatai, dsb); banyak mulut; nyinyir; bawel (KBBI). Demikianlah, istri yang cerewet terindikasi dengan perikaku-perilaku tersebut. Suami mau tidak mau menghadapi kenyataan ini. Setiap hari telinganya seperti tersiram dengan kata-kata istri. Sedikit terbebaskan saat ia berada di tempat kerja.

Kenyataan ini tidak mustahil menimbulkan keributan dalam keluarga. Bahkan, bisa berakibat fatal, yaitu perpecahan dan perselingkuhan. Oleh karenanya, dalam tulisan ini saya mencoba memberikan pemikiran-pemikiran yang kiranya bisa membantu keluarga-keluarga yang sedang mengalami situasi seperti ini.

Masalah Orientasi Penilaian

Bagi saya, persoalan cerewet seorang istri bisa diatasi dengan mengubah orientasi penilaian. Mengapa? Segala persoalan yang terjadi dalam hidup ini berasal dari diri sendiri. Ketidakmampuan diri sendiri dalam nengelolah pikiran dan emosilah yang merupakan titik mula timbulnya suatu persoalan.

Tentu saja ada yang bertanya, mengapa saya yang harus berubah, padahal kata-kata dialah yang kasar, atau perbuatan dialah yang sudah menyebabkan saya emosi. Dialah yang harus berubah. Dialah yang harus memperbaiki kata-kata dan perbuatannya. Segampang itukah? Tidak. Justru persepsi inilah yang memperpanjang permasalahan. Disorientasi!

Suatu pesan (tindakan, peristiwa, fenomena)  akan menjadi masalah atau tidak tergantung pada respon seseorang. Apabila ia bisa merespon pesan itu dengan tenang, melibatkan pertimbangan akal yang sehat dan tidak emosional, pesan tersebut tidak menjadi sebuah persoalan. Begitupun sebaliknya.

Oleh karena itu, orientasi penilaian terhadap kecerewetan istri diletakkan pada seberapa mampuh seorang suami mengatur pikiran dan emosinya. Menempatkan istri sebagi penyebab ketidakharmonisan dalam rumah tangga adalah persepsi yang keliru dari seorang suami.

Menerima Istri Apa Adanya

Mengubah karakter seseorang tidaklah mudah, bahkan tidak bisa, karena itu sudah melekat dengan kepribadiannya. Begitu halnya dengan istri yang berkarakter cerewet. Oleh karena itu, suami hendaknya belajar untuk menerima kenyataan bahwa istrinya memang seorang yang cerewet, dan ia tidak bisa mengubah karakter cerewet tersebut. Dengan dasar itu, apapun yang keluar dari mulut istri diterimanya dengan kepala dan hati yang dingin. "Memang begitulah istri saya".

Mem-positifkan Kecerewetan

Dengan dasar menerima istri apa adanya di atas, kecerewetan istri justru dipandang sebagai perilaku yang menguntungkan keluarga. Apa saja keuntungannya?

Istri yang cerewet adalah istri yang memperhatikan suami. Maka, bilamana suami mendengar kata-kata:

"baju dan celana tidak matching, jangan terlalu banyak merokok, pulangnya, kok, malam-malam terus, sms dari siapa, teleponan dengan siapa, dan sebagaina" dipandang sebagai bentuk perhatian istri.

Istri yang cerewet adalah istri terbuka. Apapun yang bergejolak dalam hati dan pikiran istri, akan dikeluarkannya. Ia tidak menyimpannya. Bagaimana jadinya jika istri selalu diam, segala persoalan dipendamnnya sendiri? Komunikasi dalam keluarga jadi beku, bahkan berisiko pada kesehatan diri sendiri.

Istri cerewet menciptakan suasana keluarga yang hidup. Cerewet membuat keluarga menjadi ceria. Bayangkan kalau sehari saja istri tidak ada di rumah, keluarga terasa sepi.

Akhirnya, marilah kita menyikapi hidup dengan bijaksana. Alangkah harmonisnya keluarga jika suami-istri menerima pasangannya apa adanya, dan mem-positifkan kelemahan masing-masing. Alangkah bahagianya jika istri yang cerewet dihayati sebagai berkah dari Yang Maha Kuasa untuk mendewasakan diri.

Semoga bermanfaat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun