Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ramadhan Pohan Tersangka, Lagi-Lagi Demokrat

21 Juli 2016   19:47 Diperbarui: 21 Juli 2016   20:11 826
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik beaya tinggi makin terbukti. Salah satu kandidat calon walikota kota Medan ditangkap polisi karena dilaporkan timsesnya mengemplang utang. Biasa timses biasanya adalah pemodal yang menyediakan dana di depan untuk akomodasi selama kampanye pemililihan pilkada. Apa yang bisa kita tarik ialah:

Pertama, beaya tinggi, potensi mencari kembalian kala menang potensial maling. Tidak heran banyak pemimpin daerah yang bermuara ke penjara, pembangunan terbengkalai, dan kelucuan demi kelucuan tercipta di dalam demokrasi Indonesia. Maling anggaran menjadi juruss paling ampuh untuk mencari balik modal.

Kedua,timses yang menggelontorkan dana dengan dalih utang piutang diawal, apakah itu semua gratis? Bisa saja satu dua, namun yang lainnya? Potensi maling dan kolusi menjadi besar dengan model demikian.  Kembalikan bantuan dengan bunga tinggi yang bisa saja dengan tinggal tunjuk proyek dan apa  yang dimaui di daerah itu. Korban jelas saja adalah rakyat dan bangsa ini yang hanya memberi makan pengusaha dan penguasa tamak.

Ketiga, kisruh antara timses dan calon pimpinan daerah ini tidak akan muncul kalau menang. Muncul karena kalah dan bisa saja kita berpikir buruk, praduga bersalah, bagaimana jika semua calon baik yang menang dan kalah itu begitu, hasilnya adalah pimpinan karena uang. Demokrasi akal-akalan dan bayaran yang menang. Hal ini satu kasus yang mewakili warna demokrasi kita. Ujungnya adalah pimpinan daerah yang tersandera kepentingan, siapa lagi kalau bukan pemodal ini.

Keempat, konstitusi, konstituen, dan modal itu bagi pelaku demokrasi akal-akalan menjadi terbalik-balik. Melanggar konstitusi demi konstituen suka dengan modal utang, dan akhirnya ramai. Tidak heran orang yang tidak dikenal reputasinya di birokrasi, politik, kepemimpinan, dan kiprahnya di masyarakat, bisa menjadi pimpinan, siapa di baliknya, cukong model begini ini.

Kelima, pemodal dan cukung itu tidak salah, namanya usaha, namun tentu harus ada etika. Peristiwa ini diperkuat dengan persidangan penyuap di perda reklamasi yang menyatakan ada dana untuk salah satu calon yang juga sudah ada di tahanan KPK. Kembali lagi bagaimana jadinya raperda, UU, dan segala peraturan kalau motivasinya bayaran demi diri sendiri dan kelompok?

Keenam, lagi-lagi Demokrat. Salah satu kader yang belum terjerat maling uang rakyat eh ngemplang utang. Apakah ini gaya hidup berpartai Demokrat? Hal yang sangat penting untuk dewan dan pemerintah bersama penyelenggara pemilu, (KPU, Bawaslu, dan lainnya) mengawal adanya UU Pembuktian terbalik bagi penyelenggara negara.

Apa yang perlu dilakukan?

Satu. Mendapatkan formula yang paling pas bagi pemilu termasuk pemilu kada untuk menjamin tidak ada politik uang. Meminimalkan politik mahal dan politik uang sehingga terlahir pemimpin jujur, dapat dipercaya, dan mengabdi dengan tulus.

Dua,pendidikan dan peran agama untuk memberikan pemahaman pendidikan baik intelektual ataupun spiritual untuk memiliki kepribadian yang tidak mengedepankan kuasa dan materi namun kualitas diri salah satunya malu untuk maling uang rakyat.

Tiga, boikot maling untuk jadi apapun, baik pimpinan daerah ataupun dewan. Dari mana pembuktiannya? Uang yang mereka miliki, memang dari usaha benar-benar atau hanya main kayu dan ngemplang sana-sini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun