Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Irrasionalitas Pilkada DKI

17 April 2017   22:35 Diperbarui: 17 April 2017   22:44 1269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Entah mengapa sedemikian heboh hanya karena pilkada DKI. Bisa karena faktor Ahoknya, meski sejak awal saya tidak yakin akan kekristenan dan kechinaannya, namun soal tidak mau komprominya, atau karena ibukota negara, atau karena Indonesia mini di sana, atau bisa juga karena anggaran belanjanya yang sangat besar. Semua bisa ada ketersalingan, sehingga bisa sangat heboh hingga ada irrasional di sana.

Jauh sebelum pilkada terjadi, hiruk pikuk di mana lahir parpol versus non parpol, parpol yang berseteru hebat pun bisa bersatu, meskipun langsung diam seribu bahasa usai ketum masing-masing ketok palu dan membuat keputusan. Kuasa ketum jauh lebih besar daripada dinamika apapun di dalam partai.

Orang mati masih memiliki hak politik. Jangan sensi, tapi renungkan dulu, bagaimana mayat bisa ditolak untuk diberi penghormatan secara layak sebagaimana tuntutan agama. Mana ada coba orang meninggal masih punya hak politik, atau ini gaya baru, jika masih hidup baiklah masih bisa diterima akal. Coba di dalam DPT ada orang yang sudah meninggal ramai tidak?

Musuh bebuyutan bisa menjadi sahabat karib dan berpelukan mesra. Hal ini tidak usah menyebut nama atau kelompok, namun banyak yang menyajikan hal demikian. Yang dulunya mengatakan ini buruk bisa menjadi baik dan sebaliknya. Karena kursi dan kuasa, bisa mengubah semua hal.

Pesta politik kog lebih kuat agamanya. Apapun agamanya eh semua seolah terlibat di dalamnya. Agama dijadikan komoditi tidak ada yang lebih besar daripada pilkada DKI. Berlomba-lomba mengiklankan diri agama ini dukung ini, tokoh ini dukung itu, coba mereka mau bertanggung jawab jika umat yang mengekor ikut juga disesatkan? Pemuka agama memiliki tanggung jawab yang berat pada ranah ini. Jika baik dan diikuti tidak soal, namun jika pilihan politiknya salah?

Jakarta hingga Suriah. Entah mengapa hingga pelosok negeri mengikuti keriuahan Jakarta, betapa hebatnya Jakarta coba, hingga luar negeri pun tahu ada peristiwa ini. Pilkada ini  biasa, wajar, semua melakukan, namun mengapa hingga sebegitu luar biasa hebohnya.

Tiba-tiba jadi religius, bukan hanya soal pakaian para kandidat, baik yang lolos ataupun yang tidak, namun proses panjang, ada kegiatan ini itu dengan tempat dan agenda keagamaan. Klaim jutaan orang yang melakukan ibadah bareng. Luar biasa indah dan membahagiakan sebenarnya jika memang tulus dan memang ibadah, mirisnya, ibadah politik yang malah menodai ibadah itu sendiri sejatinya.

Tiba-tiba banyak pakar. Jadi pakar IT, pakar agama, pakar politik, pakar sosiologi, dan semuanya menjadi kacau balau karena malah melakukan apa yang bukan bidang yang ia kuasai dengan baik. Akhirnya kekacauan demi kekacauan. Ada kapal masuk ke jalan raya, pesawat jalan di sungai, dan truk di angkasa. Coba bayangkan apa jadinya?

Ada orang ibadah diusir, coba mana ada orang beribadah di tempatnya, diusir, ini bukan soal politiknya, namun soal kepantasan dan etis normatif, bagaimana coba orang sedang memuja Tuhannya malah diusir. Jika salah tempat masih bisa diterima akal sehat lha ini?

Ada "pengawasan" mandiri dengan agenda yang susah untuk diterima itu membawa damai karena pergerakan massa yang sangat besar. dalih mengawasi, mengawal, dan sejenisnya, mengapa kali ini saja? Jika seperti itu, tidak ditunggangi, bagus dan patut diapresiasi.

Mengapa demikian?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun