5 Implikasi Pencapresan Anies Baswedan oleh Nasdem
Menarik, Nasdem berani menjadikan Anies Baswedan sebagai capres, sebelum lengser sebagai gubernur. Kepastian status Anies Baswedan usai menjadi gubernur di DKI sangat riskan. Berkali ulang dipanggil KPK, rekam jejaknya dalam mengelola keuangan provinsi dan juga kinerjanya sebagai kepala daerah sangat potensial menjadi urusan KPK, kejaksaan, atau bareskrim.
Dulu, menjelang pilpres 2009, Nasdem juga menjadi pendahulu untuk  mengusung Jokowi sebagai kandidat presiden, akhirnya PDI-P pun ikut serta. Rekam jejak kepemimpinan dan karakter Jokowi sudah teruji di Solo, Jakarta, dan memang sangat moncer, tidak dicari-cari, memang demikian adanya.
Kini, berkebalikan.  Prestasi Anies Baswedan sama sekali  tidak menjanjikan. Hanya retorika, omong gede, dan pencitraan yang sangat usang karena pengulangan.  Jenuh hanya pembicaraan ala media sosial tanpa aksi nyata. Politik cemar asal tenar sangat tidak laku. Model demikian tidak menjadi penarik bagi partai lain untuk ikut mengusung.
Beberapa hal sangat menarik dicermati.
Sudah ada Prabowo dan kini Anies Baswedan yang memiliki kendaraan. Sangat mungkin mereka ini tidak ada dalam satu gerbong.  Mereka akan berhadapan. Memilih keduanya sama juga tidak memilih, sama-sama buruk.  Ini implikasi pertama, ada alternatif gerbong PDI-P dengan kursinya sendiri dan beberapa partai yang tentu tidak sejalan dengan  kedua kandidat ini sangat wajar.
Kedua, Nasdem tidak cukup mampu mengusung sendirian. Â Minimal mereka harus menggandeng dua partai, yang paling mungkin adalah PKS dan Demokrat. Tiga partai ini kelihatannya cukup membawa pasangan sendiri, dengan formasi duet Anies-AH tentu saja.
Ketiga, potensi bahaya tudingan kriminalisasi jika KPK atau pihak lain, Kejaksaan Agung atau Bareskrim mengusut keadaan Jakarta. Politis sangat kental, karena sudah ada dukungan politik seperti ini. Pun Demokrat juga sudah   menyatakannya dengan sangat gamblang, akan ada upaya menjegal Anies nyapres.
Ribetnya Indonesia adalah  penyelesaian hukum selalu terkendala politik dan bahkan agama ikut-ikutan. Ini yang membuat keadaan tidak semakin baik, malah buruk.  Pemimpin maling berkedok agamis dan politis aman-aman saja. Lagi-lagi rakyat hanya menjadi kambing congek di hadapan politikus.
Keempat. Fakta bahwa politikus itu orientasinya kekuasaan, bukan soal nasionalisme, negarawan, ataupun prestasi. Mereka pokoknya tenar, bisa dipoles, bisa diarahkan, akan seperti apapun mereka lakukan. Pokoknya menang. Â Cek saja bagaimana nama Anies Baswedan dikenal publik bisa dilihat melalui mesin pencari di internet.