Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Rendang Babi, Perjuangan UMKM ala Kominfo, Dirusak Politikus

12 Juni 2022   17:45 Diperbarui: 12 Juni 2022   17:46 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
rendang babi:suara.com

Pelaku, politikus minim prestasi selain sensasi. Apa sih kontribusi mereka ini, para penyinyir Senayan ini. Tidak yakin mereka mampu bergerak dan menghasilkan inovasi sekeren warung ini. Faktanya jadi  DPR juga hanya bicara sensasional tanpa isi kalau mau jujur.

Literasi digital memang masih jauh dari harapan. Padahal Kominfo, Johnny Plate menyatakan, bahwa mendesak literasi digital itu di tengah bangsa yang sangat besar selaku pasar, jangan hanya menjadi pengguna atau konsumen saja. Perlu beralih menjadi produsen dan sekaligus agen perubahan. Nah, malah politis nirprestasi ini menghajar demi pansos menunggangi apa yang bisa dijadikan tumpangan.

Salah satu keprihatinan literasi digital adalah hoax, eh malah sekaliber anggota, bahkan pernah jadi pimpinan dewan pun menggunakan hal ini. Ruang digital yang seharusnya bersih dan positif menjadi ajang caci maki, fitnah, pembiasan opini dan pendapat publik.

Suka atau tidak, bangsa ini sangat minim baca, emosional lebh dikedepankan, bagaimana tidak pernyataan, Agama Islam, adalah agamanya, Salah, pemain Liverpool, begitu saja sudah sewot, ngamuk, dan mencaci maki. Padahal sama sekali tidak ada unsur yang salah selain otaknya.

Sama juga dengan pernyataan ini, pria Sunda tidak boleh menikah dengan lelaki Jawa. Barisan ngamukan sudah pasang kuda-kuda dan urat syaraf. Dalil agama menguar, tanpa paham maksud dasarnya. Laki-laki dan pria kan sama.

Gairah beragama yang keliru. Masih seputar ritual, menuding dan menghakimi. Bagaimana ini pun meriah oleh tokoh-tokohnya demikian. Lihat saja media sosial bangsa ini, begitu banyak orang berkotbah, mengajari agama pada ruang publik, yang ia sendiri hanya paham karena youtube atau google semata.

Tayangan baju perempuan terbuka sedikit sudah kotbah, menyitir ayat-ayat suci, dan aneka bentuk kutukan dan caci maki. Padahal konteksnya di pantai, menyelam, dan sejenisnya. Bayangkan, bagaimana dunia digital kita penuh dengan kekisruhan yang seperti itu.

Penceramah agama bicara politik. Politikus menggunakan terminologi agama, akhirnya yang terjadi adalah orang buta menuntun orang buta. Sama-sama masuk jurang kebinasaan karena semua salah jalan. Miris, jika didiamkan saja.

Benar, kata almarhum Buya Syafei Maarif yang mengataka dunia media sosial, internet kita dikuasai orang tidak waras. Logika sesat, bengkok, separo benar, dan tidak logis pun merasa baik-baik saja.   Saatnya orang waras dan sehat bersikap dan berbuat, balas dengan konten waras yang mencerdaskan.

Jangan dikira hanya orang tidak berpendidikan, namun juga orang-orang bertitel demi kekuasaan dan juga sakit hati rela melacurkan otak dan kepandaian mereka demi uang. Ruang digital kita demikian adanya.

UMKM yang lagi beranjak bisa menjadi ciut kalau takut berkreasi. Ranah yang cukup berbeda dan jauh sebenarnya, ketika agama, politik juga masuk pada bidang kuliner.  Perlu kembali pada ranah masing-masing, sehingga tidak malah kacau balau tidak karuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun