Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hati-Hati Kebaikan Kita Bisa Menjadi Bumerang

27 Desember 2021   09:37 Diperbarui: 27 Desember 2021   09:40 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kejahatan. Sumber gambar: Mediaindonesia.com

Hati-hati Kebaikan Kita Bisa Menjadi Bumerang

Orang berbuat baik itu bisa juga menjadi masalah. Tentu bukan kemudian menjadikan kita enggan berbuat baik. Tetapi yang menjadi poin penting adalah kita menyadari bahwa kebaikan kita itu belum tentu akan mendatangkan kebaikan, karena begitu banyak predator di luar sana yang hendak memanfaatkan.

Sering kita mendengar orang terkena penipuan atau menjadi korban tindak pidana karena membantu orang di bandara, di mesin ATM, atau kotak-kotak amal yang berazas kebaikan, namun berujung pada dana terorisme.  Maksudnya itu baik, bagaimana orang membantu orang lain. Namun, bahwa apa yang kita niatkan baik itu belum tentu mendapatkan respon yang sama dari pihak lain.

Kesempatan dalam kesempitan sering menjadi biang kerok di negeri ini. Mengorbankan orang lain itu seolah hal yang lumrah. Memilukan. Majikan-buruh, atasan bawahan, dosen/guru-mahasiswa/siswa, dan relasi kuasa yang sering menjadi penyebab masalah. kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan sepihak dengan menjadi pihak lain sebagai obyek penderita.

Seolah baik-baik saja, dengan perilaku di depan media, di muka umum alim, baik, halus, dan seolah berbudi luhur.  Tidak menutup kemungkinan juga dengan perilaku perusahaan, mau plat merah atau plat kuning sama saja.

Relasi kuasa yang tidak sepadan sangat mungkin menjadikan keadaan lebih buruk. Hanya sebuah slogan maaf sarkas, ketika bicara pelanggan, pembeli adalah raja. Lihat saja perilaku di mana-mana, di negeri ini, posisi yang seharusnya setara, kalau tidak mau lebih malah terbalik.

Konsumen sering diperlakukan bak pengemis, ketika ada kesalahan. Tetapi kalau yang salah pihak perusahaan, hanya minta maaf, kadang malah tidak ada sama sekali. Pendekatan kekuasaan.  Model relasi feodalisme. Pihak satu pasti benar dan kudu menang.  Sisi lain pasti salah dan harus tunduk.

Pelayanan dan penyedia jasa era modern tidak selayaknya demikian. Pelanggan, konsumen, pembeli adalah raja. Artinya, pelayanan terbaik, prima, dan tepercaya untuk nasabah, bukan malah sebaliknya. Sekecil apapun tabungan, simpanan nasabah itu harus dihormati, diperhatikan sama dengan nasabah yang beruang sangat gede.

Apakah hal ini sudah terjadi? Saya kira belum sama sekali. Lihat saja perlakuan pada nasabah kakap, kadang juga ngemplangnya jumbo juga padahal.  Sikap pada nasabah receh sangat jauh berbeda. Padahal apa bedanya coba, menabung sedikit tapi tidak ngemplang atau banyak tapi juga potensi macet dan lari juga gede?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun