Riset itu memang perlu terus menerus, fokus pada keahlian masing-masing. Lihat saja China bisa menangani pandemi, menghasilkan vaksin, dan rumah sakit sementara yang sangat sederhana, efisien, dan efektif, setahun saja ada perubahan yang sangat banyak, besar, dan mendasar.
Tabiat kita bicara hanya satu soal  tetapi tidak mendasar dan tidak menccari solusi. Ribut jumlah test, ribut vaksin dari mana, gratis atau tidak, dan boleh atau tidak oleh agama. Tetapi tidak pernah bicara menemukan vaksin, dan menanggulangi kekurangan kamar. Sama juga kalau banjir, menuding sana-sini, pas kemarau ganti memaki sana-sini karena kekeringan dan kebakaran lahan.
Belajar ke China, ahli konstruksi juga ikut kerja keras menemukan trik membangun rumah sakit sementara dengan segera. Ahli vaksin mencoba riset dan berhasil untuk dunia. Persembahan kelas dunia, Â memang sih kita persembahannya kelas akhirat.
Masalah perawatan. Lagi-lagi tabiat jelek bangsa ini. Sederhana, kotak pemilu itu, dulunya berbahan yang awet dan bisa dilakukan berulang. Kini sudah banyak yang hilang, rusak, dan tidak tahu rimbanya. Ganti dengan kardus. Kan khawatirnya nanti pas mau digunakan rumah bongkar pasang ini telah hilang atau malah dipakai pribadi. Perawatan sama juga dengan evaluasi, buruk.
Merasa memilikinya salah. Biasa menyimpan untuk sendiri, bukan merasa bahwa itu harus dipelihara baik-baik. Lihat saja cara-cara kerja ekspedisi, pernah ada tayangan yang melempar-lemparkan barang, merasa bukan miliknya, padahal ia dibayar untuk mengantar itu secara utuh, baik, dan masih seperti ketika dikirim bukan?
Peristiwa, khususnya bencana seharusnya membuat kita belajar. Sayang hanya ribut mencari benar dan kadang malah menjadi panggung politis bagi sebagian pihak. Hal ini juga dilakukan top dan elit negeri, miris sebenarnya. Anugerah Tuhan yang disia-siakan. Terlalu banyak tukang ndelok, kendel alok, hanya melihat tanpa berbuat.
Terima kasih dan salam