Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Pancasila

1 Oktober 2020   22:01 Diperbarui: 1 Oktober 2020   22:06 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lihat orang beribadah bisa diteriaki dengan alat pengeras suara, digerudug. Mirisnya pada sisi yang gede, bisa beribadah dengan menutup jalan, malah di jalanan.

Tempat umum seolah milik karena merasa paling gede. Ini masalah krusial yang perlu disadari dengan kepala dingin, mirisnya malah kadang disikapi dengan panas membara dan ujungnya boleh ditumpahkan darahnya. Masalah gede yang sering dianggap sepele.

Ada penusukan bagi pegiat agama terkenal, oleh orang yang beragama sama, eh narasi berkembang kata berbeda agama. Agama masih diseret-seret seperti tanah kapling yang ditawarkan calo ngaco. 

Saya tidak setuju dengan pengasong agama.  Pengasong pekerjaan mulia, yang mau susah payah berpanas-panasan berjualan. Calo kadang hanya membual dan cari untung sana sini.

Nah ini, miri calo ini, bukan pengasong. Mereka pelaku cari untung semata. Hampir semua pola pendekatan berbangsa kita adalah calo. Mau ekonomi, jelas bisnis mencari untung, apalagi politik, eh agama pun demikian adanya.

Mana ada ketua majelis keagamaan tingkat kecamatan menghina wakil presiden yang disetarakan dengan artis video porno. Ini sudah keterlaluan. Perbedaan pandangan politik, jangan sampai menjadi penghinaan kemanusiaan. Pemuka agama lagi.

Masalah ultrakanan sangat genting, karena mereka bisa menggunakan agama, demokrasi, sosial, ekonomi, dan keamanan sebagai tameng dan kedok perilaku mereka. 

Lihat saja bagaimana para petinggi  agama yang bisa seenaknya menghina pejabat negara, agama lain, atau pemuka agama lain, persekusi, dan kemudian dengan mudah meminta maaf dengan dasar selembar meterai semata.

Perilaku ugal-ugalan dan ketika ada penegakan hukum, mereka akan berdalih kan negara demokrasi. Miris kala demokrasi diartikan sebebas-bebasnya semata. 

Abai akan etika dan sikap bertanggung jawab.  Bebas berpedapat, tetapi juga berani bertanggung jawab ketika kebebasannya itu ternyata melanggar kebebasan pihak lain, ini satu paket.

Munafik dan standart ganda di dalam beragama. Khas kanak-kanak, maunya ngerecokin pihak lain, namun dirinya merasa paling baik dan benar. Hal-hal ini adalah penyakit hidup beragama dan hidup bersama, perlu kesadaran untuk bisa memperbaiki hidup bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun