Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Urgensi Pancasila

1 Oktober 2020   22:01 Diperbarui: 1 Oktober 2020   22:06 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Urgensi Pancasila

Kesaktian Pancasila bisa dimaknai sebagai bahasa propaganda sepihak ala Orba. Pendapat ribadi bukan kampanye untuk publik. Mengapa demikian? Karena satu rangkaian dengan peristiwa sehari sebelumnya, 30 S, ketika itu adalah PKI sebagai dalang atau pelaku.

Toh, kini hiruk pikuk pembicaraan mengenai kelucuan film G-30 S dengan segala narasinya. Anehnya ada pula yang merasa harus ditonton bahkan seolah yang tidak mau menonton dianggap PKI itu sendiri. 

Sudah berbuih mengatakan, menulis, menyatakan pendapat, komunisme adalah ideologi yang sudah sekarat, ambang maut.  Segelintir pihak saja yang meributkan kebangkitan PKI. Toh lebih cenderung yang menggaungkan itu orang atau kelompok yang itu lagi-itu lagi.

Ultrakiri sebagai representasi komunis dan sosialis, sudah punah tidak bersisa. Tetapi jangan salah, ultrakanan yang berbasis agama, masih demikian masif, malah semakin menggejala. Mereka jangan dianggap remeh, malah  bisa ke mana-mana.

Ultrakanan yang mendapatkan angin surga karena kepentingan ala Orba sekian dasa warsa, awalnya direpresi dan kemudian dimanfaatkan. Jangan salah, Soeharto orang yang licin bak belut, semua aset yang bisa dimanfaatkan ya digunakan, demi keuntungan sendiri. Model ini ternyata digunakan oleh presiden militer yang sama.

Keyakinan satu musuh terlalu banyak, membuatnya memilih toleran dan bahkan permisif bagi aksi ideologis yang sangat jauh melenceng, ala HTI yang dilarang di mana-mana, malah di sini bisa deklarasi di depan mata lagi. 

Sekian lama menyusup sana sini, berkelindan dengan sangat manis di mana-mana, ketika mau ada pembersihan, mana dulu yang mau disapu? Bingung, pernyataan elit ya hanya normatif.

Mendagri Tito yang pejuang lapangan melawan terorisme, kini juga kewalahan. Hanya berkali-kali mengatakan mau membersihkan ASN dari pemilik ideologi lain, toh belum mampu memberikan bukti dan fakta. Pernyataan yang diulang-ulang, toh masih sama saja. 

Bagaimana FPI dan HTI masih bisa merajalela, padahal izinnya sudah tidak ada, ormas ilegal serasa raja di raja ormas. Mirip-mirip dengan rokok, sudah  dinyatakan ini dan itu, toh masih juga berseliweran dengan bebas.

Baru saja terjadi provokasi dengan mengotori Kitab Suci dan sebuah tempat ibadah, pelaku dan yang dikotori sama, seagama, atau kades melarang ibadah di rumah dengan seenaknya, karena tafsir semaunya sendiri, atau begitu tidak mudahnya beribadah bagi penganut agama yang relatif kecil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun