Kemarin Jokowi seolah tiba-tiba memberikan sebuah kejutan mengenai betapa banyak hasil riset anak negeri bagi penanganan pandemi ini. Apa yang dilakukannya tentu tidak berkaitan dengan apa yang JK lakukan sebelumnya, di mana ia mengatakan mbok berinovasi bukan hanya sedikit-sedikit minta China. Hal yang lucu, miris, dan maaf seolah lepas konteks, kecuali semata karena panggung politik saja.
Keberadaan Jusuf Kalla yang jelas lebih senior, ketua umum partai sangat besar dan lama berkuasa sekelas Golkar lho, eh kalah oleh Jokowi yang bukan siapa-siapa. Jauh reputasinya, pengusaha ataupun dalam ranah politik. Toh bukan penghalang ketika pilpres hanya menjadi pendamping dan lagi-lagi RI-2 bukan RI-1. Mengapa?
Pertama, Jokowi konsisten di dalam kerja. Walikota sudah ia jalani dengan baik dan terlihat. Kerja bukan semata politik yang tidak terlihat dengan mata telanjang. Kemajuan demi kemajuan tercapai, pun di Jakarta meskipun masih cukup singkat, toh terlihat perubahan yang tampak dengan mata telanjang.
Peran JK yang lebih dominan politis itu tidak terbaca dengan kasat mata. Menteri pernah, wapres pun juga telah ia jalani. Catatan emas atas itu kalah dan harus rela kembali menjadi waki dari orang yang pernah ia katakan akan hancur. Â Perbedaan mencolok, ketika kerja politik dan pengabdian.
Kedua, konsistensi. JK lebih cenderung cepat dan asal tenar. Dua kali menjadi wapres tanpa bisa memberikan kontribusi bagi dirinya untuk dipercaya rakyat sebagai pemilih untuk menjadi capres pada masa mendatang.Â
Lihat bagaimana Jokowi atau ada Risma yang selalu menyuat namanya ketika ada gelaran? Mengapa? Karena rakyat haus pejabat yang mau bekerja dan memberikan bukti bukan semata-mata tenar politis semata.
Belum pernah ada pernyataan atau desakan untuk JK menjadi ini dan itu. Upaya sendiri yang lebih kuat, termasuk ketika menjadi capres penantang SBY dan juga mau menjadi tandem Jokowi dengan mencaari celah hukum soal jabatan dua periode.
Ketiga, sebagai senior baik politik atau bisnis, visi JK masih terlalu sempit. Ketika pemerintahan Jokowi malah berhasil membawa gagasan bagi Amerika Serikat untuk memindahkan usanya dari China ke Indonesia.Â
Ini kemenangan di antar dua raksasa yang sangat strategis. Posisi Indonesia itu disukai sekaligus disegani dua "musuh" dalam selimut raksasa ekonomi dunia. Amerika yang mulai pudar dan China yang akan moncer.
Keempat, dengan mengatakan dikit-dikit minta China, ada indikasi meniupkan bara permusuhan, termasuk dengan penolakan TKA yang beberapa waktu lalu memanas. Memainkan peran di antara dua negara gede itu harus cerdik. Jangan sampai malah menjadikan Indonesia tersandera karena memilih satu dan mengabaikan yang lain. Ketika bisa mendapatkan keuntungan dari keduanya mengapa tidak?