Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Di Balik Wacana Kepulangan Rizieq Shihab

27 Maret 2020   20:29 Diperbarui: 27 Maret 2020   20:45 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di Balik Kepulangan Rizieq Shihab

Tiba-tiba pembicaraan Rizieq Shihab kembali menghangat. Dua peristiwa berturut yang menyumbang ingatan dan hangatnya perbincangan bos besar FPI ini. Pertama mengenai himbauan untuk menjaga diri dari corona, sehingga dilarang mencari sumbangan di lampu-lampu merah.

Kedua, permintaan dari Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia untuk menjemput jemaah umroh yang overstay. Pengampunan atas keberadaan tinggal yang sudah kelamaan bagi jemaah, namun banyak pertanyaan apakah juga termasuk Rizieq Shihab. Sangat wajar lah, karena hampir dua tahun sudah hangus izin tinggalnya. Dendanya sangat besar. Dan itu siapa yang akan menanggung.

Cukup menarik, jika mencermati keberadaan kisah ini. bagaimana Rizieq Shihab tiba-tiba mengaku umroh dan sampai bertahun-tahun tidak kembali. Namun suara keras, lantang, dan kadang lancang masih sering terdengar.

Nah berkaitan dengan covid-19 kemarin, apakah ini menujukkan kebenaran bagaimana cara hidup kelompok ini, FPI yang menggunakan jalanan sebagai medan mencari uang, dengan menggunakan solidaritas ini dan itu sebagai kedok? Ini kesleo lidah, atau karena saking perhatian pada anak buah sehingga mengaku? Ah biar saja demikian.

Perihal kedua, apakah RS ikut dijemput menjadi penting. Karena spekulasi panjang terjadi, dan isu akan datang, penyambutan, dan pernah juga wacana penjemputan oleh capres tertentu pernah menjadi jargon kampanye.

Apa masalahnya kira-kira. Dengan otoritas Arab Saudi kemungkinan kecil. Hanya soal denda karena tinggal terlalu lama dan itu bukan perkara berat. Hanya soal uang. Dan ini berkaitan dengan beberapa hal pula.

Siapa yang membeayai kehidupannya di sana selama ini? Sebelum pilpres, kaum oposan sering dengan bangga memperlihatkan photo kunjungan mereka. Ada Prabowo, Zon, dan lain-lain. Ini pula yang menjadi bahan kampanye yang ternyata tidak berguna.

Usai pilpres dan kondisi berbalik keadaan. Sangat jarang ada pemberitaan kunjungan dari sini. Hanya kalau tidak salah hanya Fahiri Idris. Nah dari kedatangan inilah kemungkinan uang dan jaminan hidup selama ini. Sangat mungkin. Berbeda ketika membayarkan denda kepada pemerintah KSA.

Jika ada masalah di dalam negeri. Itu adalah ranah sangat pribadi. Ada dua kemungkinan, pertama, malu karena masalah chat mesum. Meskipun sudah dihentikan, toh bukan barang mati. Bisa saja setiap saat dibuka lagi.

Malu dong, kredibilitasnya hancur lebur, malu, dan mau ditaroh di mana coba. Berbeda jika kasus menghina kepala negara, makar, atau aksi lainnya. Itu jawara, bisa dijadikan kebanggaan. Tahanan politik. Sekelas Bung Karno. Lha Pak Harto, Gus Dur, dan Jokowi saja tidak pernah mengalami yang demikian. Levelnya Gandi atau Mandela. Gede bukan ecek-ecek jika sekelas mesum.

Kedua, kemungkinannya adalah wanprestasi pada siapa yang dulu pernah memenjarakannya. Ingat ia pernah masuk bui. Jadi teriakannya menuding Jokowi hanya sebuah kamuflase menutupi keadaan yang sesungguhnya. Mengapa?

Ia tahu persis, Jokowi itu orang Solo, Jawa banget, yang tidak akan pernah membuka mulutnya untuk menyacat orang. Meskipun itu harus menerima hujatan sekalipun. Hal yang sama berlaku dengan nyaris identik. Ada satu gubernur, dan manta menteri. Keduanya pecatan semua. Toh Jokowi diam saja. Tidak membuka satu katapun yang sebenarnya bisa membungkam mereka.

Kondisi ini berbeda, dengan pihak yang diduga telah ia kecewakan. Mengapa? Berbeda pendekatan, penyelesaian, dan dalam berkomunikasi. Sangat malu dan itu merendahkan kredibilitasnya. Ini soal nama besar.

Kondisi politik yang tidak memerlukan aksi massa. Akan berbeda jika memerlukan mobilisasi massa, keberadaan RS strategis. Keadaan yang ada tidak memperlihatkan kemendesakan keberadaannya. Jika memang memerlukan, uang denda akan bisa diupayakan banyak orang kaya yang sekiranya mendapatkan banyak manfaat.

Orang yang uangnya tidak berseri namun memiliki kepentingan tidak akan kurang. Di Indonesia sangat banyak. Hanya saja saat ini kondisi berbeda. Tidak ada yang mau mengeluarkan uang untuk memulangkan RS. Jauh lebih enak tetap dekat dengan pemerintah. Kini tekanan bukan dengan massa, yang biasanya memang ahlinya adalah RS.

Berkali-kali upaya memanaskan suasana dengan tema yang mereka sukai gagal. Gayung tidak bersambut. Ini yang membuat orang-orang kaya alias sponsor RS tidak lagi royal untuk membawanya pulang. Teriakan dari padang pasir juga selalu gagal. Semua itu soal kepentingan. Ketika tidak menguntungkan ya sudah.

Jadi jangan harap RS akan pulang dalam waktu dekat ini. Perihal malu yang susah ia lepaskan tentu menjadi pertimbangan. Penindakan hukum yang sangat mungkin  bisa terjadi dan itu tidak cukup membanggakan.

Atau pihak yang dikecewakan itu bisa berbuat untuk membawanya juga ke bui. Pilihan tidak enak bukan?  Apalagi soal penjemputan, harapan yang sia-sia karena memang tidak masuk dalam kualifikasi itu. Paling mungkin empat tahun lagi, itu bisa juga tidak, karena politik identitas makin jauh dari bumi ini.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun