Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pansoskah PGRI dan KPAI?

26 Februari 2020   21:00 Diperbarui: 26 Februari 2020   20:58 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tragedi penyusuran sungai oleh anggota Pramuka SMP N Turi masih membawa kisah. Usai KPAI mengusik justru Pramukanya, kini PGRI menyoal guru yang digunduli oleh polisi. 

Ada lompatan pemikiran dan menjadi persoalan, jika itu seolah-olah menjadi tabiat, apalagi budaya berbangsa. Sayang bangsa ini  banyak pengelolanya tidak jernih dalam bersikap.

KPAI menyoal Pramuka.

Jelas lompatan yang sangat jauh. Masalah adalah pembina Pramuka yang gagal dalam menyikapi  cuaca, sudah ada peringatan yang diabaikan, dan akhirnya timbul kecelakaan. Artinya bukan Pramuka atau keputusan Menterinya untuk menjadikan Pramuka sebagai sebuah ekstrakurikuler wajib. Pramukanya tidak salah, kegiatannya baik-baik saja, kebetulan ada pembina yang salah dalam melakukan kegiatan.

Sama saja istilah lama, mengusir tikus dengan membakar lumbung. Lha apa salahnya lumbungnya, mengapa tidak membersihkan atau mencari tikusnya?  Ini lompatan-lompatan penyelesaian masalah, yang malah justru kadang menambah persoalan di kemudian hari.

Bagaimana pernyataan kementrian dulu, ketika menjadikan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib, di mana persoalan karakter anak dan nasionalisme berbangsa yang mau ditekankan dengan kegiatan Pramuka ini. Dan memang demikian adanya, Pramuka bisa menjadi jembatan yang menjanjikan dalam menegakan karakter dan juga jiwa nasionalisme.

Kadang bisa terjadi, bahwa pembina Pramuka itu ala kadar. Ini ada dua yang bisa menyelesaikan. Kampus keguruan memberikan pelatihan hingga KMD sekaligus ketika kuliah. Wajib unit kegiatan kemahasiswaan Pramuka. Dengan demikian benar-benar calon guru memiliki ketrampilan Pramuka yang cukup memadai.

Jika guru sudah senior atau kampusnya dulu tidak memberikan pelatihan itu, sekolah bisa memberikan kesempatan guru untuk ikut KMD. Bisa mengurus dengan kwartir terdekat. Apalagi jika sekolah menyelenggarakan sendiri untuk seluruh guru dan tenaga kependidikan. Ini jelas lebih baik dan benar, dari pada mengusulkan peninjauan Pramuka sebagai ekstrakurikuler wajib.

Malah menjadi sebuah tanda tanya, ada apa KPAI seolah "ngerocokin" pembinaan usia dini. Djarum dengan bulutangkisnya disoal. Renang dengan menebar kecemasan bisa bunting seperti lumba-lumba jika barengan lawan jenis. Pramuka ini pun menjadi aneh pernyataannya.

Guru Tersangka Gundul

Guru menjadi tersangka, atau malah guru menjadi korban baik oleh murid, orang tua murid, bahkan pelecehan di sinetron-sinetron, mana suaranya. Mengapa karena digunduli kemudian menyatakan pendapat yang demikian keras, merasa marah dan terhina? Memang ini bukan pernyataan resmi, namun dikeluarkan oleh akun resmi, berarti memiliki kekuatan yang cukup.

"Ancaman" cukup serius, meskipun sudah dicabut dan ini adalah yang terakhir. Ke mana saja selama ini? Tuh ada guru ketakutan terhadap Komnas HAM, hany untuk menegur anak yang tidak sopan? Ke mana PGRI? Pernyataan apalagi via media sosial cenderung berlebihan.

Apakah karena tragedi ini viral dan mendapatkan banyak perhatian, kemudian PGRI merasa bisa mendapatkan panggung?  Lha sepanjang kejadian, hingga adanya tampilan para guru gundul juga diam-diam saja. Padahal di sanalah sebenarnya PGRI harus tetap hadir, bukan ketika keadaan seperti ini.

Benar bahwa polisi berlebihan dengan penggundulan ini. Toh banyak kasus juga tidak dengan menggunduli kepala. Jadi jika PGRI merasa terhina ya bisa dimengerti. Tetapi apa masalahnya sih dengan gundul. Toh botak juga tidak masalah. berbeda jika diplenthasi, memotong rambut ala kadar untuk mempermalukan.  Sepakat bahwa polisi dinilai berlebihan sih, belum ada klarifikasi yang cukup jernih mengenai hal ini.

Namun dengan nada "mengancam" seolah-olah guru akan demo atau mogok, juga berlebihan. Tidak patut dan pada ranah yang sebenarnya. Kesalahan guru itu jelas kog. Bagaimana sikapnya yang mengabaikan peringatan warga. Ini kan fatal, seorang guru tidak bisa mendengarkan kata orang yang bermaksud baik.

Keberadaan mereka tidak ada di tengah-tengah siswa, kan miris ketika mereka panik, lha ternyata pembina ini jauh dari lokasi. Benar ada pembagian tugas, namun apa iya mampu mengawasi, menjaga, dan menjamin anak sebanyak 260 itu hanya beberapa orang. Berbeda jika anak usai SMA, ini SMP kelas 7 dan 8, masih terlalu berat untuk bisa mengatasi sungai yang tiba-tiba berarus deras. Belum lagi pakaian yang dikenakan, sangat tidak pas dengan kegiatan yang dilakukan. Ingat ini bukan menyoal agama.

Berkaca dan belajar dari dua peristiwa itu, kita sebagai bangsa ini tidak jarang riuh rendah dan ramai pada kasus yang memang mendapat atensi besar. Namun sayang, kadang abai berfikir lurus dan logis. Jatuh pada kebiasaan ikut riuh rendah dan menambah masalah bukan mengurai masalah.

Benar bahwa ada yang tidak pas. Protes, atau mengajukan keberatan dijamin UU, namun bisa dengan saluran resmi dan itu jauh kebih bermanfaat dan berdaya guna.

Tidak jarang juga hanya muncul pada saat-saat yang sekiranya mendapatkan keuntungan atau panggung.  Padahal dalam kasus yang lain, seharusnya mereka ada, hadir, dan menjadi penguat, malah tidak tampak sama sekali.

Jangan sampai memilah dan memilih demi mendapatkan panggung, bukan menjadi bagian yang menyelesaikan masalah. Persoalan pendidikan dan penegakan hukum itu banyak, tidak perlu diperparah dengan perilaku yang sesaat apalagi sesat.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun