Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

ICW Telah Kembali dalam Kasus Anies Baswedan

5 November 2019   18:33 Diperbarui: 5 November 2019   18:39 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

ICW Telah Kembali, dalam Kasus Anies Baswedan

Beberapa waktu cukup kaget dan merasa aneh, ketika ICW seolah menjadi begitu asing karena apa yang mereka tampilkan jauh dari apa yang selama ini mereka sajikan. Kegalakan mereka dalam menyikapi kasus dan isu korupsi melenyap dan malah seperti menjadi jubir dan jurkam sebagian pihak.

Apa yang mereka sajikan cenderung mendukung salah satu pihak dan menjadikan pihak lain seolah lawan dan menjadi bulan-bulanan.  LSM yang sangat gencar dan memiliki cukup reputasi selama ini, kehilangan roh dan jati diri mereka, dalam pandangan banyak pihak.

Selama ini sering pernyataan, hasil riset mereka menjadi rujukan, dan menjadi pedoman banyak pihak. Mengapa? Karena pola kerja dan pendekatan mereka yang paling depan untuk berani, berbeda, dan obyektif tentunya. Cukup disayangkan akhir-akhir ini malah cenderung melempem.

Dalam waktu dekat ini ketika mereka mendikte Menkopolhukam, dengan limitasi 100 hari harus mengeluarkan Perpu UU KPK yang baru. Mengapa saya memakai istilah mendikte? Jauh lebih legal, demokratis, dan negarawan, ketika mereka maju ke MK untuk uji materi mengenai UU KPK. Mengapa demikian?

Potensi membenturkan presiden dan DPR kemudian parpol sangat besar. Karena UU KPK dibicarakan mereka dengan lama dan itu tidak akan diterima begitu saja jika dipatahkan dengan perpu. Jauh bisa bertele-tele pula.

Keberadaan perlu mensyaratkan keadaan darurat. Darurat apa yang ada sekarang ini? Toh KPK berjalan relatif normal. UU yang ada pun belum juga berjalan sebagaimana mestinya. Masih ada upaya ke MK pula.

Keadaan gawat korupsi memang iya, namun tidak cukup berdasar, karena UU yang ada ataupun yang digantikan sama saja. Jelas lebih pas jika uji materi, bukan malah "memaksa" untuk mengeluarkan perpu.

Minimal beberapa hal yang selama ini riuh rendah dijadikan bahan penolakan adalah adanya Dewan Pengawas. Coba tunjukan satu saja lembaga tanpa pengawas! Lha aneh dan lucu malah mau kembali ke era Orba tanpa pengawasan, semua berjalan dalam kekangs satu orang. Presiden saja memiliki pengawas, tuh DPR. Soal mampu atau tidak, juga beda kasus.

MA  pun punya, Kejaksaan Agung juga punya, lha mengapa KPK mau berbeda? Logis tidak? Soal mekanisme itu masih bisa dibicarakan, masih ada kemungkinan yang lebih baik dan bisa lebih diterima semua pihak. Terlalu dini curiga, jika memang mau mengatasi korupsi.

Pegawai ikut UU ASN, lha iya, mosok seenaknya sendiri. Katanya independen, lha MA, MK semua pegawainya juga ASN, apakah pernah ada pertanyaan independensi mereka? Ini soal administrasi, bukan soal intimidasi dan intervensi. Ada lompatan logika. Toh banyak aktivis yang lebay menolak, tapi kemudian sadar dan balik arah soal status ASN ini, ternyata gede kritis lupa isi dan sadar kondisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun