Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY Belajarlah Berpolitik pada Puan dan Anies Baswedan Dulu

3 Oktober 2019   12:02 Diperbarui: 3 Oktober 2019   12:14 2926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

AHY Belajarlah Berpolitik pada Puan dan Anies Baswedan Dulu!

Pelantikan anggota dewan pusat periode 2019-2024 diwarnai aksi perang dingin ala Mega, kali ini terhadap Surya Paloh dan AHY. Cukup mengagetkan sebenarnya, beberapa waktu lalu, saat melayat Ibu Ani, Mega "baik-baik" saja bahkan terhadap SBY. Apalagi terhadap AHY, jelas tidak ada masalah, seperti momen Lebaran.

Apa yang terjadi di balik itu tentu elit paham dan tahu. Apa yang sangat mungkin adalah mengenai kabinet dan keberadaan Demokrat yang memang dipahami kalau Mega dan SBY pernah ada kisah politik yang sangat membekas bagi Megawati. Itu sudah lebih dari satu dasa warsa lampau.

AHY dan Politik

Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana drama AHY dan pilkada DKI. Ada momen di mana Lebaran kuda tampil menjadi santapan dan aroma politik, demi menyingkirkan jagoan sangat kuat waktu itu. Apa daya ada kandidat lain, si anak bawang penggembira misa merangsek dan akhirnya menang dan menjadi gubernur. Posisi AHY malah jadi penggembira.

Isu dan desas-desus soal SBY yang termakan omongan seorang pemimpin ormas untuk menarik AHY menjadi kandidat pilkada DKI, sangat mungkin. Kemudian menelikung dan beralih dukungan. Sangat mungkin, bisa iya bisa tidak, yang jelas bahwa AHY masih terlalu dini untuk masuk pada tataran persaingan sekelas DKI.

Riuh rendah kandidat capres dan cawapres lagi-lagi AHY seolah dipaksakan terlibat di sana. Jadilah ada istilah jenderal kardus usai AHY tersingkir oleh Sandiaga Uno. Posisi AHY jadi tidak terlibat sama sekali dalam gelaran pilpres. Sangat wajar, meskipun cukup kuat dalam survey, toh lebih banyak kelamahan yang merugikan bagi kedua kandidat presiden yang ada.

Usai pilkada DKI, keberadaan AHY dengan Yudhoyono Institute, juga kurang demikian kuat dan masif di dalam menjual diri. Isu-isu dan kejadian nasional lepas dari tangkapannya, yang harusnya ia kapitalisasi menjadi sebuah iklan murah meriah. Tanggapan atas keadaan yang ada dengan pemikiran menarik, orisinal, dan solutif tentu akan menjadikannya jauh lebih terkenal dan menjadi daya tarik.

Belajar dari Puan

Puan baru saja dilantik menjadi Ketua DPR-RI. Ia menjadi perempuan pertama, sejarah mencatat. Di balik sorotan banyak pihak yang seolah merendahkan, apa mampu ia bekerja, memangnya "bodoh" itu melanggar hukum?  Selama ini kapasitas Puan belum nampak memang. Dan itu sah-sah saja, apa salahnya coba, toh Zon dengan segala narasinya juga melaju dan bebas dari pidana dan lima tahun selesai.

Setya Novanto, ketua DPR periode lalu, yang juga terpidana korupsi mengatakan Puan itu sejak 2014 sebenarnya digadang-gadang menjadi ketua dewan, dan Setnov dkk lah yang menjegalnya dengan segala keanehan politik KMP mereka. Dan kini kesampaian pula. Apakah Puan selama ini bereaksi berlebihan, apalagi menuding Setnov dkk sebagai parlemen kartun misalnya, tidak. Ia tetap berjalan dengan apa adanya, itulah politik. Ada kesabaran menghadapi kekalahan.

Sama-sama belum memberikan bukti kapasitas, orang akan cenderung lebih percaya AHY, itu boleh-boleh saja. Toh nampaknya akan tetap menjadi "penonton" saja posisi AHY, itu sangat mungkin. Mentor sekelas SBY masih belum cukup.

Kesabaran dan keuletan di dalam menapaki dinamika politik memang Mega jauh lebih mumpuni dibandingkan SBY. Bagaimana Orde Baru menempa Mega menjadi pesakitan, menjadikan ia guru yang baik dan berkelas bagi Puan. Menunggu dengan setia saat yang tepat, hitung-hitungan politik itu bisa saja banyak hasil, dan jangan dipikir seperti ilmu  pasti, tidak akan.

Belajar pada Anies

Tentu dipahami siapa Anies, toh ia ada di depan dalam banyak hal untuk 2024. Kualitas pembangunan Jakarta dengan segala kontroversinya jangan dikira bukan bagian dari strateginya untuk menjadi bahan pembicaraan.

Ia sukses dalam tiga kepentingan kelompok besar. Masuk tataran politik nasional bersama SBY dan Demokrat dalam konvensi menjelang pilpres 2014, ia makin moncer malah bersama kelompo pendukung JKw-JK. Ia terpental dalam pemerintahan Jokowi-JK kemudian melompat bersama dengan Prabowo dalam pilkada DKI.

Pandangan ia kutu loncat atau tidak pakem dalam kebersamaan, memang hal lumrah dalam politik. Justru bisa aman dalam banyak kepentingan dalam konteks politik itu pembeda. Menghadapi banyak isu-isu nasional ia cerdik, bisa juga orang menilai culas, toh masih belum sampai melanggar hukum, asal siap menghadapi hujatan, mengapa tidak. Lajulah ia. Bagaimana ia mengusung keranda jenazah kerusuhan Mei. Kini ia menawarkan pekerjaan ASN bagi pendemo yang terluka, atau ia mengatakan kalau mau demo anak sekolah bersama orang tua.

Cemar asal tenar masih menjadi gaya berpolitiknya. Toh ia merasa baik-baik saja dan pernah sukses. Dia lupa bahwa pilpres hal yang sama mengantar Prabowo-Sandi gagal. Itu tentu sudah Anies pikirkan matang-matang.

Pemilihan kelompok yang perlu ia rangkul. Ia cerdik, banyak hater, berarti banyak pemeberitaan dan masuk dalam ketenaran medsos. Ia sukses dengan cara itu. Soal Jakarta amburadul bukan prioritas. Skala prioritas ia pahami dengan baik dan jeli melihatnya.

AHY selama ini masih terlalu hijau memainkan peran politik. Masih jauh tertutup oleh banyak nama lain. Belum lagi ia masih terlalu kecil di dalam bayang-bayang SBY, nama ataupun inisial masih lekat dengan BY. Dengan Ibas ia masih kalah soal nama ini. Bandingkan dengan  Puan, yang lepas dari Mega dan Sukarno sama sekali ketika penyebutan nama. Ini soal nama sebagai identitas. Apalagi nama dalam konteks politik.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun