Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

AHY, di Antara Pusaran Politik Tingkat Tinggi di Antara Jokowi-Prabowo, Mega-Prab, dan SP-Anies

25 Juli 2019   09:00 Diperbarui: 25 Juli 2019   12:12 2061
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pun ketika mendengar Gerindra merapat ke koalisi pemerintah dan potensial memperoleh kursi ketua MPR, AHY mengatakan tidak akan tinggal diam. Jelas ini bahasa normatif semata, apa artinya tidak tinggal diam? Jelas mereka juga mengupayakan yang sama. 

Apa yang menjadi modal untuk itu? suara tidak signifikan, hanya mengandalkan sentimen masa lalu dengan almarhum Taufik Kiemas. Kondisi berbeda karena keberadaan suara PDI-P cukup kuat. Apa yang ia nyatakan sangat lemah.

Semua yang berdinamika kali ini level ketua umum, Megawati pun turun gunung untuk itu. SBY memang masih berat untuk berpolitik seperti ini, apalagi kondisi kejiwaannya yang masih sedang berduka. 

Ibas yang sudah sekian lama malang melintang dalam dunia politik, ya maaf saja masih kisaran pelaku bukan pengambil kebijakan. Jauh dari harapan dan kapasitas.

AHY masih jauh dari pengalaman politik dan lobi tingkat tinggi. Pengalaman dan ternyata sebagai pribadi pembelajar juga kurang. Suka atau tidak, periode ini, hingga 2024 masih jauh dari harapan, lagi-lagi jadi penonton.

Persoalan politik yang cukup kuat saat ini adalah gerakan fundamentalis, dan itu suda seharusnya menjadi musuh bersama pribadi-pribadi dan parpol nasionalis. 

Cap bahwa era SBYlah mereka mendapatkan angin paling segar, toh tidak bisa dilepaskan. Rekomendasi dari NU dan Muhamadiyah dalam buku Ilusi Negara Islam tidak bisa disangkal, SBY mendiamkan itu, jika tidak terlalu kasar dengan mengabaikan bahkan menafikan demikian saja.

Buah atas pilihan politik seribu kawan kurang satu musuh berlebih itu kini dipanen. Pemimpin itu bukan soal banyaknya kawan atau sedikitnya lawan, namun tetap bersikap membela kebenaran. Jangan menepikan kebenaran demi mendapatkan kawan.

Demokrat jika tidak ingin menjadi penonton dengan korban karir AHY harus segera berbenah. Waktu adalah kesempatan. SBY nampaknya makin berat untuk turun gelanggang, lebih cepat kukuhkan AHY saja untuk menjadi ketua umum dan juga dipaksa belajar banyak dan cepat berpolitik praktis. Hampir dua tahun belum jelas kualifikasi untuk level nasional.

Sangat jauh untuk bisa mendapatkan satu slot kementrian jika melihat persaingan ketat dan cara bersikap AHY yang demikian. Mentor  lagi lowbatt, ambil alih dengan segala daya upaya, namun sangat mungkin  memang kemampuannya hanya seperti itu.

Masih ada waktu dan kesempatan untuk mempertontonkan kualifikasinya sebagai politikus jempolan, misalpun tidak di dalam pemerintahan. Asal jangan jatuh pada permainan politik waton sulaya, jika iya, habis, ke depan politik model demikian makin tidak berlaku.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun