Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pusat BPN ke Jawa Tengah, Strategi "Bakar Rumah" dan Puputan

12 Desember 2018   09:14 Diperbarui: 12 Desember 2018   09:19 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Modal di Jawa Tengah mereka kecil. Sudirman Said terlalu kepedean, kalau tidak malah tidak tahu diri dalam kalkulasi politik. Cenderung emosional dan pelampiasan dendam karena diganti dari kabinet. Jauh lebih kental aroma itu, sehingga luput melihat hal yang sederhana sekalipun.

Apa yang dilakukan mereka secara tim sudah habis-habisan namun tidak ada potensi yang sangat meyakinkan mereka. Bagaimana mereka memulihkan reputasi mereka yang porak poranda itu sama sekali belum ada yang cukup berhasil. Menutup lobang saja belum bisa, apalagi menaikan posisi tawar menjadi lebih baik.

Wacana ini adalah upaya nekat terakhir yang sangat mungkin bisa menambah nilai bagus untuk merebut pemilih yang masih belum menentukan pilihannya. Isu ekonomi jelas tidak bisa lagi membantu ketika USA dna China mereda. Mereka tidak punya pilihan lain, selain nekat. Nekat ini bisa saja menjadi bunuh diri karena sangat frustasi.

Memilih Jawa Tengah, apalagi Solo misalnya, jelas itu sudah menarik persaingan dan rivalitas pada pribadi bukan lagi rivalitas politik. Bisa dipahami ketika survey demi survey memberikan gambaran tidak ada perubahan yang signifikan.

Apakah ini tanda kalau mereka sudah frustasi, apalagi kandidat mereka pun sudah menyatakan mau berkuda saja kalau kalah pilpres kali  ini. Jelas ini signal putus asa yang sudah mendalam. Frustasi, pesimis, dan tidak memiliki gairah untuk berjuang dengan sepenuh tenaga.

Emosional selama ini juga memperlihatkan ada pergolakan batin yang tidak mendapatkan penyaluran secara baik.  Cukup aneh, pemimpin yang sudah malang melintang dalam banyak hal masih dengan sangat emosional menyerang yang dinilai tidak mendukungnya. Apa yang dilakukan bukan hanya sekali dua kali, berkali-kali. Ada masalah dalam komunikasi, meskipun disengaja, jelas ini sangat buruk.


Grusa-grusu dan mudah terpedaya lagi-lagi adalah gambaran ketidakmatangan emosional seorang pemimpin. Bagaimana menjadi pemimpin negara jika demikian, selama ini tidak ada tekanan pekerjaan saja sudah gagal melihat banyak hal dengan jernih, apalagi jika memimpin negara. Jauh lebih kompleks dan sangat tidak mudah. Apa bentuk kemurkaannya nanti?

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun