Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi "Menghasilkan" Kelompok Pengeluh

9 September 2018   09:37 Diperbarui: 9 September 2018   09:42 4189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peluh itu hasil pekerja, keluh itu hasil orang tidak berupaya. Menarik menyaksikan gelaran pilpres edisi ini, dengan kinerja pemerintah yang lalu dengan capaian yang memang cukup berbeda dari masa-masa sebelumnya. Ternyata Kyai Haji Ma'ruf Amin, yang sepuh itu termasuk petarung mumpuni. Beberapa pihak telah kena serangan telak yang malah menangkis dengan gegabah dan menjadi lucu. Salah satunya Zulkifli Hasan ketua MPR sekaligus ketua umum partai politik yang bernama PAN itu.

Sengatan bakal capres Kyai Ma'ruf  melahirkan ungkapan, cari solusi, jangan hanya mengeluh, mengeluh, dan mengeluh ... dari Zulkifli Hasan. Menarik ketika orang yang biasa mengeluh malah membalikan keadaan sebagai pihaak  lain mengeluh.

Kata mengeluh yang disangatkan dengan pengulangan ini  menjadi menarik karena menjawab sentilan Kyai Ma'ruf soal bagi-bagi tanah di era pemerintahan yang laiu. Pemerintahan yang lalu tanpa menyebut yang mana. Namun Zulhas langsung bereaksi bahwa tanah sudah habis dibagi-bagi jauh sebelum ia menjadi menteri. Tuduhan pada Orba yang 32 tahun berkuasa. Mudah, murah, dan tidak ada yang akan berani komplain karena Orba tertuding.

Jadi ingat sebuah kisah inspiratif dengan berbagai aneka varian kisah. Bapak dan anak pedagang berjalan dengan sebuah kuda sarat muatan. Mereka berjalan hari demi hari. Demi efisiensi dan menjaga kebugaran mereka dan tunggangan, telah disepakati untuk bergantian yang berjalan kaki dan menunggang  kuda. 

Ketika si anak mendapatkan jatah naik kuda dan si bapak berjalan mengiringi, ada yang berkomentar, "Anak tidak tahu diri,  orang sudah tua disuruh berjalan dan yang muda enak-enakan naik kuda." Anak muda itu tidak enak dan meminta bapaknya naik ke punggung tunggangan mereka. Lagi-lagi ada yang berceloteh, "Orang tua keji, anaknya diminta jalan, eh dianya nyaman di atas pelana." Akhirnya mereka naik semua di atas beban dan kuda makin kelelahan. Komentar timbul lagi, "Dasar manusia kejam, tidak tahu dibantu, kuda kelelahan dengan beban begitu masih dinaiki dua anak dan bapak, apa tidak bisa mikir."

Dalam kata Jawa ada yang namanya keretabasa, ndelok, kendel alok, menonton dan beraninya berkomentar, penonton itu luar biasa lho, bisa mengalahkan pemain terbaik dunia sekalipun. Mengapa? Ya karena hanya ndelok, cuma menonton, bukan melakukan.  

Apakah demikian kebenarannya? Menurut data yang dilansir Tempo.com pada tahun 2015 berkaitan dengan kebakaran hutan saat itu, bahwa karena Zulkifli memberikan izin konsesi hutan hingga jutaan hektare. 

Pada tahun 2010-2013 ada 1,3 juta hektare yang diberikan izin untuk konsesi lahan. Pada tahun 2012, sebanyak 900.000 hektare hutan yang diizinkan untuk usaha tambang. Membuka lahan, hutan untuk sawit dan perkebunan paling murah dan mudah ya dibakar konsekuensi asap sangat besar dengan luasan yang terbakar demikian.

Detik. com menampilkan paparan soal setiap kabinet yang memberikan izin alih fungsi hutan, dan rekor itu tetap pada tangan Zulkifli Hasan. Rentang antara 589.273 hektare hingga 1.623.062 hektare pada kepemimpinan di mana PAN terlibat di sana dan pernah Zulkifli Hasan itu duduk sebagai Menteri Kehutanan.

Pun apa yang ia nyatakan di dalam pidato kenegaraan menyambut HUT Kemerdekaan, sebagai Ketua MPR yang menyatakan pembayaran pokok hutang pemerintah yang jatuh tempo mencapai 400 T. Zulkifli memberikan perbandingan bayar hutang dengan dana desa dan dana kesehatan. 

Menteri Keuangan yang merasa bertanggung jawab memberikan paparan data mengenai perbandingan dana yang digunakan untuk kesehatan dan dana desa, jauh lebih tinggi hari ini daripada ketika Zulkifli ada di dalam pemerintahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun