Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Koalisi Bisa Pecah karena Eksnapi Korupsi Nyaleg

2 September 2018   14:51 Diperbarui: 2 September 2018   16:25 526
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Persoalan eksnapi nyaleg sebenarnya sangat sederhana. Orang dan parpol tarik ulur soal UU dan PKPU, jelas saja bagaimana memandang korupsi itu sebagai apa dulu. Kalau memang dinyatakan sebagi kejahatan luar biasa ya sudah jelas melebihi UU ataupun PKPU.

Dulu sekitar setengah tahun lalu masih hampir separo parpol ngeyel dan bersikukuh untuk tetap mengizinkan eksnapi korupsi menjadi caleg lagi. Pada akhirnya toh hanya satu dua yang bersikukuh dengan pendapatnya bahwa eksnapi tidak apa-apa menjadi caleg.

Benar bahwa hukuman yang sudah dilakukan itu memutihkan dan memulihkan keberadaan narapidana apapun kasusnya.

Namun apa iya selama ini hal tersebut terjadi dan terbukti? Lihat saja bagaimana perilaku maling berdasi dan napi narkoba berulah dan berulang. Hukuman juga bukan balas dendam. Sebanding dengan perbuatan bukan berlebihan. Susah melihat napi korupsi tidak akan mengulangi ketika mendapatkan kesempatan.

Sikap Gerindra dengan M. Taufiknya memang tidak ngotot, hanya tidak menyatakan pendapat, dan yang berupaya M. Taufik sendiri. Jelas partai tidak mau ikut terkena getah masa lalu salah satu kadernya ini, pun posisinya yang selalu berseberangan dengan pemerintah, masih dibutuhkan sebagai amunisi kelas wahid di dalam berkontestasi pilpres mendatang.

Partai bersama-sama Gerindra yang mengusung Prabowo toh senada dengan yang mengusung Jokowi. Termasuk PAN cukup keras berbicara mengenai hal ini, di mana mereka malah meminta Bawaslu konsisten. Cukup mengagetkan juga.

PKS malah sejak awal mendukung KPU dengan ide ini. Tidak heran mereka pun cukup kritis menyikapi keputusan Bawaslu ini. Mereka juga langsung mengganti kader mereka yang  ternyata pernah menjadi napi karena korupsi.

Demokrat jelas bisa melampiaskan "sakit hati" politik ke Gerindra dengan keadaan ini. Mereka menyatakan kecewa, bahwa  eks-napi masih boleh bertarung dalam pileg mendatang. Meskipun mereka juga belopotan dengan korupsi toh masih cukup jumawa untuk mengritik Bawaslu dan ikut mendukung KPU.

Apakah ini bisa berpengaruh pada koalisi pendukung Prabowo? Sangat mungkin, karena beberapa hal.

Pertama, mereka dibangun bukan atas kesamaan platform atau ide, apalagi ideologi, namun karena mereka maju karena asal bukan Jokowi. Belum lagi posisi Demokrat yang merasa dikacangin, dan mendapatkan momentum karena yang eks napi cukup tenar ada pada Gerindra.

Kedua, kepentingan parpol lebih memilih pileg yang sukses, ketika kepentingan menjadi presiden dan wakil presiden  toh tidak terakomodasi di sana. Apakah mereka akan all out untuk itu? Susah untuk bisa meyakini kala mereka juga perlu suara pileg yang lebih "menguntungkan" bagi mereka.

Ketiga, kekisruhan demi kekisruhan selama ini yang berkaitan dengan posisi bakal calon RI-2, hingga jenderal kardus, itu berpusat pada kursi dan kekuasaan. Ketika itu lepas, bisa saja sikap apatis yang lebih kuat dan mengemuka. Apakah itu wajar? Sangat wajar berhitung karena serempak antara pileg dan pilpres.

Keempat, ada dua kubu yang seperti api dalam sekam, PKS dan PAN pada satu sisi dan Demokrat pada kutub yang berbeda. Gerindra yang butuh mereka pada sisi yang lain dengan menjaga agar kedua kutub ini tidak saling meledek dan meledak untuk menjaga keutuhan pasangan mereka tetap bisa melaju hingga pilpres mendatang.  Ini bukan isapan jempol semata, lihat saja  mereka tidak pernah seia-sekata dalam banyak kasus.  

Kelima, Gerindra memilih Sandi memang sangat jitu dengan "menaklukan" PKS dan PAN, sisi Demokrat yang seolah mau membantu, namun tentu dengan seperempat daya upaya untuk itu.

Keterpaksaan yang jelas terasa dan jelas tampak. Susah untuk melihat mereka suka rela membantu. Hanya karena biar tidak terkena pinalti dan masih bisa eksis di 2024 saja mereka bergabung. Mau mendukung sebelah mereka enggan atau malu.

Keenam, posisi partai-partai jelas memilih menjual citra positif di depan pemilih. Soal kebersamaan dengan partai lain bukan menjadi yang utama. Pancingan-pancingan kecil bisa merusak kebersamaan mereka.

Kondisi rentan bak gelas kristal ini bukan karena salah siapa-siapa, atau karena pemerintah, ya karena mereka sendiri yang membangun kebersamaan hanya kamuflase. Mereka tidak jujur dengan kepentingan  masing-masing. Berkelompok tidak atas dasar kesamaan ideologi, namun hanya karena kesamaan kepentingan tidak respek pada sisi sebelah. Ini masalah mendasar mereka.

Hanya karena isu yang sebenarnya kecil, sederhana, dan tidak mendasar ini pun mereka sudah saling bertolak belakang, bagaimana jika mendapatkan perbedaan yang cukup signifikan dan tawaran lebih menggiurkan? Sangat mungkin rontok.

Kepentingan mereka masing-masing jelas tampak dengan isu eksnapi menjadi caleg ini, seolah mereka bungkam bahwa sisi mereka ada yang perlu dukungan, karena mereka memang tidak ada kepentingan bagi pencalonan salah satu calon rekan mereka yang tersandung korupsi dan itu sangat bisa dimengerti.

Jelas sekarang warna dan corak kebersamaan mereka itu. Mereka berjalan pada kepentingan masing-masing, padahal mereka tetap masih bisa secara normatif tidak mengeluarkan pendapat yang sangat menohok rekan mereka sendiri.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun