Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kontroversi Larangan Pemberian PR

19 Juli 2018   09:42 Diperbarui: 22 Juli 2018   22:02 2783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pekerjaan rumah itu sebentuk cara atau metode di dalam menerapkan sikap bertanggung jawab, mengajak anak untuk kembali mengulang pelajaran lagi, dan kesempatan "memaksa" siswa untuk mau kembali melakukan latihan. Hal yang tidak mudah ketika model instan dan pengaruh gadget lebih mengemuka, ada kecenderungan anak menjadi abai akan tanggung jawab, dan kadang pekerjaan rumah yang ini dilarang itu yang mengerjakan adalah guru les.  Dalih bahwa agar punya waktu untuk memberikan kesempatan belajar karakter dari keluarga, lha pekerjaan rumah ini pun jangan dilepaskan dari konteksnya untuk bersikap tanggung jawab.

Pekerjaan rumah dan pendidikan karakter

Hal yang sebenarnya sama sekali tidak bertentangan. Memang bahwa tidak menjamin bahwa pekerjaan rumah bisa membantu siswa, jika memang siswa itu memiliki tanggug jawab lain, berjualan bagi anak-anak kota yang harus membantu orang tuanya, di pedesaan harus ke sawah dan seterusnya. Ini  menjadi masalah, anak berkurang jam untuk membantu orang tua. Namun apakah masih banyak "anak" pekerja seperti ini sekarang? Dengan dana yang melimpah, kesempatan anak bekerja makin berkurang sehingga sekolah bisa lebih fokus, dua hingga tiga puluh tahun lalu, bisa lah diterima. Anak pekerja makin sedikit. Dan nampaknya alasan untuk itu tidak lagi relevan.

Belajar di dalam keluarga

Beneran?  Wacana dan gagasan ini seolah bagus, keren, dan semestinya, ketika berbicara keluarga adalah pendidik utama dan pertama, namun beneran demikian? Susah melihat realisasinya, belum lagi tolok ukurnya seperti apa? Keluarga satu dan lainnya sudah berbeda memahami nilai, yang bisa saja di keluarga ini dianggap norak, di keluarga lain biasa saja. Soal strandar umum yang makin sumir saat ini. Ini masalah serius bukan sepele. Nyatanya ada anak kelas lima SD menghamili rekannya, orang tuanya mengatakan hebat, sambil cengengesan.

Orang tua sibuk. Jelas ini dalih yang sangat menohok, siapa bisa menjamin ekonomi keluarga, jika bukan keluarga sendiri. Tidak heran, demi aman, karena rumah kosong, anak-anak dilarang pulang dulu, duduk-duduk di sekolahan. Bisa apa saja terjadi. Ini pengalaman konkret yang terjadi. Jika dirunut akan ketemu lingkaran setan, mau ekonomi dulu atau pendidikan anak dulu. Di sini peran penyelenggara negara mengintervensi dengan berbagai kebijakan yang bisa paling tidak sebagai jalan tengah.

Waktu luang untuk apa. Pertanyaan yang sangat krusial, ketika keluhan anak susah belajar berkutat dengan hape, atau televisi, atau game. Lihat lingkaran setan baru. Setuju banyak kemungkinan bisa dilakukan, olah raga prestasi, balapan resmi, pengembangan bakat dan minat secara lebih serius, misalnya seni, teknologi tepat guna. Berapa persen yang demikian?

Keteladanan, konteks ini amburadul, paling parah. Lihat sikap jujur, tanggung jawab, dan ksatria ada tidak di pemberitaan, media baik arus utama atupun sosial. Kebalikan itu semua yang terjadi. caci maki, saling hujat, orang baik bisa menjadi jahat karena beda kepentingan, pun sebaliknya orang jahat bisa menjadi pahlawan karena banyaknya kepentingan yang sama. Jangan kira ini tidak berpengaruh pada jiwa anak.

Pendidikan itu Mengulang Terus Menerus.

Pengalaman pribadi sih, beberapa pelajaran perlu pengulangan terus menerus hapalan, seperti rumus matematika, Bahasa Inggris dan bahasa asing, penulisan bahasa daerah, jika tidak ada PR akademik, bagaimana membiasakan anak untuk mau inisiatif dan mengulangi pelajaran. Riitme belajar yang bagus dan mandiri itu adalah kesempatan mengulang pelajaran pagi yang sudah diterima dan persiapan untuk pelajaran esok harinya. Nah menuju ke sana ada salah satunya adalah PR.  Kemandirian dan kedewasaan peserta didik saya yakin belum menyentuh dua digit yang sudah mandiri demikian.

Tengok kanan kiri, ambil tanpa tahu esensinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun