Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bahagia Itu Sederhana

5 Juli 2018   20:04 Diperbarui: 5 Juli 2018   20:17 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Membeli kebutuhan bukan keinginan. Tidak akan ada batasnya. Keinginan bisa membuat orang melanggar aturan, kebutuhan itu menunjang hidup. Satu dengan  lainnya bisa berbeda-beda. Nah perlu kesadaran ini, bahwa masing-masing orang memiliki kepentingan dan kebutuhan masing-masing, pun dengan kemampuannya.

Kesadaran, sikap-sikap di atas hanya mampu jika kita hidup di dalam kesadaran. Menyadari itu perlu sikap di sini dan saat ini. Sering orang tersandera akan dendam masa lalu atau obsesif akan masa depan.  Karena dengan demikian orang tidak hidup di dalam kesadaran, hidup di dalam keadaan "tertidur" dan memenuhi hasrat keinginan. Dikendalikan oleh hal yang tidak semestinya.

Apa yang terjadi dalam hidup sehari-hari, sangat berpengaruh bagi pilihan hidup kita. Bisa saja menjadi makin baik, atau memilih menjadi lebih buruk. Semua ada dalam diri kita memilih untuk menjadi berkat atau malah menjadi kutuk. Jika kita memilih dengan mengeluh dan merasa kurang, ya kutuk lah hidup ini, namun jika kita bersyukur atas apa yang ada dan telah kita peroleh, berkatlah hidup ini.

Falsafat Jawa mengatakan hidup itu, wang sinawang, hidup itu semata saling memandang, bisa saja yang kita lihat dan nilai atau pandang itu lebih ini dan itu sebagaimana adanya. Bisa saja orang yang melihat dan memandang itu juga menilai kita sebagaimana kita nilai. Tidak ada yang mutlak sepanjang kita hidup di dunia ini.

Memandang bisa menjadi bahan untuk berkembang namun bisa juga menjadi mengerut dan makin mundur. Ini semua ada di dalam diri kita untuk memilihnya.

Bahagia itu sederhana, menerima apa yang kita punya, dan bersyukur atas itu. Melihat ke sekeliling dan melihat kenyataan dengan kacamata syukur. Keadaan orang lain yang lebih dipilih sebagai pemacu, bukan sebagai beban apalagi sikap iri.

Terima kasih dan salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun