Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com eLwine

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[Cerpen] Ma, Ajari Adik Menggambar..

23 Maret 2018   17:20 Diperbarui: 23 Maret 2018   17:22 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Ma, ajari Adik menggambar," rengek anakku sepulang dari sekolah.

"Tidak..." tegas sekali mamanya menjawab. Belum pernah aku mendengar kata tidak pada Fano. Apalagi sekeras, ketegas, dan segetas itu.

Tidak ada senyum sama sekali. Padahal tadi di jalan ia sedang bercoletoh karena mendapat pujian gambarnya bagus oleh guru barunya.

"Pa, Adik dipuji Pak Guru baru, gambar Adik katanya bagus banget.."

Ia mendapat penolakan yang sangat jarang terjadi, apalagi dari Mamanya, kaget, dan syock, tidak nangis, tapi pucat pasi, dan gemetar hebat. Sebenarnya tidak lama, kemudian ia melangkah dan seperti biasa berganti baju dan cuci kaki, tangan, dan mengerjakan tugas sekolahnya.

Ada yang aneh saja, ia tidak berceloteh, memang kami bekerja dari rumah, jadi tahu semua kebiasaan, tabiat, dan perubahan kecil sekalipun dari anak semata wayang kami. Mamanya Fano dulu sebelum onlinemewabah membuka toko asesoris dengan waralaba dulu, karena memang bakat dan sekolahnya dulu memang sejalan, meskipun kuliah keguruan, tokonya berkembang pesat, bahkan sempat memiliki empat cabang selain yang ia tangani sendiri di rumah. Kini dengan daring, makin mudah, apalagi jaringan telah sangat lama ia himpun.

Fano jauh lebih dekat dengan aku, karena aku  mengelola blog yang sangat fleksibel waktunya, beda dengan mamanya yang tergantung konsumen. Susah melepaskan sedikit saja kesempatan. Mandi, makan, apalagi sekarang sekolah, semua aku.  Sering jadi tertawaan saat mengantar ke TK, hanya saya yang bapak-bapak, lainnya emaknya. Fano malah bangga. Sejak kecil ia tahu bahwa keluarganya unik dan istimewa.

Bakat menggambarnya aku perhatikan sejak pertama kali mengenal alat tulis, ini dari mana, sedang aku saja membuat gambar cacing saja gak bisa, paling buat benang kusut baru ahli. Mamanya Fano sama sekali tidak pernah membuat yang namanya gambar. Menilik tulisannya yang bagus, indah, dan rapi, nampaknya ia pinter juga menggambar.  Karena tidak pernah berkaitan dengan pembicaraan ini, ya sudah tidak pernah ada diskusi, kecuali siang tadi.

Suatu hari, Bu Fitri guru Fano mendekati saya dan bertanya, apakah Fano pernah mengalami kejadian khusus dengan menggambar, kog sekarang sama sekali tidak mau menggambar. Jika ada tugas itu ia menjadi murung, cemberut, dan pasif.  Sejujurnya aku lupa dengan kejadian beberapa waktu lalu, jika aku tidak membaca berita Bu Susi Menteri KKP mendapatkan hadiah sepatu yang digambari.

Aha, apakah  bentakan itu yang membuat Fano jadi tidak mau lagi menggambar? Ini pasti di sisi Mamanya yang bermasalah. Bukan masalah, ada masa lalu yang ingin ia lupakan, tidak mau diingat. Jelas aku tidak cemburu dengan ini. Aku percaya sepenuhnya dia, pun dia demikian. Aku biasa meledek dia, tuh dicari fans-mukalau ada WA atau SMS dari mantan-mantannya. Semua kami bicarakan sebelum menikah agar tidak ada ganjalan.

"Maafin Mama, Fano, atas kejadian beberapa hari lalu...."  pantas istriku tidak ada di kamar, karena kehauasan aku terbangun dan dengar kalimat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun