Mohon tunggu...
Susy Haryawan
Susy Haryawan Mohon Tunggu... Wiraswasta - biasa saja htttps://susyharyawan.com

bukan siapa-siapa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Kepemimpinan dari Tiga Gubernur Jakarta atas Kisah Nenek Mimi

24 November 2017   06:41 Diperbarui: 24 November 2017   09:02 2059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Belajar Kepemimpinan dari Tiga Gubernur Jakarta Berangkat dari Kisah Nenek Mimi

Nenek Mimi seorang nenek yang berdiam di salah satu rumah susun atau rumah tingkat, ataupun rumah lapis, yang jelas ada dalam sebuah perumahan ala Jakarta, soal nama biar saja berbeda. Beliau yang bekerja sebagai pembuat kardus makanan atau roti, mungkin buruh untuk melipat dari kardus lembaran ke bentuk kotak (terjemahan sendiri), ini mengalami  kesusahan. 

Dalam keadaannya yang terjepit itu, apalagi beliau sebatang kara menghadapi tiga gubernur Jakarta berbeda dengan tindakan yang berbeda dan tentu memberikan dukungan dengan cara masing-masing. Apa yang dikupas ini bukan mau membahas soal benar salah, patut atau tidak, atau pencitraan atau tulus, kembali kepada pembaca dan para rekan yang membaca untuk mengartikan masing-masing.  Urutan yang dipakai bukan soal kualitas tindakan, namun urutan waktu sebagai Gubernur Jakarta. Bukan juga soal benar dan salahnya, apalagi kepemimpinan itu bukan soal benar salah semata.

Masing-masing tentu berbuat sesua denga kapasitas, kemampuan, karakter, dan sifat masing-masing. Semua tentu didasari kemampuan, masa lalu, pengalaman, dan latatr belakang sendiri-sendiri. Sekali lagi bukan soal benar salah, atau elok atau tidak, namun apa yang tersaji semata.

Joko Widodo

Apa yang dilakukan orang nomor satu di DKI yang kemudian menjadi presiden ini adalah dengan melakukan pembayaran tunggakan selama beberapa waktu dan untuk bulan depan. Apa yang dilakukan adalah bentuk konkret apa yang dibutuhkan.  Mengapa? Karena tempat tinggal adalah kebutuhan yang cukup mendasar. Sudah mengutus ajudan untuk melakukan pembayaran dan cukup menenteramkan bagi si nenek yang sendirian.  Upaya yang cukup baik dilakukan presiden.

Ahok

Gubernur pengganti Pak Joko Widodo ini memberikan bantuan rutin berupa beras, uang tunai, minyak goreng, gula, dan ikan kalengan sebagaimana dinyatakan oleh si mbah. Pemberian Pak Ahok tentu sangat membantu si mbah untuk meringankan beban. Ada apa yang dimakan dan ada pegangan uang, dan kebutuhan dasar lainnya dengan relatiif cukup. Tentu hidup di Jakarta tidak akan cukup apa-apa dengan uang tunai sebesar itu. Paling tidak ada uluran tangan yang telah memberikan bantuan untuk meringankan.

Anies Baswedan

Dua kali si mbah berkisah bahwa  Pak Anies sebagai calon gubernur saat berkampanye dan saat sudah menjabat gubernur. Apa yang beliau katakan dan lakukan mirip kalau tidak boleh dikatakan sama, merangkul dan mengatakan, " Sabar ya Mbah...."  Sisi yang berbeda yang ditampilkan gubernur kali ini, sisi spiritual. Memberikan dorongan untuk bersabar bahwa semua keadaan bisa teratasi.  Jangan pandang remeh apalagi receh jika mengatakan itu, ingat bangsa ini bangsa beragama dan Pancasila yang sangat kental dengan aroma agama. Mengembalikan keadaan ke dalam tangan Tuhan itu mulia.

Semua memberikan sesuai takarannya. Apa yang dimiliki itu yang dibagikan, diberikan, dan menjadi bagian di dalam kebersamaan.  Melihat apa yang dilakukan, menarik adalah, apakah itu menjadi ciri kepemimpinan masing-masing? Seperti Pak Anies soal  spiritual, Pak Ahok dengan kebutuhan dasar, dan Pak Jokowi dengan infrastrukturnya? Itu kembali kepada pembaca untuk menafsirkan, mengaitkan, dan menelaahnya.

Spiritualitas Pak Anies sangat kental, tidak heran karena kembali dibukannya Monas untuk acara keagamaan.  Kembali ini bukan soal benar atau salah, namun apakah bisa sesuai koridor hukum, keadilan, dan proporsi yang semestinya, itu perlu waktu untuk menjawabnya. Apakah ini hanya populis  untuk mencari popularitas itu pun masih perlu waktu untuk melihatnya. Kemudian apakah ini hanya antitesis ide gubernur sebelumnya, itu juga kembali ke waktu yang akan menjawab dengan baik.

Baca juga: Nek Mimi: Pak Anies Cuma Bilang "Sabar Ya, Bu" Sudah, Gitu Aja...

Rekam jejak, perilaku, konsistensi, dan langkah-langkah sebelumnya tentu sangat membantu apa yang mau dituju oleh pejabat. Kepemimpinan itu netral, tidak bernilai secara moral, bukan dalam arti remeh, tidak bisa dinilai sebagai etis atau tidak, namun pemimpin, individu yang menjalankan yang bisa dinilai baik atau tidak. Mengapa demikian? Sangat tidak adil, karena msing-masing pribadi memiliki kepedulian berbeda, pemikiran berbeda, dan pola pendekatan yang berbeda, dan itu tidak ada yang lebih atau kurang. Masing-masing memliki porsi yang saling melengkapi.

Menyaksikan apa yang tersaji dari satu kisah, bisa menyenangkan melihat kolaborasi mereka, ada yang menyiapkan papannya untuk berteduh,  ada yang memberikan kebutuhan dasarnya, dan  ada yang mengingatkannya untuk berserah kepada Sang Pencipta. Hebat dan luar biasa bukan kepemimpinan bangsa ini bisa terjalin tanpa adanya kompromi terlebih dulu sebenarnya. mereka masing-masing melakukan sesuai dengan porsi yang pas bagi kebutuhan si nenek.

Apakah itu sesuai dengan pemikiran saya, tentu bisa tidak, apalagi dengan para pembaca yang lain. jika memang benar kolaborasi apik ini bisa untuk membangun Jakarta dan Indonesia, luar biasa bangsa ini. Pemimpin generasi muda yang menjanjikan  bagi kebesaran bangsa ini.

Salam

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun