Mohon tunggu...
PAULINUS AWATOR
PAULINUS AWATOR Mohon Tunggu... Foto/Videografer - mahasiswa hukum

hidup mahasiswa hukum

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukum Kolonial

8 Desember 2019   07:44 Diperbarui: 8 Desember 2019   07:51 594
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Indonesia merupakan negara hukum lebih diterangkan lagi dalam pasal 1 ayat (3) yang berbunyi Negara Indonesia adalah Negara Hukum,  tetapi kebanyakan produk  hukum  yang digunakan di indonesia masi mengunakan produk hukum kolonial, yang berupa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang masi di gunakan sampai sekarang.

Tetapi  hukum  kolonial tersebut  tidakl lagi  cocok untuk negara Indonesia karena kebiasan masyarakat Indonesia yang tidak sama dengan kebiasan yang berada di masyarakat Belanda. Maka harus ada upaya perubahan yang di  lakukan oleh pemerintah Indonesia agar mengunakan Produk Indonesia.

"Fiat justitia ruat caelum" ( keadilan harus di tengakkan walau langit runtuh )

Bagi setiap negara yang mengatu sistem demokrasi, hukum merupakan hal yang paling penting untuk di tegakkan. Indonesia juga menegaskan prinsip sebagai negara hukum dalam Undang-Undang Dasar 1945, setelah amandemen ke tiga pada bulan November 2001.

Namun, salah masalah besar dalam menerapkan prinsip negara hukum di Indonesia masi berlakunya hukum kolonial Belanda. Apa saja warisan hukum kolonial itu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KHUP ) yang di anggap sebagai induk hukum Indonesia.

KHUP mengatur pidana secara materil di negara Indonesia. Aturan hukum di buat untuk melindungi setiap warga negara dan setiap kepenting negara.

Karena itu, pasal-pasal yang ada di KHUP dibuat untuk mencegah setiap perbuatan yang dapat merugikan setiap orang, baik itu setiap Individu orang, maupun setiap kelompok dan setiap acaman terhadap negara, misalnya dalam KHUP ada yang mengatur mengenai sanksi terhadap perbuatan orang lain yang di anggap mengancam baik secara omongan maupun secara fisik, hingga membocorkan rahasia negara, semua di atur dalam KHUP.

Dengan demikian, wajar jika banyak masyarakat sipil yang menolak adanya penyertaan Hukum kolonial dalam KHUP dan beharap warisan kolonial Belanda yang masi digunakan dapat di ganti.

Tetapi apalah daya pemerintah indonesia yang belum bisa mengabulkan permintaan rakyat nya dalam menghilangkan Hukum kolonial yang masi di gunakan di Indonesia.

Sedangkan Belanda sendiri tidak lagi memakai Hukum yang dulu di terapkan ke Indonesia, Belanda telah membuat produk hukum yang baru untuk masyarakatnya. Indonesia mempunyai upaya perubahan warisan kolonial tetapi di sayangkan upaya perubahan KHUP itu terancam gagal karena, dari struktur, serta isinya masih sama persis, atau tidak ada perubahan.

Padahal masyarakat indonesia perlukan perubahan atau perbaikan dalam hukum kolonial yang masi bolong-bolong.

[1]Menurut Erasmus Napitupulu, upaya mengubah KUHP sudah dilakukan sejak periode 1960-an, untuk mengeliminasi hukum kolonial. Erasmus pun mencontohkan sejumlah pasal dalam KUHP yang dianggap masih menganut sudut pandang kolonial. Misalnya hukuman mati, kerajaan belada telah menghampus hukuman mati sejak 1870 dengan alasan keberadaban.

Namun hukuman itu masi ada di Wetboek van Strafrecht pada 1918 karena bangsa Indonesia dianggap harus di hukum yang saksinya harus tegas,dan sampai sekarang indonesia masi mengunkan hukuman mati yang di terapkan dulu dari hukum belanda.

Salah satu pilar Grand Desing sistem dan politik hukum nasional adalah prinsip bahwa hukum mengabdi pada kepentingan bangsa untuk menmanjukan negara dan memajukan pilar demokrasi dan tercapainya kesejateraan rakyat.

Oleh karena itu produk hukum yang di hasilkan adalah hukum yang konsisten dengan falsafa negara, mengalir dari landasan konstitusi UUD 45, dan secara sosiologis menjadi saranan untuk tercapainya keadialan dan ketertiban masyarakat. [2]

 Jadi dapat di simpulkan bahwa produk hukum yang sesuai dengan negara indonesia adalah produk hukum yang berdasar kan falsafa bangsa, dan ideologi bangsa sebagai dasar bagi  produk-produk hukum yang akan mengantikan produk-produh hukum kolonial  yang masi di pakai di negara kita tercinta ini

 Pasal-pasal yang kontroversial dalam RUU Undang-Undang Kitab Pidana

RUU KUHP mengatur pidana makar melalui pasal 167, 191, 192 dan 193. Pelaku makar terhadap presiden dan NKRI diancam hukuman mati, seumur hidup atau bui 20 tahun. Makar terhadap pemerintah yang sah, juga diancam penjara 12 dan 15 tahun.

Pasal 167 menyebut: "Makar adalah niat untuk melakukan suatu perbuatan yang telah diwujudkan dengan adanya permulaan pelaksanaan perbuatan tersebut." Menurut analisis Aliansi Reformasi KUHP, definisi makar di dalam RUU KUHP itu tak sesuai dengan akar katanya pada bahasa Belanda, yakni 'aanslag' yang berarti penyerangan. Masalah definisi ini dinilai berpotensi membikin pasal makar bersifat karet dan memberangus kebebasan berekspresi masyarakat sipil.

Saran 

Indonesia merupakan negara hukum,  yang tidak sewajarnya sekarang masi mengunakan produk hukum kolonial untuk mengatur masyarakat Indonesia, karena hukum ini tidak lagi cocok digunakan pada masa ini sudah saatnya pemerintah Indonesia sudah bisa berdiri sendiri dalam membuat produk hukum yang mengunakan fasafa bangsa dan ideologi bangsa Indonesia sendiri angar kedepanya hal-hal yang kemukinan buruk terjadi, tidak akan perna terjadi di akibatkan karena Negara ini masi mengunakan Hukum kolonial.

daftar pustaka

1. https://nasional.kompas.com/jeo/kronik-kuhp-seabad-di-bawah-bayang-hukum-kolonial

2. Jurnal dinamika hukum Vol.  1 Januari 2012

3.https://tirto.id/eiFu

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun