Natuna, wilayah di Kepulauan Riau yang kaya akan sumber laut.
   Sekilas Sejarah Kepulauan Natuna. Pulau Natuna yang saat ini terletak di Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau, berada di tengan Laut China Selatan, dimana hal tersebut menjadi sumber konflik antara kedaulatan Indonesia dengan Republik Rakyat China (RRC). Isu tersebut menguak setelah Presiden Republik Indonesia Joko Widodo mengkritik peta dari Republik Rakyat China (RRC) yang telah memasukkan daerah kaya Gas Alam itu ke dalam wilayahnya. Natuna terdiri dari tujuh pulau dengan Ibu Kota di Ranai.
    Konflik terjadi berawal dari Masuknya sejumlah kapal nelayan hingga Cost Guard China ke perairan Natuna di Kepulauan Riau, Indonesia, berbuntut ketegangan antar kedua negara. Melalui Jubir Kemlu mereka mengklaim, bahwa perairan Natuna adalah milik mereka, merujuk pada sembilan garis batas transparan (nine dash line).
Untuk informasi, nine dash line merupakan garis yang dibuat sepihak oleh China tanpa melalui konvensi hukum laut di bawah PBB atau UNCLOS
Namun, Indonesia sudah menegaskan klaim China bertentangan dengan hukum internasional yang sah. Hanya saja China tetap menganggap perairan Laut Natuna bagian dari negaranya.
Padahal, menurut Konvensi United Nations Convention on The Law of The Sea (UNCLOS) 1982, perairan Natuna masuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.
Konflik terbaru antara China dengan Indonesia di Laut Natuna adalah ketika sejumlah kapal asing penangkap ikan milik China diketahui memasuki Perairan Natuna, Kepulauan Riau. Kapal-kapal tersebut masuk perairan Indonesia pada 19 Desember 2019.Â
Kapal-kapal China yang masuk dinyatakan telah melanggar exclusive economic zone (ZEE) Indonesia dan melakukan kegiatan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing (IUUF). Selain itu, Coast Guard China juga dinyatakan melanggar kedaulatan di perairan Natuna.Â
  Kepulauan Natuna yang memiliki luas sekitar 141.901 Km² ini disebut-sebut memliki kekayaan alam yang melimpah. Disebutkan cadangan gas alam di kepulauan ini terbesar di Asia Pasifik, bahkan terbesar di dunia, sehingga tidak mengherankan jika banyak Negara-negara yang sangat tergiur untuk dapat memiliki Kepulauan Natuna tersebut. Hitungan dari pemerintah mengacu pada salah satu ladang gas alam yaitu Blok Natuna DAlpha, dimana menyimpan cadangan gas dengan volume 222 Triliun Kaki Kubik, dan jika akan diambil dan digunakan, cadangan gas alam ini tidak akan habis untuk 30 tahun mendatang. Sementara untuk potensi gas yang recoverable atau yang dapat diperkirakan di Kepulauan Natuna sebesar 46 TCF (Triliun Cubik Feet) setara dengan 8.383 Miliar Barel Minyak. Total jika digabung dengan Minyak Bumi, terdapat sekitar 500 Juta Barel cadangan energy hanya di Blok tersebut.
Pengamat Energi Indonesia Marwan Batubara menilai, sudah seharusnya pemerintah mengantisipasi pencaplokan wilayah perairan Natuna sedini mungkin, sebab jika tidak dipertahankan maka Indonesia akan kehilangan cadangan Migas yang sangat besar. Nantinya Indonesia bukan hanya rugi soal cadangan migas saja tetapi juga potensi laut, potensi perikanan dan hasil laut serta hasil lainnya. Menurut hitungan kasar, jika diuangkan, kekayaan gas Natuna bernilai mencapai Rp. 6000 Triliun. Angka ini didapat dari asumsi rata-rata minyak selama periode ekploitasi sebesar USD 75/Barel dan Kurs Rp. 10.000,- per USD.
  Kekayaan sumber laut itu terkonfirmasi dalam Putusan Menteri Kelautan dan Perikanan RI No. 47 Tahun 2016. KKP mencatat laut Natuna dipenuhi berbagai jenis ikan, mulai dari ikan pelagis kecil, ikan Demersal, Ikan Karang, Udang Penaeid, lobster, kepiting, rajingan, hingga cumi-cumi.