Mohon tunggu...
SRI PATMI
SRI PATMI Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Program Studi Strategi Pertahanan - Dari Bumi ke Langit

Membumikan Aksara Dari Bahasa Jiwa. Takkan disebut hidup, jika tak pernah menghidupi.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Manusia dan Pengetahuan

4 Januari 2022   10:30 Diperbarui: 4 Januari 2022   10:35 1492
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Gambar : psikologimultitalent.com

MAKNA MENJADI MANUSIA 

Manusia memiliki kemampuan dasar untuk berpikir, kemampuan tersebut digunakan oleh manusia guna memahami lingkungannya dengan menggunakan akal dan pikirannya. 

Dengan menggunakan akal dan pikirannya, manusia dapat membuat perubahan yang besar dalam dirinya. Perubahan tersebut merupakan hasil dari aktivitas berpikir. 

Oleh karena itu, poin penting mengenai kedudukan manusia di bumi adalah berpikir. Tanpa berpikir, manusia tidak akan memiliki makna di muka bumi ini; tanpa berpikir, manusia bahkan dianggap tidak pernah ada. 

Berpikir memberikan berbagai kemungkinan bagi umat manusia untuk memperoleh pengetahuan, lalu menggunakannya sebagai fondasi untuk kemudian diolah kembali dengan proses berpikir yang lebih mendalam dan bermakna. 

Pengetahuan dapat menjadikan pembelajaran bagi manusia. Berpikir dapat mengembangkan manusia ke jenjang yang lebih tinggi, lalu mengamalkan dan mengaplikasikan pengetahuan dan buah pemikirannya untuk melakukan peningkatan dan perubahan kehidupan ke arah yang lebih baik. 

Semua itu telah membawa kemajuan yang sangat besar bagi perkembangan kehidupan manusia, baik yang bersifat normatif dan positif. Kemampuan manusia untuk melakukan perubahan terhadap dirinya merupakan makna inti yang tersirat dalam kegiatan berpikir dan berpengetahuan. 

Hal tersebut dikarenakan kemampuan berpikir manusialah yang membuat manusia itu dapat berkembang lebih baik dibandingkan dengan makhluk lainnya yang ada di muka bumi ini. Berpikir bahkan memberikan kemampuan manusia untuk lebih memperdalam dan menetapkan keputusan yang penting dalam hidupnya. 

Pernyataan sebelumnya pada dasarnya menggambarkan kekhususan manusia yang diberikan oleh Tuhan YME karena manusia dapat memaknai kehidupan dan eksistensinya sebagai bagian dari alam semesta ini melalui kemampuan berpikirnya. 

Manusia dengan bagian alam lainnya memiliki perbedaan yang sangat mencolok. Para ahli sejak zaman dahulu telah banyak melakukan kajian mengenai perbedaan tersebut. Untuk lebih memahami bagaimana manusia, berikut dijabarkan beberapa pendapat dari para ahli. 

1. Plato (427--348 SM) menegaskan bahwa manusia dapat dilihat secara dualistis, yaitu dari unsur jasad dan unsur jiwa. Jasad akan musnah, sedangkan jiwa tidak. Jiwa mempunyai tiga fungsi kekuatan, yaitu: logystikon (berpikir/rasional); thymoeides (keberanian); dan epithymetikon (keinginan). 

2. Aristoteles (384--322 SM) berpendapat bahwa manusia adalah hewan yang berakal sehat, yang mengeluarkan pendapat, dan yang berbicara berdasarkan akal pikirannya. Manusia itu adalah hewan yang berpolitik (zoon politicon/political animal) , hewan yang membangun masyarakat di atas famili-famili menjadi pengelompokan impersonal dari suatu kampung dan negara. 

3. Ibnu Sina (980--1037 M) berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang sanggup untuk melakukan banyak hal, di antaranya makan, tumbuh, berkembang biak, mengetahui tentang hal-hal yang umum pergerakan di bawah kekuasaan, berkehendak secara bebas serta dapat mengamati hal-hal yang istimewa. 

4. Ibnu Khaldun (1332--1406 M) mengenai manusia hampir mirip dengan Aristoteles, yang memandang manusia sebagai hewan yang berpikir. Kemampuan ini merupakan suatu kesempurnaan, puncak segala kemuliaan, dan ketinggian derajat manusia di atas makhluk lainnya. 

5. Ibnu Miskawaih berpendapat bahwa manusia merupakan makhluk yang mempunyai kekuatan berpikir (Al-Quwwatul Aqliyah), amarah (AlQuwwatul Godhbiyyah) serta memiliki syahwat (AlQuwwatu Syahwiyah). 

6. Harold H. Titus (1959) menyatakan: "Man is an animal organism, it is true but he is able to study himself as organism and to compare and interpret living forms and to inquire about the meaning of human existence." 

Dari berbagai uraian pendapat tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan tentang manusia yaitu: 

1. Memiliki kemampuan untuk bertanya; 

2. Berpengetahuan; 

3. Memiliki kehendak yang bebas; 

4. Bermoral; 

5. Bermasyarakat dan berbudaya; 

6. Dapat berpikir reflektif dalam totalitas; 

7. Sadar diri; 

8. Percaya pada Tuhan YME; dan 

9. Sanggup berperang mempertahankan kehidupannya. 

MAKNA BERPIKIR 

Karakter manusia yang menggambarkan derajat ketinggiannya pada dasarnya merupakan anugerah Tuhan YME yang diberikan kepadanya berupa akal sehat yang dimanfaatkan untuk berpikir. 

Alisjahbana (1981) mengemukakan bahwa pikiran memberikan manusia sebuah pengetahuan untuk digunakan sebagai pedoman dalam perbuatannya, namun sebetulnya kemauan yang menjadi daya dorong dalam tindakan mereka. 

Oleh karena itu, berpikir merupakan suatu hal yang sangat penting dalam menjadikan seorang manusia sebagai manusia. Berpikir merupakan fondasi, sedangkan kemauan adalah daya dorongnya. 

Para ahli mendefinisikan makna berpikir dengan penjabarannya masing-masing, yang secara jelas mengemukakan bahwa berpikir tidak dapat dilakukan dengan semestinya tanpa akal sehat. Demikian juga akal dan pikiran secara fisik tidak serta merta mengindikasikan aktivitas berpikir. 

Menurut Bochenski (dalam Suriasumantri, 1983), berpikir merupakan perkembangan konsep dan ide. Pengertian ini tampak sederhana namun sebenarnya memiliki makna yang cukup mendalam.

Berpikir bukanlah aktivitas fisik, melainkan aktivitas mental. Apabila seseorang sedang mengikatkan diri dengan sesuatu secara mental dan hal tersebut terus berada dalam ingatannya, maka orang tersebut dapat dikatakan sedang berpikir. 

Untuk itu, berpikir merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan. Upaya mengaitkan diri dengan suatu hal merupakan gambaran dari mental seseorang. Jika hal itu terjadi, maka orang itu akan segera mengetahuinya. 

Dengan demikian, manusia dapat memperoleh suatu pengetahuan dengan berpikir, kemudian pengetahuan tersebut menjadikan manusia mampu berkembang dari generasi ke generasi yang semakin lebih baik. 

Sementara itu, Mehra (2001) mengemukakan bahwa berpikir ialah mencari sesuatu yang belum diketahui dari sesuatu yang telah diketahui."Definisi ini mengindikasikan bahwa aktivitas berpikir baru mungkin akan terjadi jika pikiran seseorang telah mengetahui sesuatu, kemudian sesuatu itu digunakan untuk mengetahui sesuatu yang lain."

Sesuatu yang telah diketahui itu bisa berbentuk suatu ide, data maupun konsep yang kemudian berkembang atau dikembangkan menjadi sesuatu yang diketahui atau bisa juga disebut kesimpulan.

Kedua pengertian tersebut pada dasarnya saling melengkapi."Berpikir merupakan upaya untuk memperoleh pengetahuan, dan melalui pengetahuan tersebut proses berpikir dapat terus berlanjut untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Proses itu tidak berhenti selama upaya pencarian pengetahuan terus dilakukan." 

Suriasumantri (1996) mengungkapkan bahwa berpikir merupakan proses yang membuahkan pengetahuan. Proses berpikir ini merupakan serangkaian proses pemikiran dalam mengikuti jalan pemikiran tertentu hingga akhirnya akan sampai pada sebuah kesimpulan berupa pengetahuan. 

Berpikir mempunyai fase yang berbeda dari yang paling sederhana sampai dengan berpikir sulit, dimulai dari berpikir hanya untuk mengikatkan subjek dan objek hingga berpikir untuk membuat kesimpulan berdasarkan ikatan tersebut. 

Mehra (2001) menyebutkan bahwa proses berpikir mencakup beberapa hal, di antaranya pembentukan konsep atau gagasan (Conception), pertimbangan (Judgement) serta penalaran atau pemikiran (Reasoning). Jika"seseorang mengatakan bahwa dia sedang berpikir tentang sesuatu, ini mungkin berarti dia sedang membentuk konsep tentang sesuatu atau mempertimbangkan atau memutuskan konsep tersebut. 

Hal tersebut juga dapat berarti dia sedang berpikir (bernalar) dengan mencari argumentasi berkaitan dengan pertimbangan atau keputusan tersebut." 

Proses berpikir yang digambarkan pada paragraf sebelumnya membentuk substansi pencapaian kesimpulan. Dalam setiap gambaran terlihat suatu proses (urutan) berpikir tertentu sesuai dengan substansinya. Dewey (1915) mengemukakan bahwa proses berpikir mempunyai suatu urutan yang jelas. 

Pertama, timbul rasa sulit untuk beradaptasi terhadap alat, rasa sulit mengenal sifat, maupun rasa sulit untuk menerangkan suatu hal yang secara tiba-tiba muncul. 

Kedua, rasa sulit itu kita definisikan ke dalam suatu permasalahan. 

Ketiga, muncul kemungkinan pemecahan berupa hipotesis, teori, inferensi ataupun hanya mereka-reka. 

Keempat, akan muncul ide-ide pemecahan yang diuraikan secara rasional dengan mengumpulkan data (bukti-bukti). 

Kelima, bukti dari ide-ide tersebut diperkuat lalu dibuat kesimpulan melalui keterangan ataupun percobaan. 

Senada dengan yang diutarakan oleh Dewey, Kelly (2013) mengemukakan bahwa proses berpikir mempunyai langkah-langkah tersendiri. Adapun langkah tersebut menurut Kelly dimulai dari timbulnya rasa sulit. Rasa sulit tersebut kemudian dijabarkan, lalu dicari suatu pemecahan sementara. 

Penambahan informasi ke dalam pemecahan sementara tersebut akan mengarah kepada kepercayaan bahwa pemecahan tersebut benar. 

Selanjutnya dilakukan pemecahan lebih lanjut dengan verifikasi eksperimental, lalu menuju pemecahan untuk diterima atau ditolak secara mental sehingga kembali menimbulkan rasa sulit. 

Langkah terakhir adalah memberikan pandangan ke depan atau gambaran mental tentang situasi yang akan datang agar dapat menggunakan pemecahan tersebut secara tepat. 

Proses berpikir seperti yang telah dijabarkan di atas menggambarkan suatu cara berpikir ilmiah yang pada dasarnya merupakan fase tertentu di luar cara berpikir sederhana yang konvensional ataupun cara berpikir radikal filosofis. 

Namun demikian, tahapan tersebut sekiranya dapat membantu seseorang untuk berpikir dengan benar, mulai dari hal yang sederhana dan konkret hingga yang rumit dan abstrak. Semua itu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang dimiliki. 

MAKNA PENGETAHUAN 

Berpikir mengharuskan adanya sebuah pengetahuan (knowledge) agar dapat diproses guna mendapatkan pengetahuan baru lainnya. Menurut Langeveld (dalam Levering, 2012),"pengetahuan adalah kesatuan subjek yang mengetahui dan objek yang diketahui. 

Dengan kata lain, pengetahuan merupakan suatu kesatuan di mana objek dipandang oleh subjek sebagai sesuatu yang dikenalinya." Pengetahuan selalu terjadi karena adanya hubungan antara objek dan subjek (relation between object and subject) (Feibleman, 1972). 

Subjek di sini adalah manusia (individu) yang berakal, sedangkan objek merupakan suatu hal---baik benda ataupun hal lainnya---yang ingin diketahui. Subjek dan objek tersebut merupakan suatu realitas. 

Keduanya berproses dalam suatu interaksi partisipatif dalam rangka memperoleh pengetahuan. Subjek harus bisa berpartisipasi lebih aktif dalam proses tersebut, sedangkan objek harus terlibat dalam keadaannya. Tanpa proses ini, pengetahuan akan mustahil untuk diperoleh. 

Hal tersebut sejalan dengan pendapat Scheler (1966), di mana pengetahuan merupakan proses partisipasi oleh suatu realitas dalam suatu realitas yang lain, tanpa modifikasi dalam kualitas yang lain itu. 

Sebaliknya, subjek yang mengetahui itu dipengaruhi oleh objek yang diketahuinya. Pada hakikatnya, pengetahuan merupakan segala yang diketahui mengenai objek tertentu, termasuk di dalamnya ilmu (Suriasumantri, 1996). 

Pengetahuan mengenai objek akan selalu melibatkan dua unsur, yaitu unsur representasi tetap dan tak tergambarkan serta unsur pengejawantahan konsep yang menunjukkan suatu respons pemikiran. 

Unsur konsep disebut juga unsur formal, sedangkan unsur tetap merupakan unsur material atau isi (Mandelbaum, 1958). Interaksi antar subjek dan objek yang ditafsirkan menjadikan pemahaman subjek atas objek menjadi lebih jelas, terarah dan sistematis sehingga dapat membantu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi. 

Pengetahuan bertambah seiring bertambahnya pengalaman, sehingga diperlukan data dan informasi yang bermanfaat agar dapat lebih menggali pemikiran guna menghadapi realitas dunia di mana seseorang hidup (Titus, 1959). 

Pengetahuan dan kemampuan berpikir merupakan ciri keutamaan manusia. Tanpa pengetahuan, manusia tidak dapat berpikir dengan jernih; dan tanpa berpikir, maka pengetahuan hanyalah mimpi yang tidak dapat terwujud. Oleh karena itu, pengetahuan dan berpikir mempunyai hubungan yang siklikal. 

Hubungan antara pengetahuan dan proses berpikir akan terus meningkat jika kita melihat bahwa pengetahuan selalu bersifat akumulatif. Semakin banyak pengetahuan yang dimiliki, maka akan semakin rumit proses berpikir. Demikian pula sebaliknya, semakin rumit proses berpikir, maka akan semakin besar pengetahuan yang diperoleh. 

Semakin banyak pengetahuan manusia, maka semakin memungkinkan bagi manusia tersebut untuk melihat suatu pola lalu menanamkannya dalam suatu kerangka tertentu, sehingga lahirlah pengetahuan ilmiah (ilmu). Banyak manusia yang tidak hanya puas dengan hanya mengetahui suatu pengetahuan. 

Mereka akan mencoba memikirkan kebenaran dan hakikat yang diketahuinya secara radikal dan mendalam. Pemikiran radikal dan mendalam tersebutlah yang melahirkan pengetahuan filsafat. 

Proses berpikir dan pengetahuan dilihat dari cirinya dapat dibagi ke dalam tiga jenis, di antaranya:

 (1) Berpikir sederhana (biasa) akan menghasilkan pengetahuan ekstensial (pengetahuan); 

(2) Berpikir sistematis faktual menghasilkan pengetahuan ilmiah (ilmu); dan 

(3) Berpikir radikal tentang hakikat sesuatu akan menghasilkan pengetahuan filosofis (filsafat). 

Semua jenis pengetahuan dan proses berpikir di atas mempunyai manfaatnya masing-masing. Perbedaan ketiganya hanya bersifat gradual, karena semuanya merupakan sifat dasar manusia. 

Sifat dasar berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki manusia telah menjadikan daya dorong untuk lebih memahami kaidah berpikir dengan benar (logika), dan semua itu memerlukan keahlian. Semakin tinggi tingkatan pengetahuan dan proses berpikirnya, maka semakin sedikit pula manusia yang mampu melakukannya. 

Namun, serendah apa pun proses berpikir dan berpengetahuan yang dimiliki seseorang, manusia tetap saja dapat menggunakan akalnya untuk berpikir guna memperoleh pengetahuan, terutama dalam menghadapi masalah kehidupan, sehingga manusia dapat bertahan hidup. Pengetahuan inilah yang disebut pengetahuan eksistensial. 

Berpikir dan memiliki pengetahuan yang luas merupakan syarat mutlak bagi manusia untuk bertahan hidup. 

Untuk itu, Tuhan YME membekali manusia dengan akal dan pikiran yang dapat digunakan untuk lebih memperluas dan memperdalam pengetahuan. Terdapat dua alasan kenapa manusia sangat memerlukan pengetahuan guna mempertahankan hidupnya. 

Pertama, manusia tidak terbiasa hidup dengan kondisi alam yang masih alami dan belum terolah dengan baik, berbeda dengan hewan yang sudah siap dan terbiasa dengan kondisi alam yang masih asli karena berbagai kemampuannya. 

Kedua, manusia merupakan makhluk yang selalu penasaran dengan segala sesuatu. Manusia selalu menanyakan segala hal, baik yang eksplisit maupun implisit, sehingga berpikir dan pengetahuan merupakan jawabannya. 

Oleh karena itu, kemampuan berpikir serta pengetahuan merupakan instrumen yang terpenting bagi manusia untuk mengatasi berbagai macam persoalan yang dihadapi dalam hidup. 

Tanpa itu, mungkin hanya ada kemusnahan manusia--- meskipun kenyataan menunjukkan bahwa berpikir dan pengetahuan dapat membuat manusia lebih mampu merusak dan memusnahkan diri sendiri lebih cepat. 

PENGETAHUAN DENGAN ILMU PENGETAHUAN 

Pengetahuan (knowledge) dan Ilmu pengetahuan (science) sekilas tampak tidak ada bedanya. Ilmu pengetahuan (science) bukan semata-mata buah dari kesimpulan logis yang didasari oleh pengamatan, namun harus berupa kerangka teori atau kerangka konseptual yang memberi ruang bagi para ahli dalam mengkaji dan menguji secara kritis dalam bidang yang sama. 

Dengan demikian, hasil kajian dan ujian tersebut dapat diterima secara luas. Ilmu pengetahuan bukanlah kumpulan dari pengetahuan atau kegiatan yang ada di alam semesta yang dapat dijadikan dasar bagi kegiatan lain, melainkan suatu prinsip, teori, atau dalil yang berguna bagi pengembangan teori, prinsip, atau dalil selanjutnya dengan cara menemukan teori, prinsip, atau dalil yang baru. Nagel (1956) secara terperinci membedakan pengetahuan (common sense) dengan ilmu pengetahuan (science). 

Dalam sebuah pengetahuan, data mengenai fakta jarang dibumbui penjelasan tentang "mengapa" dan "bagaimana." Dalam pengetahuan, tidak dilakukan pengujian kritis mengenai hubungan sebab-akibat antara fakta yang satu dengan fakta yang lain; sedangkan dalam ilmu pengetahuan, pengujian dilakukan dengan uraian yang sistematis dan ditambahkan dengan sejumlah fakta sehingga dapat dilakukan klasifikasi berdasarkan prinsip atau dalil yang berlaku. 

Ilmu pengetahuan mempunyai ciri sistematis. Sebuah penelitian ilmiah bertujuan untuk menemukan prinsip mendasar dan berlaku secara umum tentang sesuatu. 

Berpedoman pada teori yang dihasilkan pada penelitian sebelumnya, penelitian yang baru memiliki tujuan untuk menyempurnakan teori yang sudah ada sebelumnya berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Sementara itu, pengetahuan tidak memberikan penjelasan (eksplanasi) sistematis dari berbagai fakta yang ada. 

Pengetahuan memiliki cara pengumpulan data yang bersifat subjektif, karena pengetahuan itu sendiri sarat akan emosi dan perasaan. 

Guna menghadapi masalah dalam kehidupan, ilmu pengetahuan menjadikan masalah tersebut digunakan untuk mendorong kemajuan ilmu pengetahuan itu sendiri. 

Ilmu pengetahuan berusaha mencari dan membuka pola-pola eksplanasi sistematis dari beberapa fakta untuk mempertegas aturan yang ada. 

Ilmu pengetahuan dapat mengatasi suatu permasalahan dengan memperhatikan hubungan yang logis dari proposisi yang satu dengan lainnya. 

Kebenaran dalam suatu pengetahuan bersifat tetap, sedangkan dalam ilmu pengetahuan harus selalu diuji secara kritis melalui observasi maupun eksperimen dan dapat diperbarui atau diganti sewaktu-waktu. 

Perbedaan yang paling mendasar terletak pada prosedur, di mana ilmu pengetahuan didasari oleh metode ilmiah. Metode yang digunakan adalah metode pengamatan, eksperimen, generalisasi, dan verifikasi. 

Selain itu, terdapat juga wawancara, generalisasi, dan verifikasi untuk ilmu sosial dan budaya. Sementara itu, pengetahuan hanya mengandalkan pengamatan dengan panca indra.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun