Mohon tunggu...
Pasya Tiara R
Pasya Tiara R Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN SGD

INFJ GURL

Selanjutnya

Tutup

Financial

Fenomena "Admin Tambahan" pada Pembayaran QRIS

14 Oktober 2025   14:02 Diperbarui: 14 Oktober 2025   14:04 9
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Saat ini, sistem pembayaran digital menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Indonesia. Hampir semua pedagang, baik kecil maupun besar, menawarkan fitur pembayaran QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard). Prosesnya sangat sederhana yaitu pembeli hanya perlu scan barcode, memasukkan jumlah pembayaran, dan transaksi selesai tanpa perlu repot untuk membawa uang tunai atau menunggu kembalian.

Namun, sejumlah pengguna kini mengeluhkan biaya yang dikeluarkan ketika menggunakan QRIS. Penjual kini mengenakan biaya tambahan atau "admin" bagi pembeli yang menggunakan QRIS, sebesar Rp500 hingga Rp1.000 per transaksi. Sekilas jumlahnya tak seberapa, namun hal ini bertentangan dengan peraturan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia (BI).

Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/2021 Pasal 52 Ayat 1 bahwa penyedia barang dan/atau jasa dilarang mengenakan biaya tambahan (surcharge) kepada pengguna jasa atas biaya yang dikenakan oleh penyedia jasa pembayaran (PJP). Dengan kata lain, biaya yang timbul akibat penggunaan QRIS merupakan tanggung jawab pedagang, bukan pembeli.

Secara teknis, biaya ini disebut Merchant Discount Rate (MDR), yaitu biaya yang dikenakan kepada pedagang oleh penyedia layanan pembayaran. Berdasarkan peraturan Bank Indonesia (BI), tingkat MDR bervariasi tergantung pada jenis transaksi:

  • Pembayaran reguler: 0,7%
  • Pendidikan: 0,6%
  • Stasiun bahan bakar: 0,4%
  • Bantuan sosial: bebas MDR

Sementara itu, untuk usaha mikro, Bank Indonesia menetapkan biaya layanan MDR sebesar 0,3%. Tarif ini pun tidak berlaku untuk semua transaksi melainkan hanya transaksi yang lebih dari Rp500.000.

Jika konsumen menemukan pedagang yang mengenakan biaya tambahan yang tidak sesuai dengan aturan, sangat penting untuk mengadukan penipuan tersebut. Sayangnya, kebanyakan pembeli tidak mengetahui kemana harus mengadukannya, sehingga keluhan seringkali tidak tersampaikan. Sebagai solusi, stiker QRIS sebaiknya mencakup nomor pengaduan resmi agar baik pembeli maupun pedagang dapat dengan mudah mengajukan keluhan. Dengan cara ini, pembeli dapat mengadukan penipuan terkait biaya tambahan, sementara pedagang dapat mengadukan masalah teknis yang mereka hadapi.

Di sisi lain, penyedia jasa pembayaran (PJP) juga memiliki tanggung jawab moral dan hukum. Berdasarkan ketentuan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) No. ASPI/K-II/6/XII/2022, PJP wajib memberikan edukasi kepada pedagang dan pengguna sebelum QRIS digunakan. Sayangnya, hal ini tampak belum berjalan optimal di lapangan.

Salah satu solusi yang dapat dipertimbangkan adalah kampanye publik edukatif. Misalnya, seperti kampanye Laurier berjudul "Surat Izin Menstruasi" yang menjadi viral dan berhasil meningkatkan kesadaran publik melalui papan iklan sederhana. Kampanye serupa dengan tema "Stop Admin QRIS" dapat dilaksanakan di pasar atau pusat perbelanjaan. Dengan cara ini, baik pedagang maupun pembeli dapat memahami aturan penggunaan QRIS dengan lebih baik.

Pada akhirnya, transparansi dan edukasi adalah kunci untuk menyelesaikan masalah ini. Pedagang perlu memahami bahwa QRIS bukan hanya tren, tetapi bagian dari sistem keuangan digital yang memerlukan kejujuran dan kepatuhan. Sementara itu, pembeli berhak mendapatkan keadilan dalam setiap transaksi tanpa dikenakan biaya tambahan yang tidak perlu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun