Bagi warga, itu bukan sekadar "upacara", tetapi penegasan bahwa kedamaian lebih berharga daripada kemenangan sepihak.
Tradisi seperti Peusijuek adalah cermin jiwa kolektif masyarakat Aceh. Ia menyatukan unsur estetika, sejarah, dan spiritualitas. Dalam dunia yang serba cepat, kita mudah lupa bahwa hubungan manusia dibangun bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan simbol dan ritual yang sarat makna.
Melestarikan Peusijuek tidak berarti menolak modernisasi. Justru, kita bisa mengabadikannya melalui dokumentasi, mengajarkannya di sekolah, atau memadukannya dengan acara kontemporer. Yang terpenting adalah menjaga roh dari tradisi ini: menyejukkan hati, memuliakan tamu, dan menguatkan tali persaudaraan.Â
Peusijuek mengajarkan bahwa damai tidak selalu datang dari perjanjian besar atau pidato megah. Kadang, ia hadir dalam bentuk sederhana: segenggam beras, setangkai daun pandan, dan doa yang tulus.
Jadi, jika suatu hari Anda berkunjung ke Aceh dan disambut dengan Peusijuek, ketahuilah: Anda sedang diterima bukan hanya di rumah mereka, tapi juga di hati mereka.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI