Sampai sejauh ini belum terbetik kabar bahwa semua tuntutan mahasiswa ini akan dipenuhi oleh pemerintah. Tapi setidaknya kita hanya mengingatkan disini sebaiknya jubir pemerintah itu jangan macam-macam, dengan rilis yang satu sama lain tidak selalu sama dalam memberikan keterangan pers. Sebaiknya jubirnya cukup satu, tapi semua Menteri dalam kabinet gemuk sekarang sebaiknya terkoordinir, jangan asal celetak-celetuk, sebagaimana pernyataan tegas dari Fidela. Hari ini keluar kebijakan A, besok dicabut, bahwa seakan itu sudah benar. Yang kami inginkan hanya satu cabut semua kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Dan tindak mereka ntah pejabat manapun itu yang melanggar aturan main asallah bisa korupsi. Kami ingin Presiden Prabowo tegas dan konsisten.
Bagaimana kita merespon hal ini, terutama dengan mengingat penyampaian aspirasi dari aktivis seperti Fidela dan Naufal dalam talkshow di sejumlah TV nasional. Keduanya sudah menjelaskan bahwa Indonesia Gelap adalah simbol kecemasan dan ketakutan rakyat terhadap hari depan mereka yang tak jelas dengan banyak kebijakan yang sangat mencekik rakyat setelah 100 hari Kabinet Prabowo.
Aksi Indonesia Gelap yang digalang BEM SI hari ini mencerminkan eskalasi keresahan publik terhadap arah kebijakan pemerintahan Prabowo dalam 100 hari pertamanya. Tuntutan yang mereka bawa mencakup berbagai aspek fundamental---mulai dari transparansi anggaran, evaluasi kebijakan Makan Bergizi Gratis (MBG), hingga penolakan dwifungsi TNI dan campur tangan Jokowi dalam pemerintahan. Ini menunjukkan mahasiswa tidak hanya bereaksi secara emosional, tetapi juga memiliki kajian kritis terhadap kebijakan negara.
Fidela Huwaida Marwa sebagai Ketua Kabinet KM ITB tampaknya menjadi salah satu figur yang menarik perhatian dalam gerakan ini. Kepiawaiannya dalam menyampaikan narasi mengingatkan pada tradisi aktivisme mahasiswa yang kuat, terutama di ITB yang punya sejarah panjang dalam pergerakan nasional. Sosok seperti Fidela dan Naufal merepresentasikan wajah baru kepemimpinan mahasiswa yang vokal, berani, dan tajam dalam menganalisis kebijakan.
Namun, pertanyaannya sekarang : sejauh mana pemerintah merespons tuntutan ini dengan serius. Hingga kini belum ada indikasi tuntutan mahasiswa akan dipenuhi. Pemerintah tampaknya masih sibuk dengan respons yang belum terkoordinasi dengan baik, seperti yang ditekankan Fidela - jubir yang tidak satu suara, kebijakan yang berubah-ubah, dan kurangnya konsistensi dalam eksekusi program.
Jika demonstrasi ini terus berlanjut dengan dukungan yang semakin besar, tekanan terhadap pemerintah bisa meningkat. Apalagi, jika ada respons represif dari aparat, itu bisa memperparah situasi dan membangkitkan lebih banyak solidaritas publik. Yang jelas, aksi ini menjadi barometer awal bagaimana mahasiswa dan masyarakat sipil akan terus mengawal pemerintahan baru, terutama dalam memastikan kebijakan yang benar-benar pro-rakyat.
Apabila pemerintah tak cepat meresponsnya demonstrasi ini akan semakin besar dan membakar. Mereka para aktivis ini enggan menerima respons yang berputar-putar tak jelas dari pemerintah. Mereka hanya ingin satu kata saja : hentikan penderitaan rakyat sekarang ini juga dengan mencabut semua ketentuan yang mencekik rakyat itu.
Ya, jika pemerintah terus mengulur-ulur waktu tanpa respons konkret, demonstrasi ini bisa berkembang menjadi gerakan yang lebih besar dan berlarut-larut. Mahasiswa dan masyarakat yang merasa semakin tertekan oleh kebijakan yang tidak berpihak pada mereka akan terus menekan pemerintah. Jika pemerintah tetap memberikan jawaban yang berputar-putar atau bahkan mengabaikan tuntutan, rasa frustrasi akan semakin membesar dan bisa berujung pada eskalasi yang lebih luas.
Sejarah menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa di Indonesia seringkali menjadi pemicu perubahan besar. Jika gelombang demonstrasi ini terus membesar dan mendapatkan simpati dari berbagai elemen Masyarakat - buruh, petani, dan kelas menengah yang juga terdampak kebijakan ekonomi - maka pemerintah bisa menghadapi tantangan yang lebih serius.
Pemerintah harus menyadari bahwa gerakan ini bukan sekadar protes biasa, melainkan ekspresi nyata dari kegelisahan rakyat. Jika mereka tidak segera memberikan solusi konkret - bukan sekadar janji atau klarifikasi yang saling bertolak belakang - bukan tidak mungkin gelombang perlawanan ini akan makin meluas.
Jika Prabowo masih berpegang pada "strategi improvisasi" lapangan hijau ala Diego Maradona, maka ia harus sadar kondisi saat ini bukan lagi permainan di lapangan hijau, melainkan realitas sosial-politik yang sangat serius.