Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Etika, Moral, dan Hukum di Negara Bayangan

23 Februari 2024   15:24 Diperbarui: 23 Februari 2024   15:24 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dialektika etika, moral dan hukum. Foto : philosophicaldisquisitions.blogspot.com

Etika, Moral dan Hukum di Negara Bayangan

Para pembuat konten zaman now memang "mar ragam-ragam" atau beranekaragam. Kita terkesima, tapi tak bisa mengatakan fenomena itu sebagai sesuatu yang abnormal, atau mengibaratkannya sebagai rimba raya dengan segala hukum rimba di dalamnya.

Tak terasa semua hal sudah kita lalui dalam hidup berbangsa dan bernegara. Mulai dari katakanlah Nol. Bayangkan Nol hingga menyelesaikan pemilu serentak belum lama ini.

Kita mewarisi assets pemerintah kolonial Hindia Belanda, tapi kita tidak mencampakkannya begitu saja. Legacy ex penjajah itu kita hargai, ntah itu infrastruktur jalan, perkebunan, pabrik gula dll. Lalu semuanya itu kita lanjutkan pengembangannya, misalnya infrastruktur KA yang tadinya hanya di pulau Jawa dan sebagian di Sumatera, kini kita sudah mengembangkannya hingga ke Sulawesi.

Kita sudah melewati krisis kesukuan. Dimulai dari Jong Java, Jong Batak, Jong Ambon, Jong Celebes dll. Umpatan seperti "hei Jawa, hei Batak, hei Ambon" dst dengan segala stereotipe yang ada di dalamnya kini sudah tak terdengar lagi. Kini kita hanya mendengar oh dia asal Sumatera, dia asal Jatim-Jateng-Jabar, dia asal Papua dst. Kini si Batak, si Jawa, si Papua dst itu sudah berdiskusi ketawa-ketiwi di berbagai podcast di belantara konten di negeri ini.

Jadi kalau sekarang seakan semua bangsa ini berteriak bahwa pemilu serentak yang baru saja berlalu kemarin adalah pemilu curang, tak beretika, bahkan tak bermoral. Itu dalam kacamata now biasa saja. Sampai di titik ini kita memang sudah sampai pada perbedaan pendapat yang kritis, yang sering dikatakan puncak peradaban demokrasi, dimana apapun bisa disuarakan asal dengan akal sehat, dan bukan bikin huru-hara seperti dulu.

Kita sekarang sudah banyak bersinggungan dengan masalah etika, moral dan hukum. Ada dialektika yang takkan pernah berhenti disitu. Kalau Perancis terkenal dengan Kode Penal legacy Napoleon Bonaparte yang menjadi dasar instrumen hukum Perancis modern sekarang, bahkan diikuti oleh seluruh kontinen Eropa. Itu semua berawal dari dialektika soal etika, moral dan hukum.

Kalau kita dimulai dari katakanlah Nagabonar dan Kusni Kasdut yang adalah pencopet atau maling di era revolusi kemerdekaan. Keduanya adalah maling budiman sekaligus patriotik pada zamannya. Sementara kitab hukum kita semuanya adalah kitab hukum legacy Belanda yang tentu berkacamata Eropa kontinental. 

Itu sudah kita sempurnakan semuanya. Yang pasti bagaimanapun patriotik dan merakyatnya seseorang, kalau maling ya tetap maling dan harus dihukum. Kalaupun masih bisa ngeles, itu sementara saja. Nagabonar dan Kusni Kasdut masa kini pasti tahu itu.

Mari kita lihat dulu apa Etika, Moral, dan Hukum dan bagaimana memahami perbedaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun