Mohon tunggu...
Parlin Pakpahan
Parlin Pakpahan Mohon Tunggu... Lainnya - Saya seorang pensiunan pemerintah yang masih aktif membaca dan menulis.

Keluarga saya tidak besar. Saya dan isteri dengan 4 orang anak yi 3 perempuan dan 1 lelaki. Kami terpencar di 2 kota yi Malang, Jawa timur dan Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Etika, Moral, dan Hukum di Negara Bayangan

23 Februari 2024   15:24 Diperbarui: 23 Februari 2024   15:24 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masalah etika di MK yang diributkan beberapa waktu lalu dan masih bergaung hingga sekarang. Juga moralitas yang dipersoalkan seputar pelaksanaan pemilu serentak kemarin, dimana Bansos digelontorkan pemerintah beberapa saat sebelum pencoblosan tgl 14 Pebruari 2024, bahkan disebutkan adanya penunjukan 20 Pj Kepala Daerah jauh sebelumnya, dan ini dituding sebagai berkaitan dengan kepentingan untuk pemenangan paslon tertentu dalam pemilu serentak.

Para aktivis, akademisi, influencer di medsos, bahkan para Dr dan Profesor di sejumlah kampus ternama di negeri ini seakan koor menyanyikan masalah Etika dan Moral dalam pelaksanaan pemilu serentak 2024. Kalaupun teriakan yang mengatakan kecurangan massif dan terstruktur dalam pemilu serentak kali ini belum sampai ke ranah hukum, tapi ancang-ancang menuju kesitu cukup kencang.

Quick Count pada hari pertama pencoblosan itu sudah keluar persis di atas Pk 13.00. Quick count memang seperti itu sejak pemilu 2004 lalu. Bagi para peneliti di lembaga survey yang semakin banyak sekarang. Itu tak masalah, karena kemajuan ilmu politik semakin hari semakin signifikan. Ada Voting Behaviour disitu. 

Apa dan mengapa seperti itu, Ini dengan mudah difilter jauh sebelumnya, sehingga ketika exit poll menjadi bahan untuk 1200-1400 sampel dari seluruh TPS Nasional, maka para peneliti sudah dapat memastikan perolehan angka-angkanya. Boleh dikata hasilnya akan sama dengan hasil akhir KPU pada 20 Maret yad.

Lalu bagaimana dengan suara-suara sumbang yang masih menggaung hingga sekarang. Bukannya menafikan mereka, termasuk maunya Ganjar dan Anies yang akan menggelontorkan Hak Angket kepada partai pengusungnya di DPR. Kita tidak mengatakan itu semuanya akan sia-sia. Jalankan saja, apakah bisa dalam waktu 8 bulan ini. 

Kalau Jimly mengatakan itu hanya gertak politik saja, tapi Yusril mengatakan itu sah-sah saja, asal yang bener dong, karena soal kecurangan yang dituduhkan seharusnya disidang di MK. Kalau di parlemen malah repot, karena yang diukur disini adalah kebijakan pemerintahan Jokowi mulai dari persiapan hingga pelaksanaan pemilu serentak 2024.

Kalau begitu adanya kegundahgulanaan Ganjar, Anies, para Guru Besar dan Akademisi, para aktivis dan barisan penggembira politik, tentu semuanya itu hanyalah dialektika soal Etika, Moral dan Hukum.

Kalau Hukum Positif yang berlaku sekarang, dimana dan apa bukti kecurangan tsb. Itu mudah saja. Diboyong saja perkaranya ke MK, tapi soal Etika dan Moral. Ini tak kurang tak lebih hanya soal dialektika semata.

Yang terpenting sekarang bagi kompetitor yang merasa dikalahkan adalah harus mau menerima kenyataan bahwa pemenangnya adalah si Anu, bukan si Ene dan si Ono, karena pemenang hanya satu, bukan dua atau tiga. Kalau toh masih keberatan dengan hasil akhirnya nanti yang akan diumumkan oleh KPU, silakan bukti-buktinya diajukan dan nanti akan diuji semuanya di MK. Koq repot.

Bagaimanapun berputarnya dunia ini, masalah Etika dan Moral akan berjalan terus. Yang bisa meremnya hanyalah Tuhan. Masalah umur capres dan cawapres. Kalau keputusan MK kemarin belum bisa diterima sebagai sintesis baru, dan masih beresonansi hingga sekarang, silakan apakah dialektika ke depan ini akan menghasilkan norma baru, atau justeru tetap inkracht sejalan dengan keputusan MK kemarin.

Etika dan moral akan terus berkembang melalui proses dialektika, di mana berbagai ide dan nilai diperdebatkan, diuji, dan disempurnakan. Dialektika ini didorong oleh perubahan sosial, teknologi, dan pemahaman manusia tentang dunia, contoh perdebatan tentang legalitas aborsi, pernikahan sesama jenis, dan eutanasia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun