Indonesia pada 2021 memiliki rasio terendah sebesar 7,2%, dibandingkan dengan negara-negara lain ketika pertama kali masuk dalam UMIC atau negara berpendapatan menengah, dimana China (32,12%), Thailand (26,27%), Brazil (12,59%), Malaysia (50,86%). Kondisi ini menunjukkan ekspor manufaktur Indonesia didominasi oleh ekspor "produk teknologi rendah" dan juga produk "manufaktur berbasis komoditas", sehingga sangat rentan terhadap gejolak harga serta pangsa pasar dan gampang tergantikan oleh negara-negara lainnya.
Dengan kualitas SDM yang masih ngepas, maka produktivitas kinerja kita pun ngepas, sehingga produksi-produksi dari sektor ekonomi kita tak lain hanyalah sektor ekonomi "low tech product", atau barang-barang industri berteknologi rendah. Berbeda dengan Malaysia, Thailand, Korea Selatan, China dst.
So, peluang Indonesia untuk menjadi negara berpendapatan tinggi pada 2045 yad sangat kecil karena beberapa kondisi dasar pendorong kemajuan ekonomi belum dimiliki oleh Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia selama menjadi negara berpendapatan menengah tak pernah tembus di atas 6% untuk menjadi negara maju pada 2045. Pada 2022 hanya sebesar 5,3% dan ditargetkan pemerintah kembali terjadi pada 2023 sebesar 5,3%. Sementara skenario Indonesia menjadi negara maju pada 2045 yad harus bisa tumbuh 6%.
Di tengah kondisi seperti itu, capres dan cawapres 2024, seperti Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di level 5,5%-6,5% selama masa kepemimpinannya, Ganjar Pranowo-Mahfud MD meski sadar situasi kelabu sekarang, tapi tetap optimis dan berjanji pertumbuhan ekonomi 7%. Hanya Prabowo-Gibran yang tak memasang target pertumbuhan dalam dokumen visi-misinya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia Mari Elka Pangestu menganggap level target pertumbuhan ekonomi 6-7% itu akan sulit dicapai, karena kondisi perekonomian dunia saat ini tengah melemah secara merata dan akan berlangsung dalam jangka waktu panjang.
Dilihat analisis dari berbagai global economy prospect seperti World Bank dan IMF. Masalahnya bukan hanya "slowdown in growth", dan ini bukan "cyclical", melainkan "secular", "secular slowdown in economic growth for the rest of this decade", kata Mari di LPEM FEB UI, Jakarta, Jumat ybl - Lih cnbcindonesia.com dalam https://tinyurl.com/ynwojvr5
Dari gambaran di atas, kita jadi terperangah, karena ekonomi Indonesia pada kenyataannya -- di luar yel-yel pembangunan - stagnan selama 2 dekade ini, sehingga wajar apabila ada sejumlah pakar yang memprediksi Indonesia bakal gagal menuju Indonesia Emas pada 2045 yad.
Lihat periode kedua Jokowi, pertumbuhan ekonomi tidak mencapai target yang diharapkan, bahkan mengalami perlambatan. Benar, perubahan ekonomi adalah hal yang dinamis, dan kondisi ekonomi bisa berubah dari waktu ke waktu. Tapi keterlenaan menyiapkan SDM yang mumpuni sebagaimana digambarkan di muka, itu yang kemudian tak bisa lagi disesali.
Bagaimana negeri ini dapat mencapai "Indonesia Emas" pada tahun 2045 dengan menyadari betapa terjalnya jalan menuju kesana. Mewujudkannya, tentu tak semudah membangun infrastruktur perhubungan seperti yang dilakukan Presiden Jokowi selama ini.
Kalaulah pilpres 2024 ini berjalan lancar, sidang MKMK berhasil memutuskan yang terbaik untuk bangsa, the next president ntah siapapun itu haruslah berani berimprovisasi melibatkan berbagai upaya dalam berbagai sektor ekonomi dan pembangunan.