Mohon tunggu...
Parhorasan Situmorang
Parhorasan Situmorang Mohon Tunggu... Penulis - Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Petualang waktu yang selalu memberi waktunya untuk menginspirasi generasi muda.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Profesor Romo Mangunwijaya

7 Februari 2017   21:28 Diperbarui: 25 November 2018   09:36 2288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Romo Mangunwijaya seorang cendikiawan Indonesia. (Foto: dok. pribadi)

Ada sebuah pertanyaan menarik: apakah sebuah mutiara disebut mutiara karena dinilai dan dinginkan sebagai mutiara? Atau apakah sebuah mutiara dihargai sebagai mutiara karena dia memang bernilai mutiara? Apabila pertanyaan ini kita adopsi: apakah Romo Mangun disebut profesor karena dinilai sebagai profesor atau apakah Romo Mangun dinilai dan dihargai sebagai profesor karena dia memang bernilai profesor? Artinya, bukan Romo Mangun yang mengejar-ngejar dan mendatangi keprofesoran itu, melainkan keprofesoran itulah yang dengan sendirinya mendatangi Romo Mangun karena kapasitasnya.

Romo Mangunwijaya adalah seorang profesor. Dia mahaguru yang sebenarnya yang area pengabdiannya tidak dibatasi dinding sekolah atau kampus. Mahaguru hakiki sebagaimana makna mahaguru jauh sebelum istilah mahaguru memasuki lingkungan akademis modern. Ini bukan pengertian secara akademis, bukan jabatan struktural, dan tidak berurusan dengan syarat-syarat regulasi pengangkatan guru besar di dunia kampus. Lebih dari itu merujuk kepada hakekat mahaguru, dalam makna paripurna karisma guru besar.

Mahaguru pada dasarnya adalah seorang guru. Manusia yang digugu lan ditiru, sosok bermartabat berdampak pembeda, sumber inspirasi, motivasi, dan kesantunan. Guru hekekatnya merupakan kata sifat, sebuah karsa karya mulia. Tatkala belakangan ini guru lebih populer diartikan sebagai sebuah ''profesi'', itu adalah variasi pengertian guru. Dari bahasa Sansekerta makna guru adalah seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan yang luas dan berwibawa dalam sebuah bidang ilmu dan mengajarkan ilmunya kepada orang lain. 

Kehadirannya adalah pembeda namun yang mengajar bukan semata-mata karena daya tarik finansial. Jadi yang dimaksud adalah guru yang melampaui pagar profesi, melintasi dinding jabatan akademis. Jika seseorang disebut guru (dalam arti profesi) namun belum guru (dalam pengertian hakiki), secara de jure dia adalah guru, namun secara de facto belum guru. Karena ya itu tadi, guru adalah hakikat sifat dan karsa karya mulia pengabdian tulus. Guru adalah sang cahaya yang mencahayai, yang mencerahkan yang membuat terang benderang pikiran dan hati sang murid.

Guru yang tingkat kewibawaannya, pengaruh, dan sumbangsihnya lebih tinggi dari rata-rata guru disebut mahaguru. Merupakan kehormatan mengapresiasi seseorang pemilik kemampuan dan kemahiran dalam sebuah bidang ilmu yang memberi dampak melebihi rata-rata peran yang dihadirkan guru pada umumnya. Mahaguru adalah gurunya guru. Termasuk di antara sedikit yang mencapai tataran itu: Profesor Romo Mangun.

*

Mengenai dinamika profesor akademis tentulah baik menyimak pengalaman Profesor S. M. Noor. Ketika beliau mengajukan berkas pengusulan profesor terjadi perbedaan persepsi dengan pihak rektorat yang diberi tugas menghimpun dokumen pengusulan. Beliau keberatan karena di antara buku-buku linier yang sudah diterbitkan ada tiga buku novel beliau ditolak. Pihak rektorat menolak tentu dengan alasan bahwa novel tersebut tidak relevan dengan disiplin ilmu yang digeluti. Namun dengan diskusi yang alot, akhirnya novel itu diterima oleh rektorat dengan catatan kesepakatan berdua bahwa biarlah Dikti yang menyeleksi dan melempar ke tempat sampah kalau menolak.

Pada akhirnya novel itu diterima. Bahkan reviewer yang memeriksa dokumen tersebut sedang keasikan membaca novel tersebut. Sang reviewer berkata, “Guru besar kreatif seperti inilah diperlukan. Punya nurani dan orisinalitasnya tidak diragukan.” Reviewer yang meloloskan karya novel S. M. Noor yang mengantarkan beliau menjadi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin adalah reviewer kreatif dan inovatif.
Dari cerita pengalaman di atas apabila berandai-andai menggunakan ukuran akademis, Romo Mangun tentu memenuhi syarat sebagai guru besar. Punya nurani dan orisinilitas. Itu jika berandai-andai dari sudut akademis. Realitasnya Romo Mangun de facto adalah sosok sarat syarat menjadi profesor. Dia memiliki banyak ciri-ciri profesor.

Direktur Jenderal Sumber Daya Iptek dan Dikti Ali Ghufron Mukti dalam Seminar Nasional Keprofesoran menegaskan bahwa perguruan tinggi memiliki peran sebagai agen pengungkit daya ekonomi masyarakat, tidak sekedar menjadi menara gading saja.

Salah satu komponen penting bagi perkembangan sebuah perguruan tinggi adalah adanya guru besar (profesor) yang berkualitas, kreatif dan produktif. Oleh karena itu dibutuhkan format dan mekanisme yang tepat serta transparan dalam menghasilkan profesor berkualitas di Indonesia.

Selaras dengan itu Menristek Dikti mengeluarkan regulasi baru yang mewajibkan para profesor yang ada di Indonesia untuk melakukan publikasi ilmiah secara internasional setiap tahunnya. Menristek Dikti, Mohamad Nasir mengatakan, regulasi yang dikeluarkan adalah SN Dikti Program Doktor Wajib Publikasi Internasional. Setelah regulasi tersebut dilaunching, para profesor yang tidak melakukan publikasi internasional, pihaknya akan melakukan evaluasi terhadap tunjangan kehormatannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun