Mohon tunggu...
Paramesthi Iswari
Paramesthi Iswari Mohon Tunggu... Ibu Rumah Tangga

Ibu Rumah Tangga

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menagih Keadilan Bagi Orangutan

23 September 2025   14:09 Diperbarui: 23 September 2025   14:09 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:  Unsplash/ Jeremy Stewardson

Vincent Nijman, seorang antropolog dengan spesialisasi perdagangan satwa liar, dalam laporan penelitian yang diterbitkan pada tahun 2017 mengungkap bahwa dari 440 kasus perdagangan orangutan yang terjadi sepanjang tahun 1993 hingga 2016, hanya 7 orang yang ditangkap dan dituntut secara hukum. 

Hampir semua kasus berakhir "damai" tanpa diproses di meja hijau.  Kasus dipandang selesai dengan penyerahan orangutan kepada aparat tanpa kejelasan nasib selanjutnya. Sikap permisif aparat seolah membenarkan bahwa pelaku dapat melenggang bebas dari hukuman meskipun telah melanggar aturan.

Hingga tahun 2024, Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE) menjadi acuan dalam menindak perburuan dan perdagangan satwa yang dilindungi. Pasal 21 ayat (2) undang-undang tersebut melarang tindakan menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memelihara, mengangkut dan memperjualbelikan satwa yang dilindungi.  Sedangkan pasal 40 ayat (2) menyebutkan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000, - (seratus juta rupiah) terhadap pelanggaran ketentuan tersebut.

Hukuman dan sanksi yang terlalu ringan tersebut tidak memberikan efek jera kepada pelaku.  Perdagangan orangutan tumbuh subur menjadi bisnis dengan keuntungan tinggi lantaran didukung oleh kejahatan beresiko rendah (low risk, high reward crime).

UU KSDAHE luput untuk membidik kerugian yang lebih besar akibat perburuan satwa, seperti trauma, tingginya biaya rehabilitasi dan pengembalian satwa ke habitatnya, maupun kematian induk orangutan.

Bayi orangutan menjadi sasaran utama perburuan lantaran lebih diminati dan harganya lebih tinggi di pasar gelap.  Mereka dinilai lebih lucu, mudah untuk dipelihara dan dilatih, lebih jinak dan mudah dalam transportasinya. Padahal untuk mendapatkan bayi orangutan, sering kali disertai dengan membunuh induknya.  Hal ini karena hingga berusia 8 tahun orangutan belum mampu hidup mandiri sehingga memiliki ketergantungan tinggi kepada induknya. 

Sumber:  Unsplash/ Jeremy Stewardson
Sumber:  Unsplash/ Jeremy Stewardson

Bayi orangutan korban penangkapan tidak bisa langsung dikembalikan ke alam terbuka.  Mereka membutuhkan rehabilitasi dan "latihan ketrampilan hidup" yang sangat mahal dan bertahun-tahun. The Orangutan Project mengungkap biaya yang dibutuhkan untuk merawat 1 bayi orangutan yatim piatu di pusat rehabilitasi tak kurang dari 2205 USD per tahun.  Kerugian-kerugian inilah yang luput untuk dibidik dalam UU KSDAHE. 

UU KSDAHE juga kurang relevan dengan perkembangan zaman di mana perdagangan satwa bukan lagi sekedar kejahatan individual namun tak jarang dilakukan oleh korporasi dengan sindikat yang berlapis rapi, melibatkan berbagai aktor berbeda, bersifat lintas negara dan didukung teknologi maju.

Banyak kasus hanya menindak pemburu atau kurir namun luput menindak otak pengendali jaringan atau pembelinya. Kesulitan itu bertambah karena tempat kejadian dan para pelaku berada dalam wilayah hukum yang berbeda.  Untuk itu dibutuhkan penyidikan berlapis yang melibatkan berbagai instansi.

Adakah Secercah Harapan

Pada tanggal 7 Agustus 2024 telah disahkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2024 tentang Perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 (UU Perubahan KSDAHE).  Meski tak luput dari beberapa kekurangan yang masih terdapat di dalamnya, UU Perubahan KSDAHE tampaknya memberikan secercah harapan bagi penindakan kejahatan terhadap tanaman dan satwa dilindungi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun