Mohon tunggu...
khusni mustaqim
khusni mustaqim Mohon Tunggu... -

ketika semua orang berpikir tentang putih maka aku berusaha untuk berpikir tentang hitam,, ketika semua orang berpikir tentang kebaikan maka aku akan berusaha berpikir tentang keburukan,,

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Psikologi Semar

31 Juli 2010   02:42 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:26 2168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semar dikenal sebagai salah satu tokoh wayang asli Indonesia. Semar biasanya dimunculkan bersama gareng, petruk, dan bagong. Sepintas kemunculan para punakawan ini hanya terlihat bagai selingan tawa di tengah jalannya cerita wayang yang cukup serius. Namun di balik itu semua tokoh Semar sendiri memiliki banyak makna. be SeMAR Banyak versi yang menceritakan asal-usul tokoh Semar itu sendiri. Namun secara garis besar dapat dikatakan bahwa tokoh ini adalah perwujudan dari salah seorang Dewa yang cukup sakti. Semar sendiri diceritakan masih memiliki hubungan dekat dengan Batara Guru yang tidak lain diceritakan sebagai Raja para dewa atau dewa tertinggi. Beberapa versi menyebutkan hubungan tersebut adalah adik-kakak, sedangkan versi lain menyebutkan hubungan paman dan ponakan. Meskipun Dewa yang cukup sakti, sosok Semar justru hanya berperan sebagai pengasuh para kesatria. Para punokawan selalu berada sebagai tokoh belakang dan jarang terlibat secara langsung dalam alur cerita. Para punokawan digambarkan sebagai golongan akar rumput. Akan tetapi di balik itu semua tidak bisa dipungkiri bahwa Semar sebenarnya adalah sosok yang besar. Diceritakan bahwa para kesatria selalu meminta nasehat darinya apabila mendapat masalah. Bahkan Sang Batara Guru yang menjadi Raja para dewa pun terkadang meminta nasehatnya. Dalam beberapa kisah juga diceritakan bahwa Batara Guru pun kalah sakti dengan Semar. Semar berhasil menngalahkan Batara Guru dengan senjata andalannya yaitu kentutnya. Semar pula lah yang berhasil melerai pertangkaran antara kedua kesatria sakti yaitu Gareng dan Petruk yang kemudian menjadi pengikutnya. Semar dan struktur sosial Budaya memiliki efek saling mempengaruhi antara budaya yang satu dengan yang lain. Budaya juga seringkali diadopsi oleh bangsa lain. Indonesia termasuk salah satu bangsa yang gemar mengadopsi budaya lain. Terbukti dari catatan sejarah yang menunjukkan bagaimana Hindu dan Islam bisa mudah diterima dalam struktur budaya kita. Namun budaya yang diadopsi terkadang tidak ditelan atau ditiru mentah-mentah. Seringkali budaya tersebut mendapat sedikit penyesuaian di beberapa bagian agar lebih mudah diterima oleh masyarakat. Munculnya para Punakawan dalam cerita pewayangan juga merupakan salah satu bentuk penyesuaian terhadap budaya asing. Meskipun wayang kulit dan wayang golek itu sendiri mungkin merupakan budaya asli Indonesia, namun cerita-cerita yang sering dipentaskan adalah cerita-cerita dari India. Sebut saja Mahabarata dan Ramayana. Maka cukup menarik untuk mendalami mengapa Punakawan muncul dalam dunia wayang. Tentunya ini semua tidak terlepas dari struktur sosial masyarakat yang ada. Menurut saya, kemunculan Punakawan ini memiliki beberapa alasan. Punakawan selalu muncul dalam adegan goro-goro dimana merupakan adegan komedi dalam sebuah cerita wayang. Ini mungkin erat kaitannya dengan sistem kebudayaan kita yang memiliki fokus yang besar dalam hal kebahagiaan. Salah satu bentuk nyatanya adalah komedi. Dalam cerita pewayangan asli baik Ramayana dan Mahabarata sentuhan komedi kurang begitu terasa. Cerita ini lebih menonjolkan sisi aksi terutama dalam hal peperangan. Ini mungkin berbenturan dengan struktur budaya kita yang cenderung pragmatis atau lebih santai dan kurang begitu serius dalam menghadapi suatu masalah. Maka agar kisah pewayangan ini dapat diterima oleh masyarakat ditambahkannyalah adegan Goro-goro dalam cerita wayang. Tokoh Semar sendiri merupakan representasi dari tokoh yang paling bijaksana dan sakti. Yang cukup menarik adalah justru sosok sebesar ini tidak berada dalam tingkatan struktur sosial yang tinggi dengan menjadi raja atau dewa misalnya, namun justru hanya menjadi seorang pengasuh atau pembantu yang merupakan representasi dari golongan akar rumput. Hal ini bisa diterjemahkan dalam hal. Yang pertama adalah bahwa seseorang yang memiliki kemampuan yang besar tidak harus menonjolkan diri. Nilai ini sama halnya dengan nilai-nilai andap asor dalam budaya Jawa. Nilai ini sangat dijunjung dalam masyarakat Jawa. Bahkan ada pepatah yang mengatakan seperti ilmu padi, makin berisi makin merunduk. Dimana seseorang diharapkan untuk selalu rendah hati meskipun memiliki kemampuan yang besar. Begitu pula Semar yang meski memiliki sebuah kemampuan yang besar namun memilih untuk berada di belakang layar dan menjadi golongan akar rumput. Ini juga dapat ditafsirkan bahwa seorang pemimpin sebaiknya tetap dekat dengan golongan akar rumput atau memperhatikan keadaan di bawah. Yang kedua bahwa kita jangan menilai seseorang dari penampilannya. Mereka yang kadang terkesan sederhana dan tampak sebagai golongan marginal sebenarnya memiliki kebijaksanaan yang tinggi. Ini sesuai dengan nilai dan stereotype kita bahwa orang bijaksana seringkali digambarkan sebagai sosok yang biasa saja dan sederhana dalam kehidupannya. Semar pastilah seorang Psikolog juga Satu hal lagi yang membuat saya kagum akan sosok ini adalah caranya dalam memberi nasehat. Dalam memberi nasehat Semar selalu memberikan segala pilihan dengan konsekuensi yang ada. Maka mereka yang meminta nasehatlah yang harus menentukan sendiri mana yang akan mereka lakukan. Cara ini mirip dengan pendekatan humanis yang banyak digunakan oleh para konselor dan psikolog saat ini. Dimana konselor atau psikolog tidak memberikan solusi secara langsung dan mengarahkan klien ke arah tertentu (non-directive) tapi lebih ke arah membantu klien dalam mengatasi masalah mereka sendiri. Metode yang paling baru di dunia psikologi ini sudah jauh-jauh hari digunakan oleh Semar. Maka pantaslah saya menebak pastilah Semar itu seorang Psikolog juga. Saya rasa jika Semar mau menulis buku pastilah dia lebih terkenal dibanding tokoh-tokoh Psikologi lainnya. Semar Mendem Bagaimanapun juga Semar hanyalah sebuah tokoh fiksi. Namun pembentukan karakter dan penokohannya tentu tidak lepas dari pengaruh budaya tempat Semar dilahirkan. Jadi nilai-nilai yang terkandung dalam Semar sebenarnya merupakan representasi dari nilai-nilai budaya masyarakat yang ada. Nilai-nilai yang sayangnya sudah mulai kita lupakan dan kita ganti begitu saja.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun