Mohon tunggu...
Arief priatna suwendi
Arief priatna suwendi Mohon Tunggu... Freelancer - Relawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Setiap orang mempunyai kelemahan demikianlah hukum Allah

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Arief P Suwendi, "Banggakah Bekerja di Media Non-Mainstream!?"

23 Januari 2020   02:16 Diperbarui: 3 Mei 2020   09:49 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

BANGGAKAH BEKERJA DI MEDIA NON-MAINSTREAM?

Busmillahirahmanirahiim,

Assalamualaikum wrwb,

Salam Damai Dan Sejahtera,

Teman,

Media Mainstream (media arus utama) itu  pastinya identik dengan Legalitas,  Kredibilitas, Professionalism dan Kapitalism

LEGALITAS
Sebagaimana UU.Pers No.40/1999 dan edaran Dewan Pers Indonesia (DPI)  bahwasanya badan Usaha media haruslah PT (No.01/SE-DP/I/2014 tentang pelaksanaan UU Pers dan standar perusahaan Pers) yang dilengkapi dengan berbagai aturan lain; Edaran DPI no.1/peraturan-DP/II/2010 tentang standar Uji Kompetensi Wartawan, dsb

Bagi pemilik modal, sangat mudah untuk membuat Media Mainstream dengan Legalitas yang 'maha sempurna' sebagaimana hal diatas

KREDIBILITAS & PROFESIONALISME

Pekerja Media Mainstream khususnya para Wartawannya, adalah mereka yang memang mempunyai pendidikan khusus bidang jurnalistik baik level diploma maupun strata-1. Ditambah dengan sertifikasi dan hal lain sebagaimana anjuran Dewan Pers Indonesia atau PWI. Semua ini tidak salah, demikianlah adanya.

KAPITALISME

Media mainstream pastinya dibekali dengan kapital/modal kerja yang 'fixed. Sehingga Legalitas, official equipment, akomodasi, transportasi, dan gaji/honor pun berani diatas UMR yang berlaku termasuk bonus bonus lainnya.

Lalu bagaimana dengan teman teman yang 'hanya mampu bekerja atau menjadi Pemilik Media Non-Mainstream khususnya media online?

DokPri
DokPri
Jika saja saat ini, sebagaimana rilis Dewan Pers Indonesia (DPI) tahun 2019 yang mengatakan bahwa pasca Reformasi jumlah media Masa meningkat dan tercatat ada sekitar  47.000 media  cetak, radio, televisi dan media online. Dimana dengan jumlah itu Indonesia dianggap memiliki media masa paling banyak di dunia.

Dan dari jumlah itu 2.000 adalah media cetak, 674 radio, 523 televisi termasuk  tv lokal, dan lebihnya media online.

Berarti dari 47.000 media kemudian dikurangi 3.197 media yang tercatat di DPI , maka masih ada tersisa 43.803 media, apakah ini yang kemudian disebut dengan Media Non-Mainstream (MNM) karena tidak 'tercatat' di DPI?, Jika Betul, betapa mulianya teman teman MNM memberikan sumbangsih bagi bangsa Dan Negara ini.

DokPri
DokPri
Anggap disetiap MNM mampu 'menyerap 3 orang pekerja, berarti MNM telah mampu menyerap sekitar 131.409 tenaga kerja di seluruh Indonesia, tentunya  hal ini jauh dari jumlah PNS/ASN, Buruh, TKI/TKW, juga TNI-Polri. 

Namun keberadaan pekerja MNM adalah realita yang tidak dapat dipandang 'sebelah Mata, dimana hasil kerja MNM Itu kemudian tersebar di APBN melalui pajak motor, uang sekolah anak, E-Money, Pulsa provider, PAM Jaya, Restribusi Parkir, Dsb.

Jika saja dari 131.409 pekerja MNM Itu terpangkas Rp.1 juta/bulan untuk hal diatas, maka Negara mendapat sekitar Rp.131,4 milyar/bulan atau  Rp.1,576 trilyun/tahun.

Juga,Jangan tanya tentang bagaimana militansi mereka dilapangan,  Karena mereka pun memahami UU.Pers No.40/1999 Itu. Bagaimana mengumpulkan, mengolah data sehingga menjadi Berita Dan disebarkan kepada publika. Yang kadang Berita ini 'lalai' ditayangkan oleh Wartawan Mainstream.

Apakah para wartawan Media Mainstream (MM) juga selalu benar menetapkan UU Pers tersebut?, Tidak juga. Karena terbukti pernah ada kasus Penyiaran/penayangan hoaks. Jawa Pos misalnya, pernah wartawannya melakukan wawancara palsu. TVOne juga pernah melakukan hal serupa. Metro TV pernah menyiarkan video palsu. Mungkin bukan media itu yang berniat jahat, tapi oknum di MM itu.

DokPri
DokPri
Jika Wartawan MNM bukan 'wartawan, bagaimana dengan isi Pasal 1 ayat (4) UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang menyebutkan wartawan adalah orang yang secara teratur melakukan kerja jurnalistik. Sementara, Pasal 1 ayat (1) menjelaskan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menampikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik dan segala jenis saluran yang tersedia.

Menjadi wartawan tidak perlu sekolah khusus, mendapat sertifikasi atau pengakuan khusus dari lembaga tertentu,

Karena definisi wartawan dalam UU Pers  bersifat umum, teoritis  dan bisa berbeda dalam prakteknya. Sebagai fenomena sosial, definisi wartawan harus mengikuti perubahan perkembangan zaman dan tidak bisa didefinisikan secara kaku. Di Negara maju bahkan di Indonesia era pasca Reformasi 1998 blogger lebih dibaca orang ketimbang Media Mainstream.

DokPri
DokPri
Jadi bagi Saya, Wartawan bukanlah profesi -sebagaimana halnya advokat dan dokter- melainkan hanya 'jenis pekerjaan, sama seperti juru masak, misalnya.   Yang tidak memerlukan pendidikan khusus. Bedanya, kalau tukang masak mengolah bumbu dan bahan masakan, maka wartawan mengolah kata-kata dan informasi. Jika terjadi pelanggaran pun maka akan menghadapi sangsi sebagaimana di UU Pers, KUHP Dan UU ITE 2008.

DokPri
DokPri
Selama tidak melanggar hal diatas, ditambah telah dijanjikan dalam UUD 1945 Pasal 28 tentang hak menyampaikan pendapat dan pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".

Maka keberadaan teman teman Wartawan MEDIA NON-MAINSTREAM tetap syah secara hukum

Wassalamualaikum wrwb,

Mohon Maaf lahir bathin.
Salam Damai!
Bandung, 22 Januari 2020
Arief P. Suwendi
-Alumni Kongres Relawan Jokowi Sedunia 2013
-Sekjend Aliansi Wartawan Non-Mainstream Indonesia

foto: koransulindo.com
foto: koransulindo.com
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
dokpri
CommingSoon/Raju-YKIJ/2020
CommingSoon/Raju-YKIJ/2020
dokumentasi alumni kongres relawan jokowi
dokumentasi alumni kongres relawan jokowi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun