Menjadi wartawan tidak perlu sekolah khusus, mendapat sertifikasi atau pengakuan khusus dari lembaga tertentu,
Karena definisi wartawan dalam UU Pers  bersifat umum, teoritis  dan bisa berbeda dalam prakteknya. Sebagai fenomena sosial, definisi wartawan harus mengikuti perubahan perkembangan zaman dan tidak bisa didefinisikan secara kaku. Di Negara maju bahkan di Indonesia era pasca Reformasi 1998 blogger lebih dibaca orang ketimbang Media Mainstream.
Jadi bagi Saya, Wartawan bukanlah profesi -sebagaimana halnya advokat dan dokter- melainkan hanya 'jenis pekerjaan, sama seperti juru masak, misalnya. Â Yang tidak memerlukan pendidikan khusus. Bedanya, kalau tukang masak mengolah bumbu dan bahan masakan, maka wartawan mengolah kata-kata dan informasi. Jika terjadi pelanggaran pun maka akan menghadapi sangsi sebagaimana di UU Pers, KUHP Dan UU ITE 2008.
Selama tidak melanggar hal diatas, ditambah telah dijanjikan dalam UUD 1945 Pasal 28 tentang hak menyampaikan pendapat dan pasal 27 ayat 2 yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan".
Maka keberadaan teman teman Wartawan MEDIA NON-MAINSTREAM tetap syah secara hukum
Wassalamualaikum wrwb,
Mohon Maaf lahir bathin.
Salam Damai!
Bandung, 22 Januari 2020
Arief P. Suwendi
-Alumni Kongres Relawan Jokowi Sedunia 2013
-Sekjend Aliansi Wartawan Non-Mainstream Indonesia
CommingSoon/Raju-YKIJ/2020
dokumentasi alumni kongres relawan jokowi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Worklife Selengkapnya