Mohon tunggu...
Zidan Mustaqim
Zidan Mustaqim Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Pengelana waktu; suka jalan-jalan. titik!

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ratu dari Timur

22 Oktober 2013   23:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   06:09 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh Ichdinas S. Mustaqim: Jakarta, 10 Agustus 2011

Kota Tua. Sudah barang tentu merupakan cerminan dari usianya. Sekilas namanya mungkin terdengar biasa dan tidak menarik terdengar di telinga. Tetapi jika kita ”menikmatinya” lebih dalam lagi, di tempat inilah kita dapat menyaksikan panorama puncak kejayaan imperium kolonial Belanda di negeri ini. Bagi masyarakat pencinta photografi, tentunya tempat ini merupakan menu yang paling istimewa dari penjelajahan rekaman lensa kamera Anda untuk di abadikan.

Kota ini dulunya bernama Batavia dan digunakan sebagai Stadhuis atau pusat pemerintahan VOC. Tepatnya sejak Jan Pieterszoon Coen sebagai salah seorang petinggi VOC pada abad ke 17 M. Seiring waktu dan berakhirnya kekuasaan penjajah di negeri kita, Batavia kini berubah nama menjadi Jakarta. Pada jamannya kota tua ini, begitu megah begitu indah, kaya akan nilai seni, artistik dan penuh dengan nilai estetika pada setiap lekuk kontruksi bangunan-bangunannya. Bahkan pada masanya, kota ini oleh masyarakat Eropa khususnya Belanda di juluki Sang ”Ratu Dari Timur”.

Cukup dengan mengeluarkan kocek sebesar tiga ribu lima ratus rupiah, dengan menggunakan Bus Trans Jakarta (BusWay) dari segala penjuru kota Jakarta dengan tujuan Stasiun Kota, Anda akan dapat menyaksikan bagaimana megahnya pemandangan puing-puing sisa sebuah pradaban yang sarat dengan ilmu pengetahuan sejarah yang begitu luar biasa. Hanya dengan berjalan kaki dari Stasiun Kota, sejauh mata kita memandang, maka penglihatan kita akan langsung disuguhkan oleh bangunan-bangunan yang besar, tinggi, dan begitu megah. Di mana pemandangan tersebut mampu mereflesikan pengetahuan kita tentang bagaimana takjubnya kejayaan sebuah pradaban maju di Eropa pada masa lalu (penjajahan) secara nyata.

Perasaan kita akan larut di bawa, bagaimana rasanya menjejaki kaki di negara-negara Eropa macam Inggris, Prancis dan sudah barang Belanda. Barisan bangunan-bangunan raksasa di hadapan kita ini akan mangantarkan kita kepada kehidupan masa lalu negeri kita yang kelam. Bangunan-bangunan megah ini akan mengantarkan ingatan kita pada darah, keringat dan kesedihan masa lalu. Bangunan-bangunan yang menjulang angkuh menusuk angkasa, sekaligus menjadi saksi bisu dari perjalanan panjang penjajahan negeri ini. Konon di bawah dasarnya terdapat terowongan-terowongan yang menghubungkan kita ke beberapa tempat, seperti bibir pantai dan Istana Negara.

Pada beberapa bangunannya, saat ini memang telah di manfaatkan sebagai meseum bahkan perkantoran. Tetapi sayangnya, sebagian besar dari keseluruhan bangunan-bangunan yang melingkupi "Kota Tua", kini tidaklah seraksasa, semegah, dan seangkuh jamannya. Ia tidaklah seperti ”Ratu Dari Timur” seperti yang digambarkan masyarakat Eropa ketika itu, sebab bangunan-bangunan ini seperti tengah dibiarkan hancur tergerus oleh roda jaman dan kejamnya tangan-tangan kotor yang melumurinya tubuhnya dengan berbagaimacam tulisan-tulisan. Sedih rasanya ketika melihat bangunan-bangunan yang dulunya tangan-tangan renta rakyat kita sendiri yang membangunnya.

Seandainya saja saya saat ini adalah seorang Gubernur atau kepala negara, sudah barang tentu tempat ini akan saya rekonstrusi ulang sedetail-detainya dan akan  saya jadikan tempat ini sebagai sebuah ”meseum raksasa”, di mana setiap anak bangsa negeri ini bisa belajar dari masa lalunya. Bukan sekedar kongko-kongko bermain gitar atau bermesraan sebagai pasangan kekasih. Agar semua masyarakat Eropa bahkan dunia tahu dan akan mengatakan, bahwa bangsa kami, adalah bangsa pemaaf, bangsa kami adalah bangsa yang mencintai seni, bangsa kami mampu memaknai sejarah secara positif dan ”Ratu Dari Timur” memang megah dan nyata! Sayangnya saya bukanlah mereka, sehingga hanya mampu menyajikan keindahan ”Kota Tua” dalam bentuk tulisan sebagai wujud kepedulian. Dan wujud ini, saya tutup dengan mengutarakan kegelisahan hati dalam bentuk puisi untuknya:

Kota itu kini telah senja,

Ringkih dan renta seperti manusia tua yang terbaring sakit,

Diam membisu dengan sejuta cerita dan rahasianya,

Tertatih-tatih dan sekarat menahan putaran waktu yang begitu kejam,

Kemegahan adalah masa lalunya,

Sebab saat ini kota itu terkapar luka oleh kejamnya jaman,

Teronggok rapuh bak pohon-pohon tua yang menanti ajalnya,

Mengelupas, runtuh dan membusuk,

Lalu mati ditelan keangkuhan....

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun