Mohon tunggu...
Pangat Muji
Pangat Muji Mohon Tunggu... -

Mendidik generasi masa depan agar selalu ingat Moral, Tanggungjawab, Kontribusi kepada Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

KOMPAS Minggu yang Haus Darah

5 September 2010   01:21 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:26 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kompas hari ini 5 September 2010 hal.25 menampilkan sosialita haus darah. Apa yang terjadi dengan Kompas, di bulan suci Ramadhan pula menampilkan sosok seperti itu. Seolah di seantero negeri sudah tidak ada lagi sosok teladan yang lebih baik daripada tampilan hari ini.

"Anehnya, saya tidak merasakan apa-apa saat pelatuk ditarik dan seekor babi roboh dalam jarak 100-300 meter," tutur Ira dingin. "Sekali tembak harus mati dan karena itu yang dibidik adalah jantung atau kepala babi," tambah Ira. Inilah tampilan lain di halaman itu, di koran, media massa terbesar dan paling berpengaruh di seluruh negeri, Kompas.

Silakan si tokoh Ira berusaha mengelak dan tidak enak disebut sebagai pembunuh berdarah dingin, silakan dia mau berbuat apa saja, membunuhi apa lagi sepanjang kebodohan batin masih menyertainya, yang masih bodoh tidak mampu berempati kepada keluarga babi yang anggota keluarganya dibantai manusia beradab putri mantan menteri Fahmi Idris itu.

Yang amat sangat disayangkan adalah bagaimana Kompas bisa dan mau meloloskan topik yang bisa memiliki efek berantai kepada sekian ribu wanita dan siapapun yang memiliki kecenderungan kekerasan, yang selama ini mampu dipendam atau disalurkan ke arah lain, akan memperoleh panutan dalam diri Ira, dan Kompas harus bertanggungjawab.

Ada lagi gugatan kepada kita semua, apakah serta merta dengan diharamkannya hewan babi dalam Islam, maka kita dengan geram dan merasa benar akan memilih membantai babi dan segenap familia babi (babi hutan sekalipun). Dengan cara itu paling tidak mereka yang sedang berperang akan 'terlihat' lebih terhormat karena menembaki musuh yang melawan daripada menembaki hewan yang sedang berlarian ketakutan karena manusia beradab yang berjilbab pula (lihat foto di halaman 25 itu) sedang menembaki mereka. Hewan yang tidak bisa melawan dan tidak berdosa apapun kepada manusia bernama Fahira atau keluarganya.

Atau, jangan-jangan oknum Kompas hendak memberi contoh antagonis dalam budaya Islami. Jilbab dan bedil? Ada udang di balik batu? Kasihan Fahira yang 'lugu' dan dingin telah menjadi objek tema antagonis, data artikel itu akan melekat sepanjang hayat Kompas. Hingga puluhan tahun ke depan.

Bersama ini saya sangat menyesalkan tampilan Kompas hari ini dan meminta mereka mengintrospeksi diri dan memohon maaf kepada masyarakat anti kekerasan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun