Mohon tunggu...
Panca Nur Ilahi
Panca Nur Ilahi Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Rebahan

Limpahkan pemikiran dengan sebuah tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Martabak

3 Januari 2021   16:40 Diperbarui: 3 Januari 2021   17:21 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Benar saja tebakan kami bahwa Bapak akan membawa martabak kesukaan anak-anaknya. Ibu ku melihat kelakuan kami sambil berkata "Kalian ini udah kaya anak burung yang nunggu di sarang buat di kasih makan." sambil tersenyum ibu ku melihat kami yang senang dengan sebungkus martabak itu. Kalau sudah begitu rumah menjadi sangat ramai dan hangat. 

Aku merasa hal-hal itu baru saja terjadi kemarin, namun faktanya sekarang kami sudah tumbuh dewasa, Mbak Nisa, Icha, dan Sri sudah menikah dan tinggal dengan keluarga kecilnya. Sedangkan Mas Agus dan Mas Iksan mengambil pekerjaan di luar kota. Aku melihat kaca jendela bus yang sedang macet karena hujan, lampu jalan Jakarta sangat bagus ketika malam. 

Rasa rindu itu muncul di benakku, aku harap mereka baik-baik saja saat ini. Sedang asyiknya melihat pemandangan malam ibu kota, tiba-tiba ada orang yang duduk disampingku dan berkata, "Udah kaya drama Korea aja nyenderin kepala di jendela bus sambil galau."

Aku mengenal suara ini,  pasti ini Putri. "Put lu kok bisa di sini, perasaan tadi masih di kantor." dengan semangatnya putri menjawab, "Iya tadi gua lari dari kantor ke luar terus buru-buru ke halte Trans Jakarta, emang gue beruntung banget busnya masih nunggu gue." Aku hanya menjawab dengan "Ohh." 

"Oh doang lagi lu, Oppa! lu kenapa si lagi galau ya kayaknya hari ini gak semangat gitu?" dengan suara kerasnya putri membuat semua orang di bus melihat kami berdua. "Sssttt... Put suara lu kecilin! Liat tuh pada ngeliatin, kayaknya lu harus kurang-kurangin nonton DRAKOR deh." Aku berbisik ke Putri. 

"Ih biarin aja si kita kan selebgram jadi diliatin." Putri mulai ngelantur. "Put jangan gitu malu tau." Putri hanya tertawa, "Jadi lu kenapa kok gk semangat gitu?" 

"Gapapa, gue kurang tidur aja." Aku harap Putri bisa paham dan tidak bertanya lagi, "Oh oke deh, tidur aja sekarang hehe." "hemm" aku menjawab dengan malas. 

Puti mulai terdiam, hujan di luar juga mulai reda dengan rintik-rintik yang masih tertinggal. Aku melihat ke arah Putri, ternyata dia sudah tertidur dengan headset di kupingnya. Beberapa halte sudah ku lewati, aku mulai sampai di halte tujuanku.

Aku membangunkan Putri untuk salam perpisahan, sambil membuka headsetnya aku berucap pada Putri "Put gua duluan ya." Putri hanya membuka sedikit matanya "Hah iya iya duluan, gue mau tidur." aku meninggalkan Putri yang masih setengah sadar. 

Keluar dari Halte Trans Jakarta aku merasa lapar, aku baru ingat tadi siang adalah makanan terakhir yang aku makan. Aku berniat mencari makan, namun karena hujan dan sudah malam aku hanya melihat penjual martabak di depan supermarket. "Oke deh martabak aja. Kayaknya cukup kenyang." aku bergumam dalam hati. Setelah sampai di depan pintu rumah aku mengambil kunci dari tas dan membuka pintu. 

"Assalamualaikum" tiba-tiba aku melihat Mas Agus dan Mas Iksan menghampiri ku, "Wahhh... martabak ya asik." Aku terdiam dan melihat Mbak Nisa, Icha, dan Sri di ruang TV sambil tersenyum. Aku melangkah ke ruang TV dan menaruh martabak itu di meja depan TV lalu masuk ke kamar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun