Mohon tunggu...
Pamula Nurk
Pamula Nurk Mohon Tunggu... mahasiswa

seorang mahasiswa antropologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kenapa Jurusan Saintek Lebih 'Dipandang' dibandingkan Soshum: Sebuah Observasi melalui Aplikasi X

22 Juni 2025   19:59 Diperbarui: 22 Juni 2025   19:51 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth


“Most Soshum disciplines adalah ilmu gak terlalu guna yg bisa dipelajari sendiri, lulusan STEM bisa ambil S2 atau S3 Soshum, but not vice versa.” -@kakaze11
“Salah banget, Soshum itu bukan hafalan, dia pemahaman, logika dan analisis yang sifatnya sangat dinamis.” -@learninbydoin
“Ribut-ribut STEM vs Soshum di Indo ini menunjukkan pola pikir masyarakat kita yang sempit, yang cuma mandang 1 sisi dan langsung menyimpulkan tanpa mau mikir lebih lanjut.” -@mrisulyani


Diskursus semacam ini hampir setiap bulannya diperdebatkan di aplikasi X. Sebenarnya, perdebatan ini sudah ada saat masih di bangku SMA. Perdebatan ini berkembang menjadi sebuah stigma kalau jurusan IPA lebih dipandang “pintar” dan “keren” dibanding jurusan IPS. Stigma ini terus berlanjut sampai ke bangku perkuliahan. Dari pengalaman penulis yang masih duduk di bangku kuliah, batas sosial antara Soshum dan Saintek masih terasa. Sesama mahasiswa saling membanding-bandingkan. Jurusan Saintek sering dinilai lebih ‘pasti’ dari jurusan Soshum. Hal ini berkaitan dengan perbedaan disiplin ilmu yang dipelajari oleh Saintek dan Soshum. Disiplin ilmu Saintek sering bergelut di bidang teknis yang dari segi rekrutmen pekerjaan sangat dibutuhkan khususnya di Indonesia. Sedangkan, jurusan Soshum yang berfokus pada bidang riset sosial dan analisa masih kurang dipandang di Indonesia.


Sebagai mahasiswa soshum, G sering kali mendapatkan pertanyaan yang memojokkan seperti “emang gunanya apa?” “buat apa belajar gituan?” “Besok kerjanya apa?” yang seakan menganggap bahwa ilmu sosial humaniora itu tidak terlalu penting untuk dipelajari saat ini. Bayangkan, apabila semua orang di dunia ini hanya mempelajari bidang saintek dan bekerja dalam sektor saintek tanpa memikirkan dinamika manusia didalamnya. Kemanusiaan tidak akan ada, semua orang hanya mementingkan kemajuan teknologi tanpa melihat dampak dari adanya teknologi tersebut. Kesejahteraan sejati tidak akan tercapai.


Kembali lagi ke diskursus soshum vs saintek, melalui akun X @citarasalokal, Ia mencuit opininya, “Keduanya saling melengkapi memang. Toh sehebat-hebatnya ilmu STEM, gak akan berguna kalo struktur dan kondisi sosial masyarakatnya bobrok. Begitu pula sebaliknya. Percuma kondisi sosial masyarakat bagus tapi gak punya kekuatan STEM, pasti ga inovatif. Indonesia, dua-duanya bobrok.” akun X @ariomazda juga memberikan pengalamannya, “Baru ngobrol sama Wakil Rektor salah satu kampus Aussie, ia berkata bahwa ilmu tak bisa berdiri sendiri. Walau kampus ini fokus di teknik, kami juga perlu akademisi sosial. Jangan sampai output kami mekanis tapi gak humanis. Sementara di sini, STEM vs Soshum masih aja jadi agenda rutin.”, Menurut penulis, cuitan dari akun @citarasalokal dan @ariomazda merupakan sebuah statement yang menarik, Saintek dan Soshum harus dipandang sebagai dua fokus ilmu yang saling berkorelasi dan harus berkolaborasi. Penulis sangat setuju dengan pernyataan bahwa STEM (Sains, Technology, Engineering, and Mathematics) harus didukung oleh sistem sosial yang baik. Soshum vs Saintek hanyalah pembatas yang membuat seakan-akan jurusan Soshum dan Saintek bertolak belakang satu sama lain. Dari hal ini, penulis menyimpulkan bahwa pandangan mengenai Saintek lebih baik dari Soshum, maupun sebaliknya harus dihilangkan. Kedepannya kedua unsur disiplin ilmu ini seharusnya dapat melebur baik di dunia pendidikan maupun di dunia pekerjaan.


Banyak permasalahan di Indonesia yang harus diselesaikan dengan lintas disiplin ilmu, bahkan hampir seluruh permasalahan di Indonesia, mulai dari masalah sosial, ekonomi, politik, teknologi, dan sebagainya. Fokus pemerintah, rancangan pendidikan, sampai ke orientasi masyarakat menjadi hal yang krusial untuk menyikapi isu ini. Pembagian Soshum dan Saintek hanyalah penentuan minat bakat dan penentuan fokus ilmu. Mahasiswa Saintek dan Soshum melalui tulisan ini, harus berfokus ke masa depan, bukan saling membanding-bandingkan lintas ilmu, dan harus menjadi yang terbaik dalam mempelajari disiplin ilmunya masing-masing. Faktor budaya masyarakat yang menganggap profesi seperti dokter, insinyur, atau ilmuwan sebagai simbol kesuksesan turut memperkuat pandangan ini. Padahal, jurusan soshum juga memiliki peran penting dalam membentuk tatanan sosial, kebijakan publik, dan pengembangan budaya. Pola pikir sempit Saintek vs Soshum hanyalah menjadi penghalang untuk mewujudkan apresiasi seimbang terhadap semua disiplin ilmu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun