Mohon tunggu...
palguno setyonugroho
palguno setyonugroho Mohon Tunggu... -

mari belajar bersama

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Masyarakat Konsumerisme

7 Agustus 2012   06:01 Diperbarui: 4 April 2017   18:30 8703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Iklan HP Samsung Qwerty menghiasi satu halaman penuh harian Kompas edisi Rabu, 2 Juni 2010, dengan tawaran menggiurkan yaitu membeli hp bekar seharga 150 ribu dan membeli HP Samsung tersebut senilai Rp. 699.000,- dengan berbagai paket yang lain (internet, nomor cantik dan lain sebagainya). Fenomena ini menunjukkan bagaimana HP semakin mudah didapatkan dengan harga yang semakin terjangkau, fasilitas yang semakin menggiurkan, ditambah bentuk yang menarik (untuk diketahui, Samsung Qwerty memiliki bentuk seperti Blackberry).
Lebih hebat lagi, beberapa orang ’dengan mudahnya’ mengganti Hpnya dengan produk terbaru tanpa memikirkan nasib hp yang lama. Kita dapat menemukan seseorang menggunakan beberapa hp, ditambah dengan beberapa hp mereka yang lama yang sudah tidak terpakai. Bagi mereka, berganti hp adalah hal yang lebih mudah, tanpa memikirkan untuk melakukan daur ulang. Tercatat data bahwa rakyat Amerika yang membuang 315 juta komputer dan ‎seratus juta telepon genggam per tahun. Karena perilaku ini berarti ‎menyebarkan 50 ribu ton racun berbahaya ke alam!
Inilah gambaran kecil dari Fenomena Konsumerisme. Sebagai sebuah fenomena sosial, konsumerisme menunjuk kepada gaya hidup yang mengukur kebahagiaan dari sisi kepemilikan barang tertentu (bedakan dengan konsumerisme sebagai ’gerakann atau kebijakan utk mlindungi konsumen dengan menata metode dan standar kerja produsen, penjualan dan pengiklanan’). Sebagian orang menyebut fenomena konsumerisme (seperti yang dimaksud dalam paper ini adalah konsumtivisme. Sebuah gejala menumbuhkan hasrat untuk mengkonsumsi.
Gejala ini timbul karena beberapa hal (strategi konsumerisme):
1.    Pencitraan dan status sosial
Terjadi pergeseran yang signifikan dalam masyarakat dalam mengkonsumsi barang, yaitu: dari nilai guna menjadi nilai citra. Barang dibeli tidak dilihat dari aspek kegunaannya, tetapi dari statusnya. Membeli hp dengan fitur terbaru dan bentuk seperti hp termahal menunjukkan citra golongan tertentu. Hp lama dianggap jadul dan hp baru semakin diminati.
Pada tingkat ini, image dan status menyatu dalam dunia ide manusia. Ketika orang membayangkan dan mengingini barang tersebut, maka pencitraan sudah menunjukkan fungsinya dalam diri orang tersebut. Memiliki barang tertentu berarti memiliki status sosial tertentu
Pencitraan bahkan dilakukan melewati realita yang ada (hyperrealitas). Dalam masyarakat yang demikian, rasio kegunaan berubah menjadi rasio keinginan. Yang disentuh dalam hal ini adalah ego konsumen.
2.    Budaya Massa
Pada waktu yang bersamaan dengan pencitraan, postmodernisme mengumandangkan persamaan. Barang diproduksi secara masal dan dapat dikonsumsi semua orang. Semua mengkonsumsi hp, dari kalangan ekonomi atas sampai kalangan ekonomi rendah. Hp bukan lagi merupakan barang yang mewah.
Dalam kaitan dengan pencitraan dan status sosial, maka perbedaan kecil saja dapat dijadikan menjadi personalisasi golongan tertentu. Sebab itu, pola: perbedaan – persamaan (budaya masa) – perbedaan kembali meski kecil, mengarahkan semangat konsumsi dalam masyarakat.
Pada dua strategi ini, iklan media dan televisi menjadi alat untuk membentuk pola pikir ini dalam masyarakat.
3.    Lingkaran Produksi: semakin banyak produksi, harga semakin murah
Logika semakin banyak produksi, harga semakin murah, membuat produsen memproduksi barang sebanyak mungkin. Produksi yang semakin menimbun membuat persaingan semakin meningakat dan produsen memikirkan pola pencitraan yang tepat. Pola ini melingkar dan membentuk sebuah rangkai produksi dan konsumsi dalam masyarakat. Proses konsumsi pada akhirnya dimasukkan dalam proses produksi dengan memproduksi pencitraan.

Untuk menganalisis konsumerisme, beberapa teori dapat dipakai:
1.    Teori Produksi Karl Max
Teori ini mengetengahkan pertentangan antara kaum buruh dan kaum pengusaha. Di dalamnya didapati konsep mengenai ideologi, fetisisme komoditas dan reifikasi. Hal ini mengarahkan pada pencarian sosok yang paling bertanggungjawab dalam pembuatan pencitraan dan fenomena konsumerisme sekaligus komoditas yang ditunjukkan dan pola pengasingan masyarakat yang terjadi.
2.    Teori Pasca Strukturalisme
Telaah strukturalisme menunjukkan perilaku konsumsi dijalankan oleh pemaknaan yang terjadi. Dari perspektif struktural, yang dikonsumsi adalah tanda (pesan, citra) dan bukan sekedar komoditas. Dari situ dapat didefinisikan hubungan semuanya dengan seluruh komoditas dan tanda. Dengan strukturalisme bahkan dapat juga dijangkau logika bawah sadar berupa kode dan tanda.

Konsumerisme tentunya memiliki pengaruh positif dan negatif. Pengaruh positif yang dapat dikemukakan adalah:
1.    Konsumerisme dapat meningkatkan dinamika dalam masyarakat. Dinamika dalam masyarakat dibutuhkan dalam upaya menuju perkembangan masyarakat. Memang tidak selamanya dinamika mengarah kepada hal yang positif (perkembangan), tetapi masyarakat yang dinamis menyimpan potensi semangat untuk melakukan perubahan.
2.    Konsumerisme didukung dengan berbagai kemudahan yang ditunjukkan. Salah satunya adalah barang-barang yang serba unik, baru dan melimpah. Harga pasar yang terjangkau dan persaingan yang ketat. Dalam level praktis, konsumerisme selalu didukung dengan kemudahan pasar. Inilah yang mengakibatkan banyak kalangan melakukannya, bahkan, meskipun tidak menyadarinya.

Selain sisi positif yang tentunya dicari dengan kepayahan, beberapa sisi negatif dengan mudah dapat ditemukan:
1.    Konsumerisme menuntun masyarakat pada alienasi atau proses pengasingan dari diri dan keinginannya (bahkan rasionalitasnya). Masyarakat dijadikan proyek produksi yang diiming-imingi sesuatu dan diarahkan pada sesuatu. Masyarakat dibentuk dan dapat kehilangan kesadarannya (consiousness-nya). Ini dapat terlihat dalam pola budaya massa. Juga pencitraan melalui media massa.
2.    Konsumerisme dapat melanggengkan ketidakadilan. Proses produksi dapat dengan mudah menindas kaum yang kecil dan keadilan tidak seimbang. Meskipun budaya massa dapat berarti menyeragaman, tetapi dilihat dari keseimbangan pendapatan dan kekayaan maka akan nampak semakin tidak seimbang. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin dan terbodohi
3.    Konsumerisme meningkatkan konsumsi dan membahayakan keseimbangan alam. Dengan pola produksi dan konsumsi yang berlebihan, beban bumi dalam menyeimbangkan alam menjadi semakin berat. Mari kita lihat limbah produksi, limbah hasil produksi disertai ketidakmauan berpikir untuk melakukan daur ulang. Hal ini dapat membahayakan bumi.
4.    Konsumerisme dapat meningkatkan kriminalitas. Hal ini disebabkan karena meningkatnya keinginan dan kebutuhan, tanpa diimbangi dengan meningkatnya daya beli masyarakat. Meskipun ini adalah sisi negatif tidak langsung, tetapi hal ini harus diwaspadai.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun