Mohon tunggu...
Didik Purwanto
Didik Purwanto Mohon Tunggu... Administrasi - Tech Buzz Socialist

https://www.didikpurwanto.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Celestial Movies-Little Big Master: Potret Buruk Wajah Pendidikan

25 Oktober 2015   23:48 Diperbarui: 26 Oktober 2015   00:26 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Poster film Little Big Master"][/caption]

Pendidikan yang selama ini dijanjikan menjadi hak setiap warga negara ternyata belum bisa dinikmati seluruh warga. Pendidikan seakan hanya milik orang mampu, entah demi sebuah kebutuhan atau hanya menuntut gengsi biar dianggap mampu.

Masyarakat miskin terpaksa mengubur mendapatkan sebuah pendidikan. Apalagi bila masyarakat tersebut dalam mendapatkan kebutuhan primer masih kesusahan.

Pendidikan selama ini juga masih dianggap komoditas yang mampu mendulang keuntungan. Bagi yayasan, memiliki sebuah pendidikan seakan menjadi gengsi tersendiri meski tujuan tersebut hanya menjadi tanggung jawab perusahaan (corporate social responsibility/CSR).

Celestial Movies baru menayangkan pada Minggu (25/10) pukul 20.00 WIB tentang sebuah film bertema pendidikan, yaitu Little Big Master. Film drama Hong Kong terlaris tahun ini tersebut diperankan aktris Miriam Yeung dan aktor Louis Koo. Film ini dikampanyekan sekaligus menyemarakkan #ILoveHKMovies.

Saya beruntung menjadi salah satu yang terpilih dari Komik (Komunitas Film Kompasiana) untuk nonton bareng film tersebut pada 17 Oktober lalu di Cinemaxx Plaza Semanggi, Jakarta.

Film tersebut diangkat dari kisah nyata tentang seorang pendidik bernama Lui Wai-hung. Cerita awalnya, ia terpaksa mengundurkan diri menjadi Kepala Sekolah karena mengeluarkan salah satu murid dalam sebuah kelas anak berbakat.

Ia menilai, sang anak belum pantas masuk ke dalam kelas tersebut dan seharusnya bisa masuk kelas biasa agar bisa berbaur dengan teman sebayanya. Ia juga tak akan tertekan akibat kelas berbakar karena persaingan begitu ketat.

Masalahnya, sang anak yang dikeluarkan dari kelas berbakat tersebut merupakan putra salah satu donatur pada sekolah itu. Akhirnya sang anak tetap dipaksa masuk kelas berbakat dan Wai-hung memilih mundur menjadi kepala sekolah.

Bisa jadi ia akan terbebani masalah moral kepada sang anak. Di sisi lain, ia tertekan pihak sekolah yang menganggap tak menganakemaskan anak sang donatur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun