Mohon tunggu...
Sungkowo
Sungkowo Mohon Tunggu... Guru - guru

Sejak kecil dalam didikan keluarga guru, jadilah saya guru. Dan ternyata, guru sebuah profesi yang indah karena setiap hari selalu berjumpa dengan bunga-bunga bangsa yang bergairah mekar. Bersama seorang istri, dikaruniai dua putri cantik-cantik.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Rendezvous Terbuka

2 Januari 2015   07:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kamis (1/1) pagi, sehabis kebaktian memasuki tahun baru 2015, kami beracara di kolam renang. Bukan saya dan isteri atau Pakdhe dan Budhenya anak-anak yang beracara, tetapi anak-anak kami. Sehari sebelumnya, mereka sudah mengajak kami supaya kami mau mengantar mereka berenang. Kami sanggupi permintaan mereka sesuai dengan usulan kami ke kolam renang mana. Sebab, di daerah kami memang banyak kolam renang. Lima tahun terakhir ini wahana kolam renang memang menjadi pilihan bisnis investor, di daerah kami. Hal yang sama mungkin terjadi di daerah lain.

Kami sudah menduga ketika masih di rumah bahwa wahana kolam renang yang akan kami kunjungi pasti penuh pengunjung. Libur sekolah sekaligus libur tahun baru menjadi waktu yang tepat bagi keluarga untuk menyerbu objek-objek wisata termasuk wahana kolam renang. Dan benar dugaan kami. Wahana kolam renang pilihan kami penuh dengan pengunjung. Sampai-sampai tempat parkir kendaraan pengunjung yang disediakan di area wahana tidak mencukupi. Sebagian pengunjung terpaksa ada yang parkir kendaraan di luar area wahana dengan konsekuensi biaya agak mahal. Kami beruntung karena masih bisa memarkir kendaraan di tempat parkir area wahana sekalipun agak berdesak-desakan.

Memasuki lobi, tempat karcis masuk dijual, kami membaca tulisan di kertas yang ditempelkan di kaca yang memberitahukan bahwa harga karcis naik. Tapi hal itu tampaknya tak membuat pengunjung mengurungkan niatnya. Para pengunjung termasuk kami tetap membeli karcis masuk. Di lobi hingga pintu masuk, tempat karcis diserahkan kepada petugas, pengunjung penuh sesak. Begitu lepas dari pintu masuk, mata kami dihadapkan kepada banyaknya pengunjung yang telah berenang atau yang sekadar mengantar.

Kondisi yang tidak memberikan kami memperoleh tempat yang rileks untuk menjaga anak-anak kami berenang. Tempat-tempat yang disediakan telah penuh sesak. Gazebo-gazebo yang lokasinya berpencaran sudah dipenuhi pengunjung. Kursi-kursi santai yang berpencar pun tak ada yang kosong, semua telah terisi. Banyak pengunjung yang duduk-duduk di bawah pohon, entah di rerumputan atau bebatuan. Ada juga yang duduk-duduk di tikar yang mereka gelar di lahan yang agak luas. Jumlahnya begitu banyak. Mereka membentuk kelompok-kelompok. Kelompok-kelompok itu menandai bahwa mereka sekerabat atau sesaudara.

Kami memilih kolam renang yang dangkal. Sebab anak-anak kami belum pandai berenang sekalipun beberapa bulan terakhir ini mereka sudah les renang. Anak-anak kami berenang bercampur dengan banyak anak, yang kami yakini mereka masih asing, tidak saling mengenal. Tetapi mereka terlihat begitu menikmati. Satu dengan yang lain dapat berbagi, tidak berebut bagian kolam untuk dikuasai untuk berenang. Terjadi sentuhan badan saat berenang bukan sesuatu yang menganggu mereka. Semuanya berlangsung baik dan menyukakan.

Hal serupa saya lihat di kolam yang lainnya. Banyak anak berbaur dengan orang dewasa. Ada orang dewasa yang berenang sendiri. Ada yang membimbing anak-anak mereka. Suasana kesukacitaan terpancar dari wajah mereka, seperti suasana yang terjadi di kolam anak-anak kami sedang berenang. Semuanya berlangsung dengan asyik menggembirakan.

Tampaknya demikian juga yang dialami oleh para pengantar, termasuk kami. Kami bisa mengobrol sembari melihat keriangan anak-anak berenang. Sesekali menikmati camilan yang kami bawa. Kelompok-kelompok sekerabat atau sesaudara yang ada di sekitar kami juga mengalami hal yang serupa. Mereka berbincang-bincang, ngobrol, bersenda gurau, bersuka-suka sambil menikmati makanan yang mereka sediakan. Karena kami berdekatan dengan kelompok keluarga lain, kami sesekali saling berbincang sampai berkenalan ala kadarnya. Yang akhirnya kami tahu bahwa banyak di antara pengunjung yang berasal dari luar daerah. Seperti kami, mereka sengaja mengisi waktu libur tahun baru dengan kegiatan riang bersama keluarga.

Hal positif

Saya melihat bahwa kenyataan sosial ini merupakan rendezvous terbuka. Pertemuan orang yang tidak dibatasi oleh asal tempat, budaya, agama, ras, golongan, profesi, dan sebagainya dalam area publik. Satu dengan yang lain tidak mempertentangkan simbol-simbol pribadi atau golongan. Ciri-ciri pribadi atau golongan/kelompok tidak dipertunjukkan satu melebihi yang lain. Justru semuanya lebur dalam satu aktivitas yang serupa, yakni berenang dan bersenang-senang.

Dalam situasi seperti itu malah muncul rasa persaudaraan yang tinggi. Saat kami menikmati camilan, misalnya, kelompok yang ada di sebelah, kami tawari untuk turut menikmati. Hanya, yang dewasa tidak mau. Tapi anak-anak mereka mau ikut mencicipi. Demikian juga kami, sebagai rasa persaudaraan, apa yang mereka tawarkan, sebagian dari kami turut merasakan. Tak hanya sebatas itu. Ketika kami melihat ada anak yang terpeleset jatuh, kami turut peduli. Saat meninggalkan lokasi lebih awal tak lantas pergi, tetapi berpamitan terlebih dahulu.

Saya membayangkan hal sejenis ini pasti terjadi di berbagai lokasi objek wisata saat libur bersama. Di perkotaan atau di pedesaan. Orang dari berbagai asal bertemu dalam satu ruang publik. Di antara mereka ada yang membangun komunikasi langsung, ada yang tidak dengan saudara-saudara yang baru dijumpainya. Sekalipun tidak berkomunikasi langsung, barangkali membangun komunikasi batin. Sehingga dapat saya pastikan bahwa di pertemuan itu ditemukan pencerahan, yang bukan mustahil melahirkan ide-ide kreatif.

Tidak sedikit orang yang habis bepergian kemudian berkarya. Ide-ide kreatif yang ditemukan dalam rendezvous terbuka dapat menjadi sumber berkarya. Suasana yang masih segar (karena baru tercerahkan) mudah mendorong orang mengembangkan ide-ide kreatif menjadi sebuah karya besar.


Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun